Kembara Erik Limbara bersama kredonya
Penulis: Robert Dwiantoro | Publikasi: 11 Agustus 2023 - 15:32
Bagikan ke:
TUTURA.ID - Kembara Erik Limbara bersama kredonya
Revitalisasi SMAN 1 Palu jadi proyek fasilitas publik pertama yang ditangani Erik Limbara di Kota Palu (Foto: Robert Dwiantoro/Tutura.Id)

Hotel Burj Al-Arab alias Menara Arab berdiri menjulang setinggi 321 meter. Hotel yang berlokasi di Dubai, Uni Emirat Arab, itu pernah melibatkan Erik Hananiel Limbara (45) bersama tim arsitek dari PT Atelier Enam.

Erik, arsitek asal Palu, kini sudah mapan dengan PT Mandiri Maju Makmur yang bergerak di bidang arsitektur, konsultan, dan kontraktor. Sudah banyak proyek milik pemerintah dan swasta di Sulawesi Tengah yang dikerjakannya.

Saat bersua Tutura.Id di TotalX Cafe, salah satu entitas bisnis miliknya, Selasa (8/8/2023) siang, Erik tampil kasual dengan potongan rambut burr cut, kaos oblong hitam, celana jeans, dan sandal kodok. Jauh dari kesan pakem seorang bos perusahaan dengan setelan necis.

Ketika mengobrol, Erik jauh dari kesan cuek apalagi pasif, terlebih jika pembicaraan sudah mengarah pada topik arsitektur. Ia bahkan jauh lebih proaktif berbicara kala bercerita seputar pengalamannya menjalani profesi arsitek selama lebih dari dua dekade.

Lazimnya pelbagai pekerjaan di bidang desain yang punya ciri khas untuk menandakan karya ciptaanya, Erik juga punya penanda khusus untuk ruang atau bangunan yang ia rancang.

“Seperti TotalX dan SMAN 1 Palu, saya sematkan simbol X. Di tempat lain ada juga, tapi saya sembunyikan. Dalam rumus matematika, X itu adalah variabel. X itu unlimited dan abstrak, tak bisa ditentukan bentuk atau nilai pastinya berapa,” ungkap Erik.

Tugu Nol Kilomoter Kota Palu yang tingginya mencapai 17 meter didesain oleh Erik Limbara (Sumber: Dokumen profil PT Mandiri Maju Makmur)

Dari karakter Tiger Wong hingga McDonald’s

Pria kelahiran Parigi 14 Desember 1978 ini menghabiskan 17 tahun masa hidupnya di Kota Palu. Ia mengaku pernah tiga kali berganti seragam sebagai pelajar sekolah dasar (SD), mulai dari SD Muhammadiyah Palu yang dulu berlokasi di Kelurahan Ujuna (sekarang di Jalan Ahmad Dahlan) hingga SDN Inpres Kamonji.

Erik tak bisa memastikan sejak kapan pastinya ia tertarik dengan dunia menggambar. Dalam sepenggal ingatannya, jika dibanding anak-anak sebayanya pada masa itu, ia boleh dibilang masuk kategori pro untuk urusan gambar menggambar.

“Waktu masih kelas III SD, saya sudah jago menggambar banyak karakter kartun. Mulai dari Tiger Wong, Dragon Wong, Chinmi, hingga Dragon Ball pernah saya gambar,” lanjutnya sambil tertawa. Ia mengingat bahwa pada masa itu, gambar matahari bersinar diapit dua gunung kembar adalah gambar pakem bagi anak seusianya.

Selepas menuntaskan pendidikan dasar, Erik lalu melanjutkan pendidikan menengahnya di SMP Katolik dan SMA Negeri 1 Palu. Selama masa ini, belum banyak yang memengaruhi karakternya dalam menggambar.

Untuk meningkatkan bakat menggambarnya, ia memutuskan jadi mahasiswa Jurusan Teknik Industri di Universitas 17 Agustus 1945, Surabaya. Persentuhannya dengan tata ruang dan bangunan makin intens.

Setelah lulus kuliah, Erik coba meniti karier di PT Atelier Enam, sebuah perusahaan perencanaan desain konstruksi berbasis di Jakarta. Kala itu ia harus bersaing dengan 3.000 orang lebih calon karyawan yang melamar. Sementara perusahaan hanya butuh satu orang karyawan.

"Waktu itu saya ditanya apakah sering kehilangan pulpen? Saya jawab sering. Bagaimana caranya supaya pulpenmu tidak hilang? Saya jawab lagi, dengan memiliki pulpen mahal,” ujarnya menirukan pertanyaan saat mengikuti psikotes, tahap penentuan kelulusannya menjadi karyawan di perusahaan tersebut.

Belakangan ia baru tahu bahwa perusahaan waktu itu mencari seorang talent yang tidak lama atau banyak berpikir. Harus punya spontanitas memberikan solusi yang cepat nan tepat.

