Empat peninggalan sejarah masuknya Islam di Lembah Palu
Penulis: Juenita Vanka | Publikasi: 29 April 2023 - 18:16
Bagikan ke:
TUTURA.ID - Empat peninggalan sejarah masuknya Islam di Lembah Palu
Bukti penyebaran Islam di masa-masa awal, dapat disaksikan melalui koleksi Alquran dan naskah tua di Museum Sulteng. (Foto: Muh. Syukuran)

Perjalanan Islam masuk ke Lembah Palu terjadi sekitar abad ke-17. Dibawa ulama dari Minangkabau  melalui jalur perairan. Kemudian disusul oleh orang-orang Bugis Mandar dan dilanjutkan oleh orang-orang Arab.

Aktivitas penyebaran Islam di masa-masa awal itu, masih bisa ditelusuri dari jejak yang ditinggalkan. Meski telah terjadi berabad-abad yang lalu, namun jejaknya masih terawat dengan baik.  

Adapun peninggalan sejarah Islam di Lembah Palu yang bisa dilihat hingga saat ini, dalam berbagai bentuk dan tersebar di beberapa tempat. Jejak peninggalan ini berupa makam, Alquran dan naskah kuno, hingga bangunan ibadah.

Tutura.Id merangkum empat jejak peninggalan sejarah  masuknya Islam di Lembah Palu.

Makam Dato Karama

Kompleks makam Dato Karama di Jalan Selar, Kelurahan Lere, Kota Palu. Makam ini telah menjadi situs cagar budaya. (Foto: Ken Tsuyoshi Limboki)

Dalam “Sejarah Dato Karama (Abdullah Raqi), Ulama Pembawa Islam Dari Minangkabau Ke Sulawesi Tengah” yang ditulis oleh Nurdin dan Harsul Maddini (Dosen Universitas Islam Negeri Datokarama Palu), Islam pertama kali masuk ke Lembah Palu dibawa oleh Abdullah Raqi.

Dia merupakan ulama yang berasal dari Minangkabau yang berlayar hingga ke Lembah Palu. Kedatangannya di Teluk Palu yang kala itu dianggap aneh dan dipercaya mempunyai kekuatan magis atau mobaraka, membuatnya diberi sebutan Dato Karama yang berarti orang mulia yang memiliki  kesaktian, oleh Raja Besusu, Pue I Nggari yang ia temui pada saat pertama kali datang ke Lembah Palu.

Dato Karama dalam dakwahnya, menggunakan pendekatan syariat, budaya, seni dan tasawuf.  Setelah wafat, jasad Dato Karama kemudian dimakamkan satu kompleks bersama istri dan 2 orang anaknya.

Kini kompleks kuburan Dato Karama yang terletak di Jalan Selar, Kelurahan Lere, Kota Palu itu ditetapkan sebagai situs Cagar Budaya oleh pemerintah. Di kompleks makam ini juga terdapat makam para pengikut setianya,  yang terdiri 9 makam laki-laki, 11 makam wanita dan 2 makam yang tidak diketahui identitasnya.

Makam Pue Njidi

Kompleks makam Pue Njidi, tampak dari luar. Dia adalah Raja Kabonena yang menerima Islam dari Dato Karama,. (Foto: Ken Tsuyoshi Limboki)

Pue Njidi adalah Raja Kabonena. Menurut catatan sejarah, dirinya hidup dalam periode yang sama dengan Dato Karama. Di prasasti kompleks makamnya, ditulisakan kisahnya yang berduel kesaktian dengan Dato Karama.

Dikisahkan Pue Njidi mengajak Dato Karama untuk bertanding menanam rica atau cabe. Pada saat waktu sore ketika mereka akan memetik rica, ternyata punya pohon rica milik Dato Karama yang lebih dulu berbuah dan masak. Melihat itu, Pue Njidi yakin bahwa Dato Karama memiliki kesaktian. Dia dan seisi rumahnya pun memilih untuk memeluk agama Islam.

Pue Njidi pernah disebut-sebut sebagai raja pertama yang menyambut kedatangan Dato Karama saat pertama kali berlabuh di pantai Teluk Palu. Namun Nurdin dan Harsul Maddini (Dosen Universitas Islam Negeri Datokarama Palu), dalam bukunya yang berjudul “Sejarah Dato Karama (Abdullah Raqi), Ulama Pembawa Islam Dari Minangkabau Ke Sulawesi Tengah”, menuliskan bahwa Raja Besusu, Pue I Ngari lah yang menyambut Dato Karama.

Keterangan ini  merujuk catatan dokumen milik Nicolaas Adriani  dan Albertus Christiaan Kruyt  (A. C. Kruyt) pada 1912, menyebutkan Raja Besusu Pue I Ngari menyambut Dato Karama. Di bagian kesimpulan buku disebutkan catatan Belanda ini masuk akal, karena letak Besusu lebih dekat dengan pantai dan tidak terhalang Sungai Palu.  

