Film dokumenter “Saya di Sini, Kau di Sana” karya sineas debutan Kota Palu akan tayang dalam gelaran Festival Film Pendek Internasional Oberhausen, Jerman. Hajatan itu akan berlangsung pada 26 April - 1 Mei 2023.
Pada gelaran ke-69 itu, film asal Palu yang mewakili Indonesia dalam kompetisi tahap pertama ini akan bersanding bersama sembilan film pendek lainnya dari pelbagai negara. Sebut misal Finlandia, Meksiko, Serbia, Korea Selatan, Prancis, dan Amerika Serikat serta Austria yang masing-masing punya dua perwakilan.
Oberhausen merupakan festival film yang mengkhususkan pada film pendek. Sudah dijalankan sejak tahun 1954 sehingga dianggap sebagai festival film pendek tertua di dunia. Saking tuanya, festival itu lebih tua 24 tahun dari usia Kota Palu.
Dalam catatan International Short Film Festival Oberhausen, festival itu menerima sekitar 7.000 film setiap tahun. Sebanyak 500 film di antaranya masuk dalam program festival.
Atas prestasi tersebut, warga Sulteng khususnya warga Palu, boleh turut berbangga. Apalagi Kota Palu telah ditetapkan sebagai Kota Film, Animasi, dan Video.
Keberhasilan “Saya di Sini, Kau di Sana” hadir di festival berskala internasional juga membuat jejaring pembuat film lokal makin luas. Niat menggelar Festival Film di Palu boleh jadi bisa makin mulus diwujudkan.
Isi film
Film “Saya di Sini, Kau di Sana” berisi konflik antara manusia dengan buaya yang menghuni Teluk Palu. Film ini menyertakan arsip tertua yang berhasil ditelusuri, yakni pada Tahun 1930-an di masa pemerintahan Belanda.
Dalam arsip itu, konflik manusia dan buaya dikenal oleh warga Palu sebagai penaklukkan oleh sosok John Fischer, mantan tentara Koninklijk Nederlands-Indische Leger, terhadap La Garoba, seekor buaya besar seukuran gerobak sapi.
Berbekal peluru emas, Fischer menumbangkan buaya itu dan membelah perut sang buaya dan menemukan beberapa potongan tubuh manusia. Peristiwa itu kemudian jadi cerita pengantar tidur anak-anak sekaligus jadi larangan mandi di sungai Palu.
Tak hanya berfokus pada arsip, film yang akan diputar di Jerman itu turut pula menelusuri kisah yang lebih lampau. Bahwa jauh sebelumnya hubungan antara manusia dan buaya harmonis adanya.
Kini beton tumbuh subur di bantaran sungai dan pesisir teluk Palu. Manusia mengambil ruang lebih banyak supaya aman dari ancaman banjir dan tsunami.
Akibatnya keseimbangan ekosistem rusak. Habitat alami hewan-hewan yang hidup di dalamnya tergerus. Pun bahan-bahan makanan yang tadinya jadi konsumsi. Buaya termasuk yang jadi "korban". Begitulah kira-kira yang coba ditampilkan film ini.
Film ini disutradarai Taufiqurrahman Kifu dan diproduseri oleh Sarah Adilah. Dirilis pada 28 September 2022, bertepatan dengan empat tahun bencana gempa, tsunami, dan likuifaksi di Lembah Palu.
Produksi film ini dilakukan oleh Sinekoci, film laboratory alias laboratorium film yang berfokus pada pelatihan, pengembangan cerita, dan pendanaan produksi film.
Turut terlibat pula Forum Sudut Pandang, komunitas nonprofit yang dikelola pegiat seni yang berbasis di Palu.
“Yang modern itu belum tentu cocok dan berhasil dalam mengurangi risiko bencana. Dan kepercayaan lokal punya sisi tersendiri untuk memberikan perspektif terhadap kebencanaan. Karena film itu lolos, apa yang kita kerjakan di Palu layak dibicarakan di skala internasional,” ucap Taufiqurrahman Kifu selaku sutradara kepada Tutura.Id, Sabtu (7/1/2023) malam.
Perjalanan Film
Film tersebut diproduksi dalam tajuk utama “Hidup dengan Bencana”bersama 4 film dokumenter pendek lainnya.
Proses produksi film berlangsung lebih dari setahun musabab terhalang pandemi Covid-19.
Secara menyeluruh, kru film "Hidup dengan Bencana" kala itu terbatas ruang geraknya. Selain subjek film yang belum bisa ditemui, beberapa kru juga mesti berurusan dengan antrian tabung gas oksigen untuk pasein yang terinfeksi.
Pasca tiga bulan rilis, film itu sudah mendapat dua pengakuan sebagai nominator di dua festival. Pertama, masuk nominasi Festival Film Dokumenter Yogyakarta (FFD) dan masuk jadi nomine di Festival Film Pendek Oberhausen.
Selain itu, Film “Saya di Sini, Kau di Sana” juga sudah melanglang buana ke beberapa tempat di luar Pulau Sulawesi.
Di Kota Jakarta, film diputar oleh Kineforum lewat program pemutaran “oper bola”. Sedangkan di Kalimantan Timur diputar dalam program “Tepian Kolektif Kalimantan Timur”.
Pada 15 Januari 2023, Flix Cinema--salah satu jaringan bioskop di Jakarta--memutarkan film “Saya di Sini, Kau di Sana” lewat program pemutaran khusus film-film Indonesia yang punya kiprah dunia.
Kini, kru film sedang menyiapkan anggaran untuk terbang ke Jerman. Rencananya, mereka akan berangkat sekitar tanggal 23 April 2023.
Sumber pendanaan untuk membawa nama Kota Palu ke kancah internasional belum jelas. Mereka sedang mengupayakan untuk bertemu Wali Kota Palu lewat komunikasi salah satu staf khusus, tetapi belum dapat jadwal audiensi.
“Tanggal 3 Januari sudah jalin komunikasi dengan staf khusus wali kota, tapi sampai sekarang belum ada kejelasan” ungkap Sarah Adilah selaku produser empat Film “Hidup dengan Bencana”.
Film produksi Palu lain sewaktu-waktu juga bisa saja akan tayang jauh dari Sulteng dan para sineasnya diharuskan menghadiri acara tersebut. Kebutuhan terhadap anggaran akomodasi dan transportasi akhirnya muncul.
Pemerintah daerah yang diharapkan memberi sokongan dari segi finansial pada sisi lain kerap terhalang peraturan.
Alasannya karena acara-acara yang diajukan para sineas tidak masuk dalam perencanaan. Jadinya pos anggaran pun tak tersedia.
Sarah mengakui pihaknya memahami skema penganggaran dalam pemerintahan. Untuk mengatasinya, ia mengatakan perlu semacam strategi yang diinisiasi pemerintah.
Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Kota Palu, hemat Sarah, seminimnya dapat melakukan lobi ke pihak Bioskop XXI Palu.
Minimal agar ada jalur bagi para sineas memasarkan produk filmnya. Hitung-hitung untuk menambah uang berangkat ke Jerman.
film pendek ekosistem film Palu Kota Film Festival Film Oberhausen Festival Film Dokumenter Kineforum Sinekoci Forum Sudut Pandang Kemenparekraf Bioskop XXI