“Dalam sebulan kami meraup omzet sekitar Rp8 juta dari penjualan madu hutan. Itu dijual secara online lewat media sosial dan marketplace. Tetapi, sejauh ini lebih banyak pesanan via Instagram dan Whatsapp Business,” ungkap Muhammad Azis, anggota Kelompok Tani Hutan (KTH) Yelia Berseri kepada Tutura.Id, di Gerai KPH Dinas Kehutanan Sulteng, Palu, Selasa (25/7/2023).
Azis sedang bercerita tentang produk bernama Madu Asli Sofi. Produk hasil hutan bukan kayu (HHBK) itu memang tengah dikembangkan oleh Azis dan beberapa petani yang tergabung dalam KTH Yelia Berseri. Bahkan penjualannya sudah merambah hingga ke Jakarta dan Jogjakarta.
Madu Asli Sofi terdiri atas dua jenis yaitu cerana dan trigona. Dua jenis madu ini memiliki cita rasa berbeda dan dijual dengan harga berbeda pula.
“Kalo madu cerana harganya Rp75 ribu per botol ukuran 250 mililiter, sedangkan trigona dikasih harga Rp100 ribu dengan ukuran yang sama. Untuk cita rasanya, cerana lebih manis sementara trigona lebih kecut. Makanya, kadang ada klaim dari pembeli seolah-olah madunya tidak asli,” jelas Azis.
Azis menuturkan bahwa alasan di balik perbedaan harga dua jenis madu di atas karena kandungan yang terdapat di dalamnya.”Karena trigona mengandung propolis lebih baik dibanding cerana,” ujarnya.
Wawasan pengelolaan HHBK ini, lanjut Azis, diperoleh karena adanya intervensi dari pihak Pemerintah Propinsi (Pemprov) Sulteng.
“Setelah dibina oleh Dinas Kehutanan (Dishut) Sulteng dan Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Dolago Tanggunung, produksi budidaya lebah madu makin banyak. Dishut Sulteng juga lah yang memberikan dana hibah untuk pembuatan 300-an rumah lebah yang dikelola KTH Yelia Berseri,” pungkas Azis.
Lihat postingan ini di Instagram
Kembangkan pemasaran secara digital
Cerita keberhasilan masyarakat mengelola potensi HHBK, seperti penuturan Azis dan KTH Yelia Berseri di atas, rupanya tak bikin Dinas Kehutanan (Dishut) Sulteng merasa puas.
Segala cara dikerahkan oleh Dishut Sulteng agar produk turunan dari HHBK ini bisa mendapat ruang di pasaran, salah satunya melalui pengembangan pemasaran produk secara digital.
Upaya itu kemudian dituangkan lewat Pelatihan Digital Marketing dan Management E-Commerce dengan melibatkan salah satu entitas bisnis dan KTH se-Sulteng, dan telah berlangsung hingga tahap ketiga yang berlangsung di Gerai KPH, Dishut Propinsi Sulteng, Selasa (25/7/2023).
“Awalnya, acara ini dibikin di dalam kantor (Dishut Sulteng, red). Tapi, saya kemudian menggiring para peserta ke Gerai KPH untuk melihat secara langsung produk yang ada dan potensi yang masih bisa dikembangkan,” kata Muhammad Neng, pelaksana tugas (plt) Kepala Dinas Kehutanan Propinsi Sulteng usai kegiatan berlangsung.
Menurut Neng, ada tujuh potensi HHBK yang telah tersedia di Sulteng, antara lain: Madu, kopi, gula aren, rotan, dan ekowisata (air terjun, mangrove, dan lain-lain). Kemajuan teknologi bisa memajukan potensi-potensi tersebut.
“Teknologi internet bisa menghemat biaya promosi, lebih cepat, dan menjangkau pasar lebih luas lagi. Transaksi melalui e-commerce juga akan tercatat secara online,” lanjut Neng.
Selain itu, pemilihan peserta yang tepat dengan kegiatan pelatihan ini akan membantu transformasi pemasaran, dari yang sebelumnya lebih dominan offline menjadi online.
“Peserta kegiatan ini kan rata-rata dari generasi milenial. Kita tahu bahwa generasi ini sangat melek teknologi, mudah beradaptasi, dan banyak kreatifitas," pungkas Neng.
I Wayan Susanto, pelaksana harian (plh) Kepala Bidang Penyuluhan, Pemberdayaan Masyarakat, dan Hutan Adat (P2MHA) Dishut Sulteng menambahkan, bahwa setelah pelatihan tiga tahap ini KTH dan KPH yang tersebar di Sulteng, bisa langsung segera mempraktekan hasilnya.
“Selama ini kan produk-produk masih dijual secara konvesional atau dibeli di gerai KPH ini. Nah, kami berharap setelah ini produk bisa dipasarkan lebih luas lagi lewat e-commerce seperti shopee, lazada, dan semacamnya,” terang Wayan
Menurut data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (2023), hingga saat ini ada sekitar 371 KTH dan 41 unit Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) dibawah naungan Pemprov Sulteng.
Demi mendukung pemasaran produk secara digital, Dishut Propinsi Sulteng juga menggandeng Deutsche Gesellschaft fur Internationale Zusammenarbeit (GIZ)-Forclime perwakilan Sulsel.