19 November 2024. Akun Festival Titik Temu (FTT) di Instagram mengunggah poster berisi foto sebuah band bernama Extace.
Sosok-sosok dalam bingkai tersebut sudah tak asing bagi saya. Ada Indra Dharma Inta, Didi Moula, Raymond Kuhe, dan seorang perempuan.
Dua nama yang tertulis pertama adalah gitaris Temperament Navigasi yang memainkan grunge.
Sedangkan Raymond alias Emon tergabung dalam duo Guritan Kabudul yang sangat nge-folk. Sosok terakhir dalam foto itu masih belum familier bagi saya.
Temperament Navigasi dan Guritan Kabudul sama berasal dari Tentena, Kabupaten Poso, yang berjarak sekitar 270 kilometer dari Palu.
Posisi kotanya menghuni sebagian wilayah pegunungan dan perbukitan dengan rerata ketinggian 547 meter di atas permukaan laut. Ini yang membikin hawa di Tentena sejuk lagi dingin.
Saya yang orang Palu terbiasa dengan cuaca panas mungkin bakalan suka atau malah menggigil jika kelak berkunjung.
Bersama bandnya masing-masing, Quwo—sapaan akrab Indra, Didi, dan Emon cukup sering bermain ke Palu.
Perkenalan awal saya dengan mereka terjadi ketika Temparament Navigasi dan Guritan Kabudul mengisi panggung FTT edisi pertama pada 2022 di Gelora Bumi Kaktus.
Tanpa menunggu lama, jari saya langsung mengetuk akun Extace di Instagram yang terlampir dalam unggahan foto tadi, mengklik tautan Spotify band ini, lalu mendengarkan semua lagu dalam album perdana mereka.
Dan sejak saat itu, lagu-lagu mereka mengisi daftar putar akun Spotify saya. Seolah tiada hari tanpa mendengarkan lagu-lagu Extace.
Lagu “Repertoar 130” yang mengisi trek pembuka album menjadi lagu mood booster saban pagi. Komposisi musiknya rancak. Liriknya menggunakan bahasa Pamona dan Inggris dalam balutan musik dengan tempo 130 Beat Per Minute.
Bagi orang yang mempelajari seni musik, tempo 109–132 BPM termasuk dalam kategori allegro. Artinya musik yang cepat, ceria, dan tangkas. Kerap dijadikan lagu untuk menemani aktivitas berolahraga.
View this post on Instagram
Memanfaatkan kedatangan mereka ke Palu sebagai penampil di FTT 2024 (29–30 November), saya langsung bikin janji bertemu via Emon. Ingin rasanya mengetahui lebih banyak tentang Extace.
29 November 2024. Hari yang disepakati. Kami sua di Kosta Kopi yang persis terletak di seberang Taman GOR Palu. Quwo, Emon, Didi, dan Eliseba Lumentut, nama sang vokalis yang jadi satu-satunya perempuan dalam band ini, datang dengan tampilan kasual.
Ikut hadir Icon Todaga, seniman mural dan ilustrator sekampung halaman.
Sambil menyesap kopi, kami mengobrol. Saya menggali awal mula kehadiran band ini.
“Extace sebenarnya berlima. Satu orang lagi tidak bisa ikut main karena masih di Yogyakarta. Namanya Randa Menggilona. Dia yang bikin bebunyian electronic menggunakan sequencer,” kata Emon membuka obrolan.
Jika di Guritan Kabudul bertugas jadi pemain gitar, Emon bersama Extace duduk di belakang set drum. Sementara Quwo mencabik senar bass.
Berawal dari Akar, mekar sebagai Extace
Quwo sang pendiri mengungkap bahwa embrio Extace sudah ada sejak akhir 2019. Kala itu, ia bersama Criss Myles—yang juga gitaris Temperament Navigasi—sepakat membentuk trio bernama Akar dengan tambahan Windi Wondal sebagai vokalis.
Bersama formasi ini, plus beberapa personel lainnya sebagai additional players, lagu “Kucinta Kau Tapi Syarat Kau Harus Melepaskan Dirinya” (KKTSKMD), “Insomnia”, dan “Pamit” sudah mulai mereka hadirkan kala tampil.
Jika menyimak versi awal ketiga lagu tersebut, perpaduan antara musik trip hop, blues, dan retropop sudah lamat-lamat terasa.
Formasi ini sayangnya hanya berumur tak lebih dari setahun. Windi dengan warna vokal mirip Bjork terpaksa harus meninggalkan Tentena menuju Jakarta untuk melanjutkan kuliah.
