Fenomena apartemen walet di Tolitoli
Penulis: Stepanus W Bo’do | Publikasi: 31 Mei 2024 - 14:36
Bagikan ke:
TUTURA.ID - Fenomena apartemen walet di Tolitoli
Ilustrasi salah satu bangunan yang dijadikan rumah walet di Kabupaten Parigi Moutong. Gedung yang biaya pembangunannya mencapai Rp315 juta ini diambil dari Dana Desa | Sumber: parigimoutongkab.go.id

Kembali mengunjungi Toli toli setelah sepuluh tahun, saya menemukan perubahan yang mencolok di kota yang dulu dikenal sebagai "Kota Cengkeh" itu.

Salah satu perubahan paling mencolok adalah kemunculan gedung-gedung tinggi yang menjulang di sepanjang jalan hingga ke pusat kota. Gedung-gedung ini mirip dengan apartemen, tetapi bukan untuk manusia, melainkan untuk burung walet.

Saya berkunjung ke Tolitoli menumpang bus angkutan Lorena yang mengambil jalur wliayah “Pantai Barat”.  Ketika singgah beristirahat di Warung Batu Kucing di Alindau, Sindue Tobata, perhatian saya teralihkan oleh suara musik yang mirip suara burung walet, bersaing dengan suara ombak pantai.

Suara itu muncul dari balik sebuah menara di antara warung dan rumah pemiliknya. Mereka memberitahu saya bahwa itu adalah suara musik pemancing walet.

Menjelang pagi, bus berhenti di Buga, Kecamatan Ogodeide. Suasana pagi yang segar diramaikan oleh riuhnya suara burung walet yang berkejaran di udara.

Menara masjid bersaing dengan gedung-gedung yang lebih besar ukurannya dari menara yang saya lihat di Alindau. Rata-rata berdiri di dekat rumah-rumah penduduk. Karena sangat mirip apartemen bertingkat dengan lubang-lubang berjejer rapih, saya menyebutnya “apartemen walet”.

Selanjutnya, sepanjang perjalanan dengan pemandangan gunung dan lembah yang hijau, garis pantai yang indah, saya melihat  gedung-gedung ini tampak menonjol di tiap permukiman warga.

Bahkan ketika memasuki kota, jumlahnya makin banyak dan berdekatan satu sama lain. Menara Masjid Agung Al Mubarak yang ikonis masih mempertahankan bentuk buah cengkeh, tapi rasanya kota ini bukan lagi “Kota Cengkeh”. Sudah menjadi “Kota Walet”.

Ilustrasi salah satu bangunan yang dijadikan apartemen walet | Sumber: facebook.com/idmwaleters

Keuntungan finansial dan dampaknya

Satu dekade silam, saya mengalami Tolitoli sebagai kota yang tenang. Perkebunan cengkehnya luas dan subur. Saya mendengar cerita bahwa ada saja orang yang memiliki kebun cengkeh lebih dari satu gunung luasnya.

Para pemetik cengkeh musiman berdatangan dari berbagai daerah sekitar. Hasilnya bisa membeli motor bahkan mobil secara tunai.

Sekarang di masa panen cengkeh, gelaran tikar jemuran cengkeh tidak lagi seramai dulu. Saya bertanya kepada beberapa orang tentang cengkeh. Narasinya sudah jauh berubah.

Mereka mengeluhkan pohon-pohon yang sudah menua, butuh pupuk dan perawatan lebih, bagi hasil dengan pemetik semakin besar, dan beragam keluhan lain. Badan-badan jalan tidak banyak lagi menjadi tempat gelaran tikar untuk warga menjemur cengkeh.

Gedung-gedung tinggi yang saya sebut sebagai "apartemen walet" telah mendominasi pemandangan kota. Gedung-gedung ini dibangun khusus untuk burung walet, dirancang agar burung-burung tersebut datang dan bersarang.

Suara musik yang diputar sepanjang waktu dari gedung-gedung ini menjadi cara untuk memancing burung walet datang.

Keuntungan finansial dari sarang walet sangat menggiurkan. Saya bertemu beberapa pemilik apartemen walet dan terkejut mendengar hasil fantastis dari usaha ini.

Harga jual sarang walet yang mencapai sekitar 10 juta rupiah per kilogram tanpa perlu dibersihkan membuat banyak orang tertarik untuk berinvestasi dalam bisnis ini.

Gosip yang berembus mengatakan bahwa seorang pengusaha walet bisa menghasilkan hingga 30 kilogram sekali musim panen. Hitunglah sendiri berapa penghasilannya.

Di balik fenomena walet dan apartemen walet ini saya melihat ada kompleksitas yang melibatkan ekonomi, lingkungan, dan kelestarian burung walet.

Permintaan tinggi, kualitas dan kelangkaan sarang berkualitas tinggi, serta proses panen yang rumit memang berkontribusi pada tingginya harga.

Tidak heran jika petani cengkeh, coklat, petani sawah, bahkan pedagang di kota mulai beralih atau menambah usaha mereka dengan usaha sarang walet.

Transformasi ini tentu saja mempengaruhi konsentrasi dan spesialisasi dalam bidang pertanian komoditas utama di Tolitoli, seperti cengkeh.