Masjid Tua di Wani

Masjid Tua Wani memiliki arsitektur yang unik. Perpaduan budaya Arab, Melayu dan Tionghua. (Foto: Ken Tsuyoshi Limboki)

Masjid Al Amin di Desa Wani, Kecamatan Tanantovea, Kabupaten Donggala, yang dibangun oleh Sayyid Aqil Al-Mahdali ulama yang berasal dari arab, menjadi masjid tertua peninggalan jejak islam di Lembah Palu.

Dilansir dari liputan6.com, masjid bergaya Arab, Melayu dan Tionghoa ini dibangun pada tahun 1906 dan masih kokoh berdiri. Masjid ini telah beberapa kali dipugar dan telah ditetapkan seagai Cagar Budaya oleh pemerintah.

Keberadaan masjid  merupakan saksi penyebaran Islam yang dilakukan oleh Sayyid di wilayah Wani dan sekitarnya. Di dalam kompleks masjid ini juga ditemukan makam Sayyid dan keluarganya.

Tempat bersejarah yang menjadi kebanggaan warga Wani ini, menjadi tempat wisata religi bagi siapa saja yang ingin berziarah dan melihat bukti peradaban Islam di Lembah Palu.

Alquran Tua di Museum Sulteng

Arkelogo Sulawesi Tengah,  Iksam Djorimi, menerangkan alur penyebaran Islam di Nusantara dan prosesnya masuk ke Lembah Palu. Selain itu, dirinya juga menunjukan alquran dan naskah tua terkait penyebaran Islam di daerah ini. (Foto: Muh. Syukuran)

Alquran dan beberapa naskah tua bukti penyebaran Islam di Sulteng pada masa awal, bisa ditemukan di Museum Sulteng.  Salah satu Arkeolog, Drs. Iksam Djorimi, M.Hum, yang ditemui di museum, menjelaskan alquran dan naskah tua tersebut masih dalam bentuk prima dan dipelihara dengan  baik.

Dia mengungkapkan alquran dan naskah tua tersebut berasal dari periode waktu sekitar  abad ke-16 dan dibawa melalui jalur laut atau yang lebih dikenal dengan jalur rempah. Alquran ini ditulis oleh mubaligh Minangkabau, yang merupakan mubaligh awal yang menyiarkan Islam di Lembah Palu.

Ada juga naskah yang ditulis dengan gaya Arab dan Arab-Melayu dan ada pula naskah kuno ditemukan dengan huruf-huruf lontara berbahasa Bugis dan Makassar.  Naskah ini berbahan kulit kayu berisi ilmu hakikat syariat, ataupun yang behubungan dengan fiqih yaitu hukum-hukum islam.

Keberadaa sejumlah alquran tua dan naskah-naskah tersebut merupakan hasil survei yang dikumpulkan dari masyarakat, kemudian dijadikan koleksi oleh Museum pada tahun 1980-an. Iksam menyebut  usia alquran ini telah dibuktikan melalui tes kertas di laboratorium. Disamping bukti paling menonjol yakni gaya tulisan yang digunakan mengikuti zaman atau waktu ditemukannya alquran tersebut.

Bagaimana perasaanmu setelah membaca artikel ini?
Suka
7
Jatuh cinta
4
Lucu
1
Sedih
0
Kaget
2
Marah
0
Mungkin tertarik
TUTURA.ID - Aksi sang penakluk api di Kota Palu
Aksi sang penakluk api di Kota Palu
Menjadi petugas pemadam kebakaran bukan perkara gampang. Pun demikian, sebagian warga tetap saja memberikan respons…
TUTURA.ID - Festival Dade Reme Vula, upaya membangkitkan kembali tradisi perayaan saat bulan purnama
Festival Dade Reme Vula, upaya membangkitkan kembali tradisi perayaan saat bulan purnama
Dulunya orang Kaili kerap melakukan pesta rakyat saat Bulan Purnama tiba. Tradisi ini kembali dihidupkan…
TUTURA.ID - Garong penutup saluran air trotoar asyik beraksi
Garong penutup saluran air trotoar asyik beraksi
Penutup saluran air yang ada di sepanjang trotoar berulang kali jadi sasaran pencurian. Harus ada…
TUTURA.ID - Cerita kesaksian pendamping korban kekerasan seksual
Cerita kesaksian pendamping korban kekerasan seksual
Empat praktisi bersaksi atas pengalaman mereka mendampingi korban kekerasan seksual. Tidak mudah. Keberpihakan kepada korban…
TUTURA.ID - Darurat Kekerasan Seksual Di Sulteng