Pemerintah Kota Palu akan menerapkan pembatasan penggunaan kantong plastik dan styrofoam.
Kebijakan itu termaktub dalam Surat Edaran Wali Kota Palu tentang Pembatasan Penggunaan Kemasan Plastik Sekali Pakai dan Styrofoam. Surat Edaran Walikota Nomor 100.3.4.3/2591/DLH/2023 itu akan mulai diterapkan per 1 Agustus 2023.
“Sementara ini untuk toko atau ritel perbelanjaan. Nanti kemudian bertahap ke pasar tradisional, dan ujungnya kepada masyarakat," ujar Sekretaris Dinas Lingkungan Hidup Kota Palu, Ibnu Mundzir, saat dihubungi Tutura.Id, Rabu malam (26/7/2023).
Kebijakan pembatasan kantong plastik dan styrofoam ini tengah disosialisasikan kepada pelaku usaha. Menurut Ibnu, Pemkot Palu juga akan melakukan sosialisasi dan edukasi pemakaian kantong belanja ramah lingkungan hingga level kelurahan.
Plastik sekali pakai dan styrofoam memang jadi problem utama dalam pengelolaan sampah. Masalahnya, sampah plastik butuh waktu puluhan hingga ribuan tahun untuk terurai secara alami. Alhasil, plastik jadi ancaman bagi lingkungan, mencemari tanah dan laut.
Di Kota Palu, riset soal dampak cemaran sampah plastik pernah pula dipublikasikan oleh Ekpedisi Sungai Nusantara (ESN). Riset itu menyimpulkan bahwa perairan Teluk Palu tercemar mikro plastik--yang bisa memicu bahaya kesehatan, seperti kanker dan alergi.
Pada tahun 2022, Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN) mencatat bahwa persentase sampah plastik di Kota Palu mencapai 10,43 persen. Adapun timbunan sampah tahunan di Kota Palu berjumlah sekitar 74 ribu ton.
Merujuk data tersebut, artinya di Kota Palu, pada 2022 ada sekitar 7,7 ton sampah plastik. Angka tersebut semakin menguatkan urgensi untuk melakukan pembatasan penggunaan kemasan plastik.
View this post on Instagram
Masalah hilir, belum ke hulu
Pemkot Palu pun menyebut bahwa proses pembatasan ini bakal dilakukan secara bertahap.
"Tentu kita tidak bisa sekaligus, ada faktor sosial masyarakat yang harus kita pahami. Harusnya kita lebih peduli pada edukasi bahwa ada bahaya besar andai kata tidak diatur soal sampah plastik ini,” kata Ibnu.
Sebagai catatan, sebelumnya sudah ada Peraturan Wali Kota Palu Nomor 40 Tahun 2021 tentang Pembatasan Penggunaan Plastik Sekali Pakai dan Styrofoam.
Pada Pasal 6 terjelaskan bahwa pelaku usaha wajib mengupayakan kemasan alternatif yang ramah lingkungan—bisa didaur ulang.
Bila melakukan pelanggaran, sebagaimana diatur dalam Pasal 7, Pemkot Palu—melalui perangkat yang membawahi lingkungan hidup—bisa memberikan teguran tertulis hingga tiga kali.
Kalau tetap melanggar usai tiga kali peringatan, bakal ada mekanisme “uang paksa” (denda) senilai Rp5 juta yang disetorkan ke kas daerah. Ada pula ancaman berat berupa pencabutan izin.
Seluruh sanksi yang termaktub dalam Perwali 40/2021, mulai diberlakukan beriring dengan keluarnya SE Wali Kota Palu tentang Pembatasan Penggunaan Kemasan Plastik Sekali Pakai dan Styrofoam.
Sekadar catatan, poengelolaan sampah merupakan satu konsep yang harus berjalan dari hulu ke hilir. Tidak melulu menagih komitmen konsumen, tetapi juga harus mendesak pertanggungjawaban produsen alias mereka yang memproduksi atau mendistribusikan barang yang menggunakan kemasan.
Hal ini juga sudah diatur dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Nomor 75 Tahun 2019 mengenai peta jalan pengurangan sampah di Indonesia 2020-2029. Selain produsen, aturan tersebut juga ditujukan kepada restoran, kafe, hotel, dan sebagainya.
Dinas Lingkungan Hidup Kota Palu, kata Ibnu, saat ini masih berfokus pada soalan hilir dari sampah plastik. Belum menyentuh perkara hulu seperti industri atau distributor yang memproduksi barang dengan kemasan plastik.
"Belum sampai di situ. Akan bertahap. Di hilirnya dulu kemudian ke hulunya. Istilahnya kita cari cari yang paling memungkinkan untuk diintervensi," katanya.