Setelah diterima menjadi karyawan, Erik tak langsung diberi proyek khusus atau pekerjaan ringan lainnya untuk ditangani secara personal. Perusahaan waktu itu hanya meminta agar dia menempa wawasan di bidang desain dengan melihat langsung tahapan perancangan hingga pembangunan sebuah konstruksi.

Perlahan tetapi pasti, Erik mulai dilibatkan dalam proyek bernilai tinggi. Ia dan beberapa arsitek di perusahaannya pernah menjadi tim yang diminta untuk mengarsiteki salah satu lantai teratas di Hotel Burj Al-Arab. Konsepnya membuat lantai selalu berputar tanpa orang-orang bisa merasakannya. Laiknya Bumi saat berotasi.

Erik pertama kali secara personal menangani poyek high cost saat merehabilitasi Restoran McDonald’s di Mall Ratu Indah, Makassar.

Resto ini mengalami perbaikan total setelah insiden pengeboman di lokasi yang sama pada 5 Oktober 2002. Peristiwa ini dikenal juga dengan Pengeboman Makassar 2002 atau Bom McDonald’s Makassar 2002.

Rupa baru gedung SMAN 1 Palu hasil rancangan Erik Limbara (Sumber: Dokumen profil PT Mandiri Maju Makmur)

Karya pertama di Palu

Perjumpaan Erik secara tidak sengaja dengan pemilik Permata Regency pada suatu hari di ATM Center Palu Metron di Jalan Sungai Gumbasa, turut memengaruhi keinginannya untuk kembali dan menciptakan karya di Palu.

Sang pemilik lalu menyodorkan masterplan awalnya kepada Erik. Dahulu hunian yang berlokasi di Jalan Zebra, Tatura Selatan, rencananya dibanderol Rp55 juta per unit.

Ia lantas mengajak pemilik Permata Regency untuk melihat Palu Metro Regency, kawasan perumahan elite pertama waktu itu. Erik bilang bahwa nilai rumah di lokasi ini sekitar Rp300 juta, tetapi Permata Regency bisa ia desain dengan harga Rp500 juta per unit.

Kontan saja Erik langsung diminta mewujudkan desain tersebut. Merasa gaji bulanan Rp30 juta yang dikantonginya sebagai pekerja kantoran di Jakarta lebih tinggi, tawaran tadi tak langsung ia terima.

Saat kembali ke ibu kota dan bergelut dengan rutinitas yang mengimpit, Erik terbayang kehidupan di Palu. Tawaran gaji pasti lebih rendah dari yang selama ini diterimanya, tapi secara kalkulasi sebanding dengan biaya hidup dan tuntutan kerja yang tak setinggi di Jakarta.

Melalui berbagai pertimbangan tadi, Erik memutuskan hengkang dari kantornya. Meninggalkan gaji tinggi, proyek high cost, dan ingar bingar ibu kota.

“Permata Regency itu saya yang kasih nama. Sama seperti perumahan di Lasoani, Petobo, dan Permata Hijau di Jalan Anoa II. Yang terbaru, Permata Mansion di belakang SPBU Jalan Mohamad Yamin itu juga saya yang tangani,” tuturnya.

 Taman Nasional Bundaran Hasanuddin, Palu (Foto: Andi Baso Djaya/Tutura.Id)

Diminta mendesain makam hingga fasilitas publik

Selain membangun kedekatan secara bisnis, Erik tak lupa membangun kedekatan secara emosional dengan para mitra atau klien yang pernah merasakan hasil desainnya.

Karena kedekatan itu, tak jarang Erik mendapati permintaan tak biasa dari para bekas klien maupun keluarganya.

“Saya itu pernah diminta anaknya mantan klien untuk mendesain kubur berukuran 2x3 meter persegi. Bayangkan itu dari proyek high cost sampai urusan kuburan saya pernah urus. Mungkin arsitek lain belum tentu pernah ambil,” ungkapnya tertawa mengingat momen itu.

Tak hanya bangunan milik privat, sejumlah fasilitas publik yang ada di ibu kota Provinsi Sulawesi Tengah ini juga dibangun dari hasil rancangan Erik.

Fasilitas publik pertama yang dirancangnya yakni rehabilitasi bangunan SMAN 1 Palu, tempat terakhirnya menempa pendidikan sebelum merantau.

Bangunan itu direnovasi setelah mengalami insiden kebakaran pada 21 April 2010 silam. Erik mengajukan diri kepada Wali Kota Rusdy Mastura. Saat itu pengelolaan SMA masih di bawah otoritas pemerintah daerah tingkat dua. Kini telah beralih menjadi tanggung jawab pemerintah provinsi (pemprov).

