Rangkaian kegiatan Ecosystem Music Fair (EMF) 2022 yang diselenggarakan Persatuan Artis Penyanyi Pencipta Lagu dan Pemusik Republik Indonesia (PAPPRI) Provinsi Sulawesi Tengah sudah dimulai.
Acara perdananya dibuka dengan menggelar sesi diskusi bertajuk “Ngulik Audio” di Cafe Diamond, Desa Kabobona, Sigi, Minggu (2/10/2022) petang.
Dua sosok yang dihadirkan sebagai narasumber untuk saling membagikan pengetahuannya tentang dunia audio adalah Herman dan Haris Ilham.
Herman atau yang lebih akrab disapa Ciks selama ini punya banyak peran mengatur tata suara penyelenggaraan acara pertunjukan musik di Kota Palu. Kehadirannya sebagai soundman andal yang mengatur aneka knop mixer audio di dalam tenda Front Of House (FOH) sangat sentral.
Sementara Haris tercatat sebagai sound engineer yang aktif membantu banyak proses rekaman band di Kota Palu dan menjadi sound designer andalan rumah produksi Halaman Belakang Films. Pun demikian, Haris terkadang juga bisa ganti peran sebagai soundman saat mendampingi Culture Project beraksi di atas panggung.
Dua profesi yang ditekuni Ciks dan Haris merupakan bagian mata rantai dalam sebuah ekosistem industri musik. Lantaran tanggung jawabnya dalam menjaga kualitas suara yang dihasilkan musisi—saat rekaman maupun manggung—begitu penting, maka mereka yang menekuni bidang ini harus punya kecakapan memadai.
Alhasil para penonton atau pendengar tak sekadar menikmati segala rangkaian nada dari alat musik yang telah diaransemen sedemikian rupa, tapi seolah “hidup” menjadi bagian integral dalam sebuah proses kekaryaan.
Kualitas audio dalam sebuah pertunjukan musik dikelola sedemikian rupa oleh soundman, dengan mempertimbangkan unsur artistiknya. Jadi, kualitas suara yang dihasilkan tidak saja spektakuler, bahkan “rasa” dari sebuah karya lagu bisa dapat tersampaikan dengan baik kepada penonton. Hal serupa juga disandarkan kepada figur sound engineer yang bertugas di bilik rekaman.
Menciptakan bibit-bibit unggul dalam bidang soundman dan sound engineer, sekaligus mengedukasi bagaimana cara memproduksi tata suara terbaik saat pentas dan rekaman, menjadi salah satu perhatian PAPPRI Sulteng dalam gelaran perdana EMF 2022. Wujudnya berupa kegiatan diskusi sembari berbagi pengetahuan perihal dunia audio saat manggung dan rekaman.
“Peserta yang mengikuti acara ini ada sekitar 90 orang lebih. Sekitar 70 orang mendaftar via WhatsApp. Sisanya datang langsung dan daftar on the spot ke sini,” ungkap Ketua Dewan Pengurus Daerah (DPD) PAPPRI Sulteng Umariyadi Tangkilisan kepada Tutura.Id.
“Rangkaian kegiatan EMF 2022 kami bagi dalam beberapa kalender acara yang merupakan turunan dari biro-biro yang ada di PAPPRI Sulteng. Salah satunya diskusi pengenalan audio ini,” tambah Adi, sapaan akrab sang ketua.
Diharapkan kegiatan diskusi tersebut bisa lebih memantik minat orang-orang untuk serius mengulik soal penataan audio saat pentas dan rekaman.
“Musik yang kita dengar sekarang, kan, hasil dari kerja orang-orang profesional di bidang audio. Dalam audio, kejernihan suara itu penting. Nah, di acara PAPPRI ini salah satunya untuk membangun ekosistem itu,” ujar pria yang juga merangkap sebagai gitaris Culture Project.
Kegiatan “Ngulik Audio” yang diadakan PAPPRI Sulteng hanya satu dari banyak upaya yang bisa dilakukan untuk menyokong produksi pertunjukkan musik di daerah ini agar tak kalah dari segi kualitas dengan daerah lain.
Sungguhpun, misalnya, bisnis pertunjukan musik atau rekaman di wilayah ini belum terlalu semarak laiknya di kota-kota besar lain, tapi tetap saja penting untuk menyiapkan segala infrastruktur beserta sumber daya manusia pendukung yang mumpuni.
Tujuan idealnya agar para penggerak mata rantai dalam ekosistem industri musik di Sulteng bisa segera sinkron dan tumbuh berkembang saling mendukung.
“Jika produksi tumbuh, rekaman-rekaman yang rilis makin berkualitas, para penyelenggara atau promotor acara musik ramai bermunculan, acara-acara bagus jalan, muaranya akan membuat apresiasi meningkat,” pungkas Adi.