Akun kampus cantik jadi satu fenomena hit beberapa tahun terakhir. Akun seperti ini mudah ditemukan di Instagram. Isinya memamerkan foto-foto mahasiswi cantik berburu likes dan followers.
Sebagai contoh, akun @uicantikreal punya 53 ribu pengikut, atau @unpad.geulis dengan 147 ribu follower.
Ada banyak kritik kepada akun kampus cantik. Akun-akun ini dianggap ambil keuntungan lewat konten berbayar. Padahal konten mereka sekadar comot dari akun-akun milik mahasiswi di lingkungan kampus, beberapa bahkan bisa diambil tanpa persetujuan dan dianggap mengancam privasi.
Universitas Tadulako di Palu juga punya akun serupa: @Untadbeauty. Akun tersebut pertama kali dibuka pada akhir 2015, dan kini sudah punya 31 ribu pengikut, meski level keterlibatan pengikutnya (like, komentar, dll) hanya 0,93 persen pada tiap kiriman.
Tutura.Id mengobrol dengan Bayu Dwi Dirgantara (23), salah seorang pengelola @Untadbeauty, Rabu (5/10). Bayu bilang tiga pengelola @untadbeauty semuanya laki-laki. Ketiganya berasal dari dua fakultas berbeda: Teknik dan FISIP. Adapun dua kawannya yang lain Andi Muhammad Rizki dan Firman Rauf.
Mereka bertiga, kata Bayu, teman setongkrongan yang mula-mula terhubung lewat gim daring. Mereka awalnya terinspirasi dengan soalPalu dan satu akun kampus cantik di lingkungan Universitas Indonesia. “Awalnya iseng. Kepikiran bikin @untadcantik, tapi karena kurang menarik kita ganti jadi @untadbeauty,” kata Bayu.
Pada awal kemunculannya, @Untadbeauty menampung untung dari program Follow Followers Target (FFT). Lewat program itu, mereka bisa mengatur agar akun tersebut diikuti secara otomatis oleh akun-akun asal Palu. Dari situ mereka lalu memasukkan bot (robot) untuk tanda suka dan komen guna menarik minat akun-akun yang telah tertarget.
Program ini pernah membawa lebih dari 200 pengikut baru dalam sehari. Belakangan program itu dihapus karena dianggap ilegal oleh Instagram.
Tutura.Id juga bertanya soal privasi dan persetujuan dari pemilik potret yang dipublikasikan. Bayu mengklaim bahwa mereka selalu mendapat persetujuan. "Semua postingan kita izin dulu lewat DM, kita tanya fakultasnya, lalu bertanya, apakah boleh di-repost atau tidak,” ujar Bayu.
Icha (21), bukan nama sebenarnya, seorang mahasiswi yang pernah tampil di feed @UntadBeauty membenarkan ada pesan DM untuk meminta izin.
Namun belakangan merasa risih lantaran sejumlah komentar setelah fotonya terpublikasi. “Di akunnya @untadbeauty itu komentarnya laki-laki yang saya rasa agak risih,” katanya.
Ihwal keuntungan komersil, @Untadbeauty memang menerima konten berbayar. Harganya variatif, misal Rp110 ribu untuk sekali post. Dalam sebulan mereka bisa mendapat laba hingga Rp1 juta.
Kacamata lelaki yang bermasalah
Ada banyak kritik soal akun kampus cantik. Magdalene pernah memuat reportase tentang para mahasiswi yang fotonya diambil tanpa izin. Akun kampus cantik memang kerap kali abai pada persetujuan (consent) untuk memublikasikan foto. Di sisi lain, mereka juga meraih keuntungan komersial lewat promosi berbayar.
Artikel lain--lebih akademik nadanya--datang dari Enda Triastuti dan Billy Sarwono, dua akademisi Universitas Indonesia yang fokus pada isu gender.
“Akun-akun (kampus cantik) ini merupakan wujud praktik pendisiplinan tubuh perempuan yang membentuk sebuah hegemoni (kekuatan dominan) atas gender di lingkungan kampus,” tulis mereka dalam artikel yang terbit di The Conversation Indonesia.
Mereka mengutip konsep male gaze yang diperkenalkan oleh ahli teori film Laura Mulvey. Konsep ini menggambarkan tentang sudut pandang laki-laki untuk menciptakan wacana tentang perempