Borok agraria Sulteng: 43 perusahaan sawit berpotensi disetop
Penulis: Robert Dwiantoro | Publikasi: 13 Januari 2023 - 15:53
Bagikan ke:
TUTURA.ID - Borok agraria Sulteng: 43 perusahaan sawit berpotensi disetop
Ilustrasi aktivitas perusahaan sawit. (Foto: Shutterstock)

Konflik agraria antara PT ANA dengan masyarakat Morowali Utara belum lagi selesai, dan Sulawesi Tengah masih harus bersemuka dengan pekerjaan rumah terkait isu-isu agraria yang cakupannya lebih luas. 

Perkara agraria ini terungkap dalam pertemuan antara Gubernur Sulteng, Rusdy “Cudy” Mastura dengan Menteri Agraria Tata Ruang/Kepala Badan Pertahanan Nasional, Hadi Tjahjanto, yang berlangsung di Kantor Kementerian ATR/BPN, Jakarta, Selasa (10/1/23).

Dalam pertemuan tersebut, Gubernur Cudy menyebut bahwa ada 43 perusahaan sawit di Sulteng yang beroperasi tanpa memegang sertifikat hak guna usaha (HGU).

Dengan kata lain, sekitar 70 persen dari 61 perusahaan sawit di Sulteng beroperasi tanpa HGU. Total lahan yang dikuasai oleh 43 perusahaan sawit itu tak tanggung-tanggung. Luasannya mencapai 411.000 hektare, yang tersebar di Donggala, Parigi Moutong, Banggai, Banggai Kepulauan, Morowal, Morowali Utara, dan Poso.

“Dari data yang kami miliki perusahaan-perusahaan tersebut hanya memiliki izin lokasi (inlok), oleh karena itu pemerintah provinsi akan segera bertindak untuk menyelesaikan masalah tersebut,” kata Gubernur Cudy, dalam rilis tertulis, Selasa (10/1/23).

Gubernur Cudy pun meminta agar Menteri Hadi bisa membentuk tim terpadu yang bisa bekerja sama dalam mengurai serta mencari strategi penyelesaian perkara ini. Tim terpadu itu diharapkan bisa berisikan perwakilan dari Kementerian ATR/BPN, Pemprov, dan Pemkab. 

Permintaan Gubernur Cudy itu disambut positif oleh Menteri Hadi. Pada kesempatan yang sama, Menteri Hadi langsung memerintahkan Direktur Jenderal Penetapan Hak dan Pendaftaran Tanah (PPHT), Suyus Windyana untuk segera menindaklanjuti pembentukan tim.

Gubernur Sulteng, Rusdy Mastura berjumpa dengan Menteri Agraria Tata Ruang/Kepala Badan Pertahanan Nasional, Hadi Tjahjanto di Kantor Kementerian ATR/BPN, Selasa (10/1/23).

Berpotensi disetop

Pakar hukum dari Universitas Tadulako, Dewi Kemalasari menyebut bahwa pemerintah bisa saja menghentikan aktivitas perusahaan yang melanggar aturan atas pegelolaan tanah. 

“Mengingat tanah yang mereka (perusahaan) pakai dikuasai negara, dan pemerintah adalah pengelola negara, punya kewenangan untuk memutuskan memberikan atau mencabut izin. Jangankan inlok, HGU pun bisa karena punya batas waktu,” ujar Dewi, kepada Tutura.Id (11/1/23).

Menurut Dewi, pelaksanaan kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang (PKKR), atau yang sebelumnya dikenal sebagai inlok, hanya punya batas berlaku selama tiga tahun. Lama durasi itu mengacu kepada Pasal 15 ayat 3 Peraturan Menteri Agraria/BPN Nomor 13 Tahun 2021. 

Adapun soal HGU masa berlakunya sampai 35 tahun, merujuk pada Pasal 21 ayat 1 Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2021.

Selanjutnya, pada Pasal 34 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, terjelaskan pula bahwa hak guna bisa dicabut bila pemanfaatan tanah berlawanan dengan ketentuan perundang-undangan. 

Dewi pun menyarankan agar pemerintah menelusuri dokumen perizinan dan kunjungan lapangan di lokasi izin diberikan.

“Bila kedapatan tak ada aktivitas pengelolaan, istilah hukumnya, tanah terlantar, pemerintah bisa ambil alih, dengan dalil hukum PP 20/2021,” kata perempuan berlatar belakang keahlian hukum perdata itu.

Pandangan soal penyelesaian perkara agraria ini juga datang dari Aulia Hakim, Kepala Advokasi dan Kampanye WALHI Sulteng. Ia mengingatkan bahwa konflik agraria di Sulteng juga tidak bisa dilihat semata-mata persoalan alas perizinan macam HGU--seperti yang dilaporkan Gubernur Cudy pada Menteri Hadi. 

“PT Mammuang di Rio Pakava, Kabupaten Donggala, dan PT Sawindo, Kabupaten Banggai itu punya HGU, tapi berkonflik dengan warga sekitar,” ucap Aulia.

Aulia juga ragu dengan komitmen pemerintah provinsi dalam mengatasi masalah agraria di Sulteng. Guna menuntaskan perkara, WALHI Sulteng mengajukan gagasan moratorium (pemberhentian sementara) izin usaha perusahaan sawit.

“Mana mau pemerintah setop apalagi cabut izin operasinya? Permintaan WALHI dan masyarakat Sulteng yang terdampak adalah moratorium izin usaha dan evaluasi total perusahaan yang berpotensi timbulkan konflik,” ujarnya.

Bagaimana perasaanmu setelah membaca artikel ini?
Suka
3
Jatuh cinta
0
Lucu
0
Sedih
0
Kaget
0
Marah
0
Mungkin tertarik
TUTURA.ID - Ketika konstitusi negara dicederai, kelestarian hutan dipertaruhkan
Ketika konstitusi negara dicederai, kelestarian hutan dipertaruhkan
Aktivitas tambang emas ilegal di wilayah Dongi-Dongi juga telah mengancam habitat berbagai jenis satwa, termasuk…
TUTURA.ID - Prestasi belum berbalas bonus, atlet Donggala angkat suara
Prestasi belum berbalas bonus, atlet Donggala angkat suara
Usai meraih prestasi, janji bonus tak jua terealisasi. Sejumlah atlet asal Donggala buka suara soal…
TUTURA.ID - Mengulik audio rekaman dan pertunjukan dalam Ecosystem Music Fair 2022
Mengulik audio rekaman dan pertunjukan dalam Ecosystem Music Fair 2022
Rangkaian penyelenggaraan Ecosystem Music Fair 2022 persembahan PAPPRI Sulteng dimulai dengan menggelar diskusi tentang pengenalan…
TUTURA.ID - Ragam hewan kurban sumbangan para kepala daerah di Sulteng
Ragam hewan kurban sumbangan para kepala daerah di Sulteng
Dinas Perkebunan dan Peternakan Sulteng menyebut sekitar 8.000 ekor sapi dan kambing dijadikan hewan kurban…
TUTURA.ID - Darurat Kekerasan Seksual Di Sulteng