Ilustrasi para petugas dari Dinas Pertanian Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur, melakukan surveilance rumah sarang burung walet | Sumber: probolinggokab.go.id

Dampak lingkungan dan sosial

Perubahan ini tidak hanya mengubah pemandangan kota, tetapi juga membawa berbagai konsekuensi lingkungan dan sosial. Tata ruang kota berubah secara signifikan dengan munculnya gedung-gedung apartemen walet.

Seorang mahasiswa saya bercerita bahwa di desanya, banyak sawah yang ditimbun untuk mendirikan gedung apartemen walet.

Walet suka di area pertanian. Namun, konsekuensinya bikin sawah-sawah ditimbun. Alhasil ini mengurangi lahan pertanian yang sebelumnya menjadi andalan warga.

Selain itu, gangguan suara dari gedung-gedung apartemen walet yang berdekatan satu sama lain terdengar selama 24 jam, menciptakan kebisingan yang mungkin mengganggu kehidupan sehari-hari warga sekitar.

Harga tinggi memicu perburuan sarang walet yang tidak terkendali, mengganggu siklus reproduksi dan kelestarian populasi walet.

Praktik panen yang tidak semestinya dapat merusak sarang dan mengganggu reproduksi walet, serta menimbulkan masalah kesehatan dan stres pada burung walet.

Selain dampak fisik, ada juga dampak ekologis yang perlu dipertimbangkan. Walet adalah burung yang memiliki peran penting dalam ekosistem, termasuk dalam penyerbukan tanaman.

Perubahan habitat yang drastis dan intensifikasi budidaya walet bisa membuat keseimbangan ekologis terganggu. Pertumbuhan populasi walet yang tidak terkendali dalam area yang padat juga dapat menimbulkan masalah kesehatan bagi masyarakat.

Tugu Cengkeh yang ada di pusat Kota Tolitoli. Sebuah tengara yang melambangkan betapa daerah ini merupakan penghasil cengkeh | Sumber: commons.wikimedia.org/Rukly Chahyadi

Perspektif komunikasi lingkungan hidup

Dari perspektif komunikasi lingkungan hidup, perubahan ini membawa konsekuensi pada makin pentingnya dialog dan pemahaman yang mendalam antara pemerintah, masyarakat, dan pemangku kepentingan lainnya.

Komunikasi yang efektif diperlukan untuk mengedukasi masyarakat tentang dampak jangka panjang dari investasi besar-besaran dalam pembangunan apartemen walet.

Pemerintah daerah perlu mengambil peran aktif dalam mengatur perizinan pembangunan rumah-rumah walet agar tidak merusak tata ruang kota dan mengganggu keseimbangan ekologi.

Regulasi yang ketat dan penegakan hukum yang tegas diperlukan untuk memastikan pembangunan apartemen walet dilakukan secara berkelanjutan dan bertanggung jawab.

Selain itu, perlu ada kajian mendalam tentang dampak lingkungan dan sosial dari perubahan ini, serta solusi untuk mengurangi dampak negatifnya.

Perubahan yang terjadi di Tolitoli dari “Kota Cengkeh” menjadi “Kota Walet” menunjukkan bagaimana dinamika ekonomi dapat mengubah wajah bahkan struktur sebuah kota.

Namun, perubahan ini harus dikelola dengan baik untuk memastikan bahwa keuntungan ekonomi tidak mengorbankan kelestarian ekosistem lingkungan dan kualitas hidup masyarakat.

Berbekal pendekatan komunikasi lingkungan hidup yang baik, diharapkan semua pihak dapat bekerja sama untuk menciptakan Tolitoli yang berkelanjutan dan harmonis, di mana warisan cengkeh tetap dijaga sambil mengakomodasi peluang ekonomi baru dari sarang walet.

Stephanus W Bo'do, pengajar Komunikasi Lingkungan di Kampus Kaktus

Catatan redaksi: Tulisan opini merupakan pandangan pribadi penulis. Tutura.Id menerima tulisan berbentuk opini sebagai usaha untuk memperkaya perspektif dalam melihat sebuah fenomena dan isu tertentu.

Bagaimana perasaanmu setelah membaca artikel ini?
Suka
16
Jatuh cinta
7
Lucu
0
Sedih
0
Kaget
0
Marah
0
Mungkin tertarik
TUTURA.ID - Berharap pakan dari penjual sayuran di Pasar Inpres
Berharap pakan dari penjual sayuran di Pasar Inpres
Para peternak makin kesusahan mencari pakan lantaran ketiadaan padang rumput. Sisa sayuran di pasar kini…
TUTURA.ID - Buaya berkalung prestasi dari kompetisi film pendek internasional
Buaya berkalung prestasi dari kompetisi film pendek internasional
Film Saya di Sini, Kau di Sana (A Tale of the Crocodile’s Twin) beroleh "Special Mention"…
TUTURA.ID - Potensi kekayaan bahari Sulawesi Tengah yang belum tergarap maksimal
Potensi kekayaan bahari Sulawesi Tengah yang belum tergarap maksimal
Sektor pariwisata dan produksi perikanan tangkap laut yang selama ini jadi andalan masih perlu terus…
TUTURA.ID - Menilik kontribusi Hengjaya Mineralindo di Morowali
Menilik kontribusi Hengjaya Mineralindo di Morowali
Perusahaan berusaha menepis stigma aktivitas pertambangan nikel yang kerap menepikan warga lokal dan keselamatan para…
TUTURA.ID - Darurat Kekerasan Seksual Di Sulteng