Sejumlah proyek yang juga mendapat sentuhannya, antara lain Taman Hutan Kota Kaombona, Gedung Persalinan RS Bala Keselamatan, E-Tower GraPARI Palu, Tugu Nol Kilometer, Taman Gelanggang Olahraga (GOR), Taman Bundaran Nasional, Kasiromu Bank Indonesia (BI) Sulteng, Kantor KPU Palu, kantor kelurahan se-Kota Palu, hingga Puncak Salena.

E-Tower Telkomsel GraPARI, Jalan Mohamad Yamin, Palu (Sumber: Dokumen profil PT Mandiri Maju Makmur)

Desainnya sempat berpolemik

Dari sejumlah proyek itu, beberapa masih menyisakan memori kekecewaan dalam benak Erik. Pasalnya, ia harus merugi puluhan juta tetapi hasilnya tidak sesuai desain final yang ia rancang.

Rancangan yang Erik maksud adalah Taman Hutan Kota Kaombona. Dalam rancangan finalnya, Taman Hutan Kota Kaombona memang disiapkan sebagai hutan kota.

Area bagian dalam dipersiapkan murni untuk kepentingan publik tanpa ada privatisasi maupun komersialisasi pihak-pihak tertentu. 

“Saya dulu punya semangat dan ekspektasi agar Taman Hutan Kaombona bisa jadi legacy berharga di masa kepemimpinan Wali Kota Hidayat. Tetapi, akhirnya konsepnya berbeda dari rancangan awal,” ujarnya lirih.

Selain itu, beberapa ornamen yang rencananya akan melekat pada sejumlah proyek revitalisasi akhirnya tidak sesuai skenario awal.

Contohnya papan nama raja-raja di Lembah Palu absen terpasang di Taman Bundaran Nasional. Penyebabnya karena mendapat tentangan dari sekelompok pegiat sejarah dan literasi di Kota Palu.

Meski sempat berdebat dengan pendekatan berbasis ilmiah, mereka tetap bergeming. Akhirnya tidak semua biografi singkat para leluhur bisa terpajang. Konsepnya berganti dengan besi plat yang diukir.

Adapula kritikan soal keberadaan patung berbentuk lingkaran di tengah Taman Bundaran Nasional yang menurut sebagian kalangan mirip dengan Julie Penrose Fountain di Colorado, salah satu negara bagian di Amerika Serikat (AS).

Lalu, hadirnya Mini Eiffel Tower di halaman gedung baru Telkomsel GraPARI, Jalan Mohamad Yamin, dianggap kurang matching oleh berbagai pihak.

“Saya ini ibaratnya cuma drafter. Akan merancang desain berdasarkan permintaan market. Sangat susah untuk mengerjakan sesuatu berdasarkan idealisme. Selama harga cocok dan bukan dari uang haram, pasti saya kerjakan. Asalkan dapur tetap ngebul,” jelasnya.

Kini ayah Israel dan Kim Limbara ini sedang menangani desain ruang di dua lokasi berbeda. Lokasi pertama berada di Jalan Sungai Malei, Kelurahan Ujuna, Palu Barat. Sedangkan lokasi kedua berada di Puncak Salena.

Desain di Puncak Salena nantinya menghadirkan satu baruga dengan corak Batik Bomba tetapi bergaya modern. Sementara, sepanjang jalan masuknya akan dipasangi lampu LED, mirip seperti lampu-lampu di runway bandar udara yang menyala ketika malam hari.   

Bagaimana perasaanmu setelah membaca artikel ini?
Suka
4
Jatuh cinta
1
Lucu
0
Sedih
0
Kaget
0
Marah
0
Mungkin tertarik
TUTURA.ID - Cerita kesaksian pendamping korban kekerasan seksual
Cerita kesaksian pendamping korban kekerasan seksual
Empat praktisi bersaksi atas pengalaman mereka mendampingi korban kekerasan seksual. Tidak mudah. Keberpihakan kepada korban…
TUTURA.ID - Melihat keseriusan perguruan tinggi di Sulteng soal pembentukan Satgas PPKS
Melihat keseriusan perguruan tinggi di Sulteng soal pembentukan Satgas PPKS
Terbitnya Permendikbudristek No. 30 Tahun 2021 mewajibkan setiap perguruan tinggi membentuk Stagas PPKS. Sepatuh apakah…
TUTURA.ID - Merawat momentum Adipura untuk mengelola kebersihan dan kelestarian lingkungan
Merawat momentum Adipura untuk mengelola kebersihan dan kelestarian lingkungan
Euforia kesuksesan menerima penghargaan Adipura jangan bikin terlena. Momentumnya harus dimanfaatkan untuk menciptakan budaya berkelanjutan.
TUTURA.ID - Islam di Sulawesi Tengah; syiar ulama pertama pembawa Islam (bagian 1)
Islam di Sulawesi Tengah; syiar ulama pertama pembawa Islam (bagian 1)
Para ulama yang memulai syiar agama Islam di Lembah Kaili datang dalam tiga periode, yaitu…
TUTURA.ID - Darurat Kekerasan Seksual Di Sulteng