Ketiadaan pengganti sepadan bikin Quwo terpaksa harus menepikan sejenak proyek ini yang telah diidamkannya sejak lama.
Pun demikian, di sela kegiatan bermusiknya bersama Temperament Navigasi, Quwo tetap mencicil materi lagu-lagu yang sejalan dengan warna musik proyek barunya ini kelak. Perkara kapan bakal utuh terwujud adalah persoalan lain.
“So lama kita (saya dalam ragam percakapan di Tentena, red.) penasaran bikin lagu-lagu model begini. Soalnya jarang kita dengar musik yang seperti ini,” ujar Quwo yang menggemari Bjork, Massive Attack, dan Portishead.
Beriring perjalanan waktu, halimun yang selama ini menyelimuti Akar perlahan tersingkap.
Tasya Sumule, lagi-lagi dari Temperament Navigasi, bersedia menggantikan posisi yang ditinggalkan Windi.
Didi, Emon, dan Randa juga sudah hadir melengkapi formasi. Pada fase ini nama Akar mereka sepakati berganti Extace.
“Tace itu nama panggilannya Tasya. Jadi cara bacanya harus menggunakan lidah Indonesia. Cuma biasanya orang-orang menyebut kami Ekstesi. Ada juga yang bilang Ekstase. Torang (kami, red.) kasih kebebasan saja orang-orang mau sebut bagaimana,” ungkap Quwo tentang pelafalan nama bandnya.
Lantaran tak mau lagi kehilangan momentum, Extace bergerak cepat menyelesaikan debut album. Dus, dua lagu berhasil direkam bersama Tasya, yakni “Insomnia” dan “KKTSKMD”.
Bersama para personel baru, takaran psikedelik blues, atmosfer trip hop nan electronic, dan unsur retropop ala musik era 70-an makin kental dalam ramuan musik Extace.
Namun, belum sempat menuntaskan seluruh sesi rekaman, Tasya pamit undur meninggalkan Tentena. Ia diterima bekerja di Palu. Sebelum pamit, Tasya merekomendasikan calon penggantinya. Sosok itu adalah Bella, sapaan Eliseba.
“Saya rasa cocok kalau Bella yang isi vokal . Warna suaranya mirip dengan Windi yang memang jadi kebutuhan untuk lagu-lagu dengan genre yang diusung Extace,” ungkap Tasya (30/11).
Ternyata apa yang dikatakan Tasya benar adanya. Karakter suara milik Bella jadi kepingan yang selama ini dibutuhkan untuk melengkapi lagu-lagu Extace.
“Bella bukan sosok asing. Saya berteman baik dengan papanya yang juga seorang gitaris. Sebelumnya dia ada bikin duo dengan Etgard Kalengke, namanya Belgard. Dorang (mereka) menyanyikan lagu-lagu cover, lalu upload di YouTube. Hanya saja waktu itu Bella sudah lumayan lama menghilang dari peredaran,” jelas Quwo.
Bella yang mengaku hiatus karena alasan pribadi langsung merasa bergairah lagi menyanyi ketika menerima sodoran demo lagu-lagu Extace.
“Setelah dengar semua lagu-lagunya, saya langsung suka. Klop dengan timbre vokalku. Musiknya unik. Ada blues-nya. Electronic-nya juga ada. Punya daya magis yang menyihir. Seperti perasaanku setiap mendengarkan lagu-lagunya Amy Winehouse. Dari situ saya merasa cocok menyanyikan lagu-lagu Extace. Waktu rekaman, dalam sehari saya bisa menyelesaikan empat lagu,” kata Bella semangat.
Emon menambahkan bahwa warna suara yang dimiliki Bella seolah langsung menyatu dengan lagu-lagu Extace.
“Kami jadi tidak perlu terlalu banyak memberikan pengarahan tentang seperti apa cara membawakan lagu-lagu dalam album ini. Cepat sekali prosesnya. Bahkan hasilnya jauh lebih unik dari yang sebelumnya kami bayangkan,” terang Emon.
Sebelum datang ajakan mengisi vokal dalam album Extace, Bella menemani Quwo berduet menyanyikan single berjudul “Lingkar Maya”. Sebuah lagu yang dipersembahkan Quwo untuk mengenang ayah Bella—sahabatnya sejak SMA—yang belum lama berpulang.
Merasa harus melanjutkan apa yang sebelumnya telah ia mulai, sekaligus mengabulkan permintaan mendiang ayahnya, Bella mantap kembali bernyanyi.
Agustus 2024, diingat Bella jadi kali pertama formasi paling gres Extace berkumpul.
Kesamaan selera dan gairah yang meletup setelah lama terpendam bikin sesi rekaman debut album Extace berlangsung cepat. Hanya sekitar sebulan.
Didi menangani langsung keseluruhan proses, mulai dari rekaman, mixing, hingga mastering di DM Record, Tentena.
“Hari pertama ketemu, energinya torang semua langsung selaras. Walaupun saya personel paling muda, tapi selera musik, humor, dan topik-topik obrolan yang kami bahas sama. Semuanya terasa cocok. Semesta juga seolah ikut mendukung perjalanan band ini. Selama kami terbentuk, setiap apa yang kami kerjakan selalu diberikan kelancaran. Nyaman juga rasanya, kan, ada di tengah orang-orang yang saling suportif,” tutur Bella yang tahun ini berumur 21.
Debut album yang bikin adiksi
Bertepatan Hari Pahlawan, 10 November 2024, album perdana Extace berjudul Melancholia Infinity rilis di berbagai platform layanan pengaliran musik. Isinya memuat enam lagu. Sebuah mini album.
“Kami bertekad menyelesaikan album dengan cepat. Sengaja karena berkejaran dengan tenggat waktu submit karya untuk main di FTT. Untungnya kesampaian,” jelas Quwo.
Keseluruhan lagu dan lirik diciptakan oleh Quwo. Personel yang lain diberikan kebebasan untuk mengisi bagiannya masing-masing guna memperkaya setiap lagu.
Secara garis besar, album ini mengandung makna kesedihan yang mendalam. “Kesedihan tak berujung. Selama hiatus kemarin, saya merasakan semua yang dibicarakan dalam album ini. Makanya ada beberapa lagu yang saya cukup kesulitan saat melakukan proses rekamannya. Terbawa suasana sampai kita te bisa mau tahan air mata keluar,” ungkap Bella.
Quwo menjelaskan bahwa lagu “Repertoar 130” adalah respons kekecewaannya melihat konflik dan perang yang masih melanda dunia saat ini.
Lalu ada “Ujung Penantian” yang berisi duka kehilangan sosok tercinta. “Adiksi” merupakan penggambaran hedonisme yang bisa berujung depresi.
Tembang “KKTSKMD” tentang dilematisnya hubungan cinta segi tiga sepasang insan. “Insomnia” bicara seperti judulnya. Sedangkan “Pamit” yang menempati lagu urutan terakhir bicara soal kematian.
Pendeknya, Melancholia Infinity hadir memberikan sajian lain di tengah skena musik Sulawesi Tengah, bahkan di Indonesia menurut saya.
Sila sebutkan band apa yang hari-hari belakangan ini mengawinkan subgenre trip hop, psikedelik blues, dan retropop? Jika ada, jumlahnya mungkin tak lebih dari hitungan jari.
30 November 2024. Hari kedua penyelenggaraan FTT. Extace menandai debut penampilannya di RNR Stage. Awalnya mereka dijadwalkan mengisi Classy Stage, sebuah panggung terbuka yang ukurannya lebih kecil.
Lantaran hujan tak kunjung reda yang membasahi basah panggung tersebut, Quwo dkk. beraksi di panggung utama.
Saya tentu saja berdiri paling depan. Bergoyang dan ikut menyanyikan lirik lagu-lagu mereka yang berhasil saya hapal. Serupa ekstasi, suguhan musik Extace bikin saya adiksi.
Kelar FTT, Extace bertekad ingin terus memperlebar jangkauan dan menambah portofolio dengan cara manggung lebih sering.
Jika hanya mengincar kesempatan tampil mengisi acara-acara musik di Tentena, jumlahnya jadi sangat terbatas.
Pasalnya, menurut mereka, masih sangat jarang ada acara-acara musik di Tentena. Berbeda dengan di Palu.
“Makanya torang ada rencana mau bikin peluncuran mini album di beberapa tempat, seperti di Palu, Morowali, atau tempat-tempat lain. Kecil-kecilan saja tempatnya juga tidak apa-apa, yang penting torang bisa main. Mungkin tahun baru torang eksekusi,” pungkas Didi.
Semoga.
musik Extace Festival Titik Temu Tentena Posos Pamona trip hop psikedelik blues retropop Temperament Navigasi Guritan Kabudul Akar album Melancholia Infinity DM Record