Cerita toleransi komunitas Nasrani dan Hindu di sudut Danau Poso
Penulis: Robert Dwiantoro | Publikasi: 2 Januari 2023 - 16:33
Bagikan ke:
TUTURA.ID - Cerita toleransi komunitas Nasrani dan Hindu di sudut Danau Poso
Kehadiran pemuka Agama Hindu dalam ibadah atau misa Natal di GKST Yordan Toinasa (Foto: Istimewa)

Sepekan lalu saya bersama istri dan anak–anak bepergian ke luar kota. Tujuan kami kali ini menuju sebuah kampung yang terletak di salah satu sudut Danau Poso, tepatnya di Desa Toinasa, Kecamatan Pamona Barat.

Tak ada hal spesial sepanjang perjalanan via darat dengan waktu tempuh delapan jam ini. Kisah menarik justru terjadi sehari jelang perayaan Natal (24/12/2022). Hampir semua komunitas Nasrani melakukan ibadah; atau misa bagi umat Katolik saat itu.

Sekitar pukul 18.20 WITA, selain ratusan umat Nasrani yang hendak melakoni ibadah Natal, terlihat juga empat orang berbusana safari putih memasuki pelataran gereja Gereja Kristen Sulawesi Tengah (GKST) Yordan Toinasa.

Keempat orang tersebut bukan mewakili pihak GKST, melainkan para pemuka agama Hindu di Desa Toinasa. Seorang penatua, semacam pelayan umat, lantas mempersilakan mereka untuk menduduki deretan kursi terdepan, tepat di depan mimbar tempat pendeta akan mewartakan injil.

Para tokoh agama Hindu ini bahkan dengan penuh takzim dan khusyuk mengikuti peribadatan dari awal hingga akhir. Demi melihat kejadian tersebut, saya langsung terkagum. Sebuah praktik toleransi level tinggi. Bahkan praktik semacam ini tak bisa ditemukan dalam indikator untuk mengukur Indeks Daerah Toleran.

Sebagai mantan pengurus Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) yang tergabung dalam Kelompok Cipayung, sebuah organisasi mahasiswa lintas agama, peristiwa semacam ini juga tidak pernah saya lihat terjadi.

Lazimnya dalam beberapa kegiatan keagamaan yang meliputi agenda ibadah, para undangan dari unsur pemuka agama lain hadir saat awal dan pamit menjelang pelaksanaan ibadah. Atau terkadang sebaliknya, mereka hadir setelah pelaksanaan ibadah kelar.

Pasalnya dalam konteks peribadatan yang dianggap sakral oleh kebanyakan orang, menghadiri dengan utuh proses ritual keagamaan bukan lagi bagian dimensi sosial, tapi sudah meliputi unsur religiositas sebuah agama yang tak punya ruang kompromi.

Hampir mustahil rasanya dilakukan oleh pemeluk agama lain. Ternyata anggapan saya keliru besar.

Tari Bali ikut mengisi dalam pelaksanaan ibadah Natal di GKST Yordan Toinasa (Foto: Istimewa)

Toleransi: Antara tradisi dan kewajiban

I Nyoman Sudirka (44), salah satu pemuka Agama Hindu yang hadir dalam perayaan tersebut, mengisahkan bahwa menghadiri perayaan umat agama lain, khususnya di Desa Toinasa, sudah berlangsung turun temurun.

“Kehadiran agama Hindu di Toinasa bersamaan dengan program transmigrasi pada era Presiden Soeharto. Banyak warga, termasuk dari daerah Bali, yang dipindahkan ke sini. Itu sekitar tahun 1979,” ungkapnya kepada Tutura.Id (31/12)

Baginya toleransi tak sekadar kewajiban, melainkan sudah jadi semacam tradisi. Bahkan bisa jadi budaya yang sudah mengakar kuat di Kampung Toinasa.

“Saya sudah sering menghadiri pelaksanaan ibadah Natal. Kalaupun tidak ada ibadah Natal, selama kami rasa umat Nasrani butuh dibantu kami pasti berpartisipasi. Tidak bisa dihitung sudah berapa kali saya menghadiri perayaan umat Nasrani. Bukan hanya di kampung ini, semisal umat Nasrani di kampung lain mengundang, perwakilan kami pasti datang,” lanjut Komang, sapaan akrab I Nyoman Sudirka.

