“Jang ko naik dulu, karena mungkin mo terbelah ini tungku,” teriak Galih melarang tiga rekannya yang sedang menuju lantai dua tungku peleburan (smelter) nikel nomor 41 milik PT Indonesia Tsingshan Stainless Steel (ITSS).
Kepada Tutura.Id, Selasa (6/2/2024), di salah satu kafe di Bahodopi, Morowali, Galih (34)—hanya nama samaran—salah satu pekerja PT Ocean Metal Sky Industry (PT OSMI)—yang kerap diperbantukan memperbaiki smelter di kawasan Indonesia Morowali Industrial Park--membeberkan suasana kerja perbaikan tungku PT ITSS, sesaat sebelum peristiwa ledakan terjadi.
Saat menyuruh temannya untuk tidak memasuki area tungku, Galih sembari mengemudikan alat berat yang jadi kendaraan operasionalnya menjauh dari area smelter 41 PT ITSS. Tak sampai lima menit, perkiraannya benar terbukti.
“Pas mundur saya, terbelah mi' tungku ini. Tapi ada tiga buruh Cina masih dia paksa las itu tungku. Tidak ada juga yang mo turun biar satu,” urainya.
Menurut Galih, mungkin para Tenaga Kerja Indonesia (TKI) tidak mengetahui bahwa tungku akan terbelah. Sedangkan para Tenaga Kerja Asing (TKA) yang tahu bahwa tungku akan terbelah, berusaha menutupi celah tungku yang terbelah agar tak terbuka lebar.
Tetapi, karena panas dari tungku bereaksi dengan alat pengelasan yang memakai tabung oksigen bikin suhu tinggi jadi tidak terkendali.
“Tungku terbelah, cairan metal keluar ke lantai di tempat mereka mengelas. Sekitar empat tabung oksigen di dekat tungku itu mi' yang meledak,” ungkapnya.
Galih menambahkan, selain akibat tabung oksigen, eskalasi ledakan dipicu oleh pipa seukuran paha orang dewasa yang berisi gas dan batu bara yang berada di pinggir tungku.
Akibat ledakan tersebut, sambung Galih, suasana tungku 41 PT ITSS berubah suram. Bangunan berlantai enam itu hanya didominasi kepulan asap hitam pekat silih berganti dengan kobaran api. Tragedi yang terjadi pada 24 Desember 2023, sekitar pukul 05.30, itu sontak ramai menjadi perbincangan warganet, media lokal, nasional, hingga internasional.
Galih yang hanya berjarak kurang dari 20 meter dari lokasi bergegas membantu proses evakuasi. Sebanyak 12 pekerja berhasil dievakuasinya, tetapi semua meregang nyawa.
Nikel, IMIP, dan Morowali kembali jadi sorotan. Pihak kepolisian dan internal perusahaan mengkonfirmasi, sebanyak 59 orang pekerja dikabarkan menjadi korban. Puluhan buruh mengalami luka ringan hingga berat. Sementara korban meninggal dunia mulanya berjumlah 13 orang (25/12/2023), lalu bertambah menjadi 21 orang (2/1/2024).
View this post on Instagram
Pelanggaran Standar Operasional Prosedur (SOP) sejak awal
Galih beruntung tak menjadi korban dalam tragedi nahas itu. Padahal, sekitar pukul 05.20 Wita ia sempat memasuki area di mana tungku diperbaiki. Kebetulan, ia mendapat tugas untuk mengambil sampel dari departemen ferosilikon PT ITSS.
Namun, karena merasa ada yang janggal dalam tahapan perbaikan tungku, Galih lalu menanyai anggota regu perbaikan yang notabene juga rekan satu kampungnya dari Sulawesi Selatan.
Galih yang pernah mengerjakan proyek perbaikan tungku selama beberapa tahun ketika masih berstatus pekerja PT Sulawesi Mining Investment (SMI) mahfum dengan kondisi kala itu.
Menurut Galih, sesuai Standar Operasional Prosedur (SOP) ada beberapa persyaratan yang perlu dipenuhi ketika memperbaiki tungku. Salah satunya tungku yang selesai beroperasi wajib menjalani proses pendinginan minimal tujuh hari.
Kemudian, selama proses pendinginan air harus selalu mengalir ke tungku. Selanjutnya, harus memastikan tak ada sisa cairan metal (slag) atau terak logam di dalam tungku.
