Mengurangi sampah produksi fesyen melalui clothing swap
Penulis: Juenita Vanka | Publikasi: 7 Desember 2023 - 15:45
Bagikan ke:
TUTURA.ID - Mengurangi sampah produksi fesyen melalui clothing swap
Clothing Swap Party bermula tahun 1994 di San Francisco, Amerika Serikat. Acara tersebut diselenggarakan Suzanne Agasi dari ClothingSwap.com (Foto: Fotoksa/Shutterstock)

Selamat datang di era modern. Masa ketika dunia berderap makin cepat dan seolah tak berjarak lagi akibat sokongan teknologi. Banyak orang tak mau kalah berlomba, bahkan cenderung tergesa-gesa, jadi bagian dari pusaran “fast paced life”. Hidup serba cepat.

Tren gaya hidup juga senantiasa berganti sangat dinamis. Memantik lahirnya gejala FOMO alias Fear Of Missing Out. Fenomena yang kemudian sangat jitu dimanfaatkan oleh industri raksasa di bidang fesyen untuk merayu para remaja sebagai pangsa pasar utama.

Hal ini menyebabkan lonjakan permintaan produksi pakaian. Melansir theroundup.org (11/4/2023), dunia menghasilkan 92 juta ton limbah tekstil yang berakhir di tempat pembuangan sampah dari produksi 80-100 miliar pakaian baru setiap tahun.

Pakaian berbahan sintetis juga menghasilkan serat mikro plastik yang mencemari air setiap kali dicuci. Tercatat hingga 500 ribu ton serat mikro plastik berakhir di laut setiap tahunnya.

Gabungan industri kasut dan garmen bertanggung jawab pula atas 8% emisi gas rumah kaca global.

Semua itu jelas memberikan dampak buruk terhadap lingkungan, kesehatan, dan iklim global.

Menyadari fakta-fakta tersebut, sebagian orang dengan kesadaran penuh kemudian lebih memilih pemakaian sandang yang berkelanjutan (sustainable fashion). Semuanya jadi bagian gaya hidup melambat (slow living). Ada juga yang memaknainya sebagai frugal living (hidup sederhana).

Upaya mengubah pola konsumtif terhadap pakaian dan menciptakan antitesis dari industri fast fashion yang mencemari lingkungan melahirkan gerakan bertukar pakaian atau clothing swap. Sebagian lagi memilih berburu pakaian bekas yang kini beken dengan istilah thrifting.

 
 
 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

A post shared by @youththatcare

Gerakan tersebut perlahan telah menjadi tren oleh generasi muda di berbagai belahan dunia, termasuk di Kota Palu.

Novrani Erryztafitri melalui organisasi nonprofit Youth That Care termasuk yang ikut ambil bagian dalam kesadaran global ini.

Bersama Komunitas Demi Bumi Palu sebagai tempat berkumpulnya anak-anak muda Kota Palu yang peduli lingkungan, Erry—sapaan akrab Novrani Erryztafitri—menggagas program “Clothing Swap Party”.

Inisiasi tersebut, diungkapkan Erry, terinspirasi dari konten TikTok luar negeri yang menayangkan orang-orang saling bertukar pakaian sebagai upaya menekan kencangnya laju produksi fesyen.

“Jadi pakaian yang ditukar itu layak pakai dan juga masih cocok di mix and match untuk dipakai jalan-jalan,” kata Erry kepada Tutura.Id saat membuka stan dalam acara Palu Culinary Week di Jodjokodi Convetion Center, Jalan Moh. Yamin, Tatura Utara, Palu Selatan (1-3/12).

Untuk memastikan setiap pakaian masih sangat layak digunakan, mereka melakukan kurasi dengan teliti.

Beberapa syarat dari pakaian yang layak untuk ditukarkan, yaitu warnanya belum pudar, tidak sobek, tidak berbau, dan tidak bernoda. Motif pakaian juga harus trendi dan tidak terlalu vintage.

Erry menyadari selama ini jadi salah satu yang ikut menyumbang limbah produksi fesyen lantaran terlalu konsumtif menghabiskan uang untuk belanja pakaian baru. Lemari pakaian seolah tak mengenal kata penuh. 

