Catrine Mezyana (20) tak pernah menyangka bisa menempuh pendidikan tinggi di Fakultas Kedokteran Universitas Alkhairaat (FK Unisa).
Ia mencoba realistis belaka melihat kondisi ekonomi keluarganya yang terbatas. Ongkos berkuliah di jurusan kedokteran yang tinggi tentu tak bisa mereka jangkau.
“Kedua orangtuaku bekerja sebagai buruh tani. Sehari-hari bekerja di sawahnya orang untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Saya tidak pernah membayangkan bisa menjadi seorang mahasiswa kedokteran seperti sekarang ini,” ungkap Catrine.
Nada bicaranya terdengar lirih ketika Tutura.Id mencoba membuka obrolan perihal seluk beluk keluarganya.
Untuk bisa mewawancarai Catrine, Tutura.Id harus menunggu selama tiga hari. Maklum, Catrine mengaku dirinya sedang disibukkan oleh aktivitas magang di instalasi gawat darurat (IGD) salah satu rumah sakit di Kota Palu.
Ia baru meluangkan waktu untuk mengobrol dengan kami usai menjalani peribadatan di gereja, Minggu (27/8/2023) siang.
Putri tunggal pasangan Jembris Mahile dan Suherianti ini merupakan salah satu penerima manfaat beasiswa “Satu Kecamatan Satu Dokter” yang diprogramkan oleh Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sigi.
Alumni Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) 5 Sigi ini bercerita semasa bersekolah, dirinya memiliki cita-cita menjadi seorang guru.
“Karena latarbelakang saya ini, makanya saya hanya ingin jadi pengajar di TK/SD saja. Sepintas membayangkan menjadi dokter itu ada, tapi rasanya sulit,” tuturnya.
Sebenarnya menjadi seorang dokter bukanlah hal mustahil bagi siapa pun. Apalagi Catrine mengaku dirinya cukup berprestasi. Sejak SMP, ia selalu mendapat peringkat kedua di kelasnya.
Bahkan menginjak SMA, ia selalu berada di posisi peringkat nomor wahid dibanding para pelajar lain di kelasnya.
Meski berprestasi, ia tak ingin jemawa. Semasa berproses di SMAN 5 Sigi, Catrine sudah menyiapkan pilihan studinya, kalau-kalau dirinya lulus dan punya kesempatan menjadi seorang mahasiswa.
Ia berencana mengambil Jurusan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) dan Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD) di Universitas Tadulako.
Kabar baik itu datang, setelah beberapa perwakilan Pemkab Sigi serentak mengunjungi SMA di Sigi, termasuk sekolahnya.
“Pemda datang beri informasi ada beasiswa kedokteran. Karena banyak yang dukung, saya ikut prosesnya dan belajar biar lolos seleksi,” ujarnya.
Catrine tak sendiri mengikuti seleksi tersebut. Ia ditemani tiga orang pelajar berprestasi SMA se-Kecamatan Kulawi lainnya.
Mereka harus mengikuti ujian computer based test (CBT) dan psikologi. Dari dua pelajar yang lolos tersebut, Catrine mengeklaim beroleh nilai tertinggi dan berhak mengantongi beasiswa kedokteran.
Untuk menembus beasiswa kedokteran dari Pemkab Sigi, total jenderal Catrine harus bersaing dengan 50 pendaftar lainnya se-Kabupaten Sigi yang ikut seleksi.
Pemkab Sigi kemudian menetapkan empat orang penerima beasiswa tersebut. Catrine mewakili Kecamatan Kulawi, sementara tiga orang lainnya mewakili kecamatan Marawola, Dolo, dan Sigi Biromaru.
Perempuan asal Desa Bolapapu ini telah menerima ratusan juta dari program beasiswa tersebut untuk dipakai membayar biaya registrasi, biaya penyelenggaraan pendidikan (BPP), infak, komisi etik, biaya semester, sewa kos bulanan, hingga uang saku.
“Nominalnya sesuai kebutuhan per semester. Dari semester satu sampai dua sudah Rp451,1 juta, sedangkan semester tiga sebesar Rp19,2 juta yang dicairkan awal September 2023,” terangnya.
Catrine juga mengaku bila sewaktu-waktu warga di kampungnya membutuhkan keterampilannya di bidang medis, ia tak akan sungkan berbagi tanpa dibiayai.
Bahkan, ia sudah memantapkan pilihannya jika nanti menyelesaikan studi hingga profesi dokter, ia akan mengabdikan dirinya di salah satu rumah sakit yang akan di bangun Pemkab Sigi di Kulawi.
Rumah sakit yang dimaksud adalah RS Pratama Sigi yang dibangun di Desa Bolapapu dengan anggaran Rp28 miliar. RS yang belum memiliki nama resmi ini akan melayani warga dari kecamatan Kulawi, Kulawi Selatan, Lindu, dan Pipikoro.
Ingin mengabdi di kampung halaman
Aldo Rais (24) punya cerita berbeda dibanding Catrine. Aldo mengaku setelah lulus SMAN 12 Sigi ingin menempuh studi di Politehnik Palu, salah satu perguruan tinggi vokasi di bidang pengolahan hasil bumi di Palu.
“Saya itu sukanya di Politehnik Palu. Tetapi, ada dorongan dari keluarga untuk bisa lanjut studi di Sekolah Tinggi Teologi (STT) Bala Keselamatan Palu saja. Setelah menimbang-nimbang, saya akhirnya memutuskan untuk kuliah di STT BK Palu,” ungkap Aldo.
Ada tiga pertimbangan Aldo sehingga memilih STT BK. Pertama, semua keluarga mendukung bila ia lanjut di STT BK. Kedua, latar belakang kedua orang tuanya yang terbilang kurang mampu. Ketiga, ada potensi beasiswa bagi 10 pelajar nasrani dan muslim dari Pemkab Sigi pada tahun 2019.
Karena berasal dari keluarga dengan ekonomi kurang mampu, Aldo tak ingin memaksakan kehendaknya. Peluang beasiswa akan sangat membantu meringankan biaya perkuliahannya tanpa perlu merogok kocek kedua orang tuanya.
“Saya daftar dan berkas dinyatakan memenuhi syarat dari Pemkab Sigi untuk menerima beasiswa ini. Saya kemudian memilih Jurusan Pendidikan Agama Kristen (PAK) di STT BK Palu,” ujarnya.
Awal menjalani status sebagai mahasiswa Jurusan PAK di STT BK Palu, ia masih merasa berat hati. Maklum, anak pasangan Sunarto dan Rosmia ini lebih menyukai Politehnik Palu. Ia baru menemui passion-nya ketika memasuki pertengahan masa studi.
Ternyata, mempelajari ilmu agama apalagi diproyeksikan menjadi seorang tenaga pengajar bukanlah sesuatu yang perlu dipandang sebelah mata.
“Ada beberapa mata kuliah di bidang teologi itu yang asyik menurut saya. Ditambah lagi praktik-praktik pelayanan sebagaimana seorang guru PAK membuka pandangan saya,” terangnya.
Aldo juga mengaku tak tahu secara pasti mekanisme dan nominal beasiswa yang akan dicairkan kepadanya selaku penerima beasiswa.
“Berapa nominalnya saya tidak tahu pasti, karena biaya kuliah itu langsung dibayarkan Pemkab Sigi ke STT BK Palu. Tapi, pernah disuruh buat rekening bank pribadi sekitar semester lima, ada Rp16 juta yang masuk,” tuturnya.
Meski tak mengetahui rincian biaya perkuliahan itu, tapi menurut Aldo dari cerita mahasiswa yang nonpenerima beasiswa, umumnya biaya yang mereka keluarkan mencakup biaya registrasi, almamater, pemeliharaan asrama, dan iuran perpustakaan.
Saat ini Aldo tengah mempersiapkan penyelesaian studi mengingat masa studinya sudah memasuki tahun kelima. Meski masih menjalani proses itu, ia telah bertekad untuk mengabdi di Desa Anca, kampung halamannya yang terletak di Kecamatan Lindu.
“Kalau lulus, saya satu-satunya yang akan bergelar S.PAK di kampung saya. Jadi, peluangnya cukup tinggi untuk saya bisa langsung mengajar, karena belum ada tamatan yang relevan mengajar sebagai guru PAK di sekolah dasar,” terangnya.
Peluang Aldo cukup tinggi mengingat di Kecamatan Lindu terdapat tiga sekolah dasar milik Bala Keselamatan yang tersebar tiga desa, yakni SD BK 1 Lindu di Desa Tomado, SD BK 2 Lindu di Desa Langko, dan SD BK Lindu di Desa Puro’o. Kemudian, ada 10 SDN lainnya yang juga tersebar di Kecamatan Lindu.
Beasiswa Pemkab Sigi di delapan perguruan tinggi
Selain di Unisa dan STT BK Palu, Pemkab Sigi juga sudah menjalin kerjasama peningkatan sumberdaya manusia (SDM) dengan enam perguruan tinggi lainnya yang di dalam maupun luar Sulteng.
Perguruan tinggi yang dimaksud, antara lain Universitas Islam Negeri (UIN) Datokarama Palu, Universitas Abdul Aziz Lamadjido (Azlam) Palu, Politehnik Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Makassar, Institut Pertanian Bogor (IPB), Universitas Al-Ahgaff Yaman, dan Booth University College Kanada.
Antara tahun 2018-2022, Pemkab Sigi telah mengucurkan anggaran beasiswa sebesar Rp6 miliar bagi 262 warga Sigi yang kurang mampu secara finansial dan punya prestasi akademik.
Pemkab Sigi juga tercatat telah memberikan beasiswa senilai Rp5,87 miliar kepada 442 pemuda untuk menimba ilmu di pondok pesantren antara tahun 2017-2022.
Dari 700-an penerima beasiswa tersebut, tujuh di antaranya telah menjalani pendidikan strata satu (S1) kedokteran sebagai realisasi kegiatan “Satu Kecamatan Satu Dokter”.
Pemberian beasiswa ini merupakan turunan dari salah satu dari tiga program unggulan Bupati Mohamad Irwan dan Wakil Bupati Samuel Yansen Pongi yakni Sigi Masagena.
Sigi Masagena adalah salah satu inovasi Pemkab Sigi untuk memberikan pendidikan dan kesehatan gratis bagi warga Sigi yang tidak mampu secara ekonomi dengan tujuan menurunkan angka rumah tangga miskin (RTM) di Sigi.
Terdapat 12.334 kepala keluarga berpenghasilan menengah ke bawah yang menerima program ini, termasuk generasi muda yang berprestasi yang ingin mengenyam kuliah di fakultas kedokteran.
beasiswa sigi masagena pendidikan gratis kedokteran unisa stt bk sigi palu pemkab