Hal ini untuk meminimalkan risiko reaksi panas di atas batas kewajaran antara tungku dengan alat pengelasan yang bisa menyebakan efek pemicu kebakaran atau ledakan.
Tetapi, dalam observasi Galih, metode perbaikan tungku 41 PT ITSS jauh dari SOP lantaran proses perbaikan sudah dimulai meski baru tiga hari menjalani proses pendinginan. Tak hanya itu, air yang seharusnya mengalir secara terus menerus justru dihentikan oleh foreman atau manajer proyek.
“Teman bilang, menurut foreman tidak apa-apa karena suhunya sudah turun,” ucap Galih menirukan jawaban rekannya.
Galih sempat mempersoalkan proses tersebut kepada anggota regu lainnya yang berstatus TKI, karena dinilai mengancam keselamatan. Sesuai SOP, kata Galih, pekerjaan berisiko seperti itu semestinya bisa ditolak oleh para buruh. Hanya saja, Galih melihat para buruh mengalami tekanan psikologis dari manajemen tingkat atas perusahaan.
“Mereka takut, makanya dia ikut langgar saja. Apalagi bos-bos Cina ini kejar target produksi,” tutur Galih.
View this post on Instagram
Pemangkasan tahapan kerja oleh atasan dan sistem K3 tidak berjalan
“Yang memotong sistem perbaikan tungku adalah foreman,” terang Galih.
Menurut Galih, dalam kecelakaan kerja di PT ITSS, foreman menjadi orang yang paling tepat untuk disalahkan. Ini karena keputusan untuk melakukan pekerjaan hingga menyetop pekerjaan ada dalam kendali foreman.
“Sebelum kecelakaan kerja itu, saya bilang sama teman-teman metodenya bukan seperti itu, karena saya pernah juga jadi kepala regu. Tapi mereka tidak bisa apa-apa, karena apa yang foreman bilang harus diikuti,” ujarnya.
Ia juga mengamati sistem Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) tak berjalan sebagaimana mestinya. “Sebenarnya dia itu harus dibikinkan tangga darurat, tapi di tempat itu tidak ada tangga darurat. Tangga yang pas dilewati turun itu di atasnya ada cairan metal, siapa yang mo lewat?" tuturnya.
Bila bercermin dari pengalaman Galih sebelumnya, tangga darurat seharusnya dibangun di beberapa titik. Sehingga ketika terjadi insiden seperti di ITSS, para pekerja tidak kalang kabut karena bisa keluar segala arah. Bukan sekadar berharap pada tangga permanen, apalagi sampai memilih melompat dari ketinggian.
Banyaknya korban jiwa, sambung Galih, sebab tak ada petugas keselamatan yang mendampingi pekerjaan tersebut yang diharapkan dapat membantu mengambil keputusan untuk melakukan prosedur penyelamatan diri.
“Pas kejadian tidak ada satu pun safety di dalam. Buktinya tidak ada dari mereka yang jadi korban luka atau terbakar. Kalo safety sebenarnya ada, tapi pas itu hari ditinggalkan. Itu mi' lemahnya prosedur K3 di ITSS,” jelasnya.
Beberapa saat setelah keluar dari kompleks departemen ferosilikon, Galih kemudian mendengar ledakan dan melihat kobaran api. Rekan yang sempat ia temui sebelumnya turut menjadi korban tewas atas tragedi dini hari itu.
Dalam laporan Trend Asia kurun 2015-2022, sebanyak 53 pekerja meninggal dunia di smelter nikel di Indonesia, termasuk di kawasan IMIP. Sementara dalam pemantauan rentang Januari-September 2023, ada 53 orang jadi korban dalam kecelakaan kerja di smelter nikel.
Dari 27 saksi yang diperiksa Kepolisian Daerah (Polda) Sulawesi Tengah atas insiden tersebut, penyidik menetapkan dua Tenaga Kerja Asing (TKA) sebagai tersangka yakni ZG selaku supervisor furnace PT Zhao Hui Nikel dan Z sebagai wakil supervisor PT OSMI. Keduanya dijerat dengan pasal 188, 359, dan 360 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Sesuai aturan, dua figur yang diklaim sebagai petinggi perusahaan itu bisa dipidana satu atau lima tahun penjara lantaran kesalahan (kealpaan) dan kelalaian yang menyebabkan luka-luka dan bahaya maut.