Industri fast fashion bertanggung jawab terhadap sekitar 10% dari total emisi karbon di dunia. Jumlah tersebut diperkirakan mengalami peningkatan hingga 50% pada tahun 2030.

Aktivitas saling bertukar baju di stan Youth That Care dalam acara Palu Culinary Week 2023 (Foto: Juenita Vanka/Tutura.Id)

“Sebagai anak muda, impulsif buat check-out barang. Kalau ada yang lucu pasti dibeli, padahal itu tidak berguna setelahnya,” ungkapnya.

Setelah mengetahui bagaimana limbah industri fast fashion berandil besar dalam kerusakan alam, ia perlahan mengubah kebiasaannya. Erry memilih jadi pembeli pakaian bekas. Harganya jauh lebih murah.

“Lagipula uang yang untuk check out itu ternyata bisa dapat barang yang lebih bagus dan banyak,” tambahnya.

Menjadi orang yang melakoni kebiasaaan thrifting dan clothing swap otomatis memperpanjang “hidup” pakaian. Baju jadinya tidak terbuang sia-sia karena tetap berputar kepada orang orang yang masih menginginkannya. Sebuah solusi untuk tidak menambah tumpukan sampah pakaian di tempat pembuangan akhir.

Pasalnya merujuk penelitian bertajuk “A new textiles economy: Redesigning fashion’s future” yang dirilis oleh Ellen MacArthur Foundation (2017), dari seluruh limbah tekstil yang berakhir di tempat pembuangan sampah, kurang dari 1% yang bisa diolah kembali menjadi pakaian baru.

Padahal produksi pakaian meningkat dua kali lipat kurun 15 tahun terakhir. Sementara jangka waktu pemakaian selembar baju mengalami penurunan sebesar 40% lantaran cepatnya tren berganti.

Oleh karena itu, Erry dkk. tidak membuang begitu saja pakaian-pakaian yang tidak lolos dalam kurasi “Clothing Swap Party”. Mereka tetap menjadikannya bahan baku untuk aneka kerajinan tangan, semisal ikat rambut kekinian. Pengerjaannya melibatkan para pengrajin yang telah menjadi mitra mereka.

“Semoga ke depannya teman-teman bukan lagi membeli thrift hanya sekadar murah atau kualitasnya, tapi juga karena timbul kesadaran mengurangi limbah produksi baju,” pungkas Erry.

Bagaimana perasaanmu setelah membaca artikel ini?
Suka
3
Jatuh cinta
2
Lucu
0
Sedih
0
Kaget
0
Marah
0
Mungkin tertarik
TUTURA.ID - Sigi Hijau: Aksi Pemkab Sigi dalam mitigasi perubahan iklim
Sigi Hijau: Aksi Pemkab Sigi dalam mitigasi perubahan iklim
Perda Sigi Hijau mencantumkan “mitigasi dan adaptasi perubahan iklim” sebagai salah satu fokusnya. Implementasinya butuh…
TUTURA.ID - Jalan panjang petani Desa Balumpewa bertahan kala kemarau
Jalan panjang petani Desa Balumpewa bertahan kala kemarau
Kekeringan akibat musim kemarau berkepanjangan dirasakan oleh petani di Desa Balumbewa, Kabupaten Sigi. Mereka menghadapi…
TUTURA.ID - Polusi udara di Palu, dari masalah kesehatan hingga perubahan iklim
Polusi udara di Palu, dari masalah kesehatan hingga perubahan iklim
Kualitas udara di Palu cenderung masuk kategori “sedang” dan “tidak aman.” Polusi tak sekadar mengancam…
TUTURA.ID - Mencipta harmoni antara musisi dengan lingkungan
Mencipta harmoni antara musisi dengan lingkungan
Musisi global makin sadar pentingnya menjaga kelestarian lingkungan. Dari Indonesia hadir gerakan bernama IKLIM yang…
TUTURA.ID - Darurat Kekerasan Seksual Di Sulteng