Menurutnya, bentuk toleransi yang terbangun amat lentur di Toinasa turut dipengaruhi oleh praktik kawin-mawin antara warga transmigran asal Bali dengan Pamona, suku yang lebih dahulu mendiami daerah Poso dan sekitarnya.

“Tidak semua orang Bali di sini beragama Hindu. Pun sebaliknya. Kami berbangga, mungkin karena faktor tersebut yang bikin ikatan persaudaraan di antara kami makin kuat. Seperti slogan Kabupaten Poso, sintuwu maroso,” pungkas Komang yang juga anggota Parisada Hindu Dharma Indonesia Desa Toinasa.

Selepas menemui pemuka Agama Hindu, saya bergerak menjumpai Pendeta Sariana Laganda, Gembala Jemaat GKST Yordan Toinasa.

Menurutnya praktik toleransi antara umat beragama yang terjadi di Toinasa hadir dan mengakar lantaran satu sama lain menganggapnya bagian dari kewajiban.

“Soalnya kalau dibilang keharusan, punya kesan keterpaksaan. Kewajiban untuk toleran kepada umat Hindu seperti di sini akhirnya bisa jadi tradisi. Sebelum saya melayani di sini, tolerasi sudah erat dengan kehidupan umat,” jelas Pendeta Laganda.

Mualim yang baru dua tahun memulai pelayanannya di Desa Toinasa ini mengatakan bahwa sikap toleransi tak hanya mewujud dari kehadiran saat ibadah keumatan, tapi dalam aktivitas sosial sehari-hari.

“Waktu mau siapkan ornamen pohon Natal di halaman gereja, kami dibantu sama orang-orang dari Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI). Beberapa kali ibadah, pecalang (polisi adat Bali) juga ikut bantu pengamanan,” ungkapnya.

Pendeta Laganda juga mengakui prinsip tolerasi dari umat Hindu pada saat perayaan Natal se-klasis Pamona Barat. Beberapa anggota PHDI dilibatkan dalam panitia peneriman tamu.

“Bahkan semisal ada keluarga Bali Hindu yang kena peristiwa duka bahkan syukuran, saya sering diminta untuk ikut do’akan mereka,” kisahnya.

Wujud toleransi yang sudah membudaya di Desa Toinasa mendapat apresiasi Bupati Poso Verna Inkiriwang kala menghadiri ibadah pra-Natal, persekutuan perempuan GKST wilayah II (11/22).

Pendeta Laganda dan Komang mengharapkan generasi muda di Toinasa bisa terus menjaga ikatan persaudaraan yang kuat alias sintuwu maroso, salah satunya melalui praktik toleransi antarumat beragama.

Bagaimana perasaanmu setelah membaca artikel ini?
Suka
4
Jatuh cinta
2
Lucu
0
Sedih
0
Kaget
0
Marah
0
Mungkin tertarik
TUTURA.ID - Panduan memahami G20, forum yang bikin Indonesia jadi pusat perhatian dunia
Panduan memahami G20, forum yang bikin Indonesia jadi pusat perhatian dunia
Group of Twenty. Itu kepanjanganya. Forum ini penting karena merepresentasikan kekuatan ekonomi dunia. Namun sering…
TUTURA.ID - Menanti penerapan Teknologi Modifikasi Cuaca alias hujan buatan di Sulteng
Menanti penerapan Teknologi Modifikasi Cuaca alias hujan buatan di Sulteng
Beragam ikhtiar dilakukan untuk menurunkan hujan saat musim kemarau panjang seperti ini. Salah satunya menggunakan…
TUTURA.ID - Panduan Festival Danau Poso 2022: Rute, penampil, dan wisata
Panduan Festival Danau Poso 2022: Rute, penampil, dan wisata
Barangkali tak berlebihan bila menyebut FDP 2022 sebagai satu puncak promosi perdamaian, pariwisata, dan kebudayaan…
TUTURA.ID - Etgard Kalengke: Mempromosikan budaya Poso di Amerika Serikat
Etgard Kalengke: Mempromosikan budaya Poso di Amerika Serikat
Etgard Kalengke tak sabar menyanyikan lagu-lagu tradisional Poso yang telah diaransemen ulang dalam "East Coast…
TUTURA.ID - Darurat Kekerasan Seksual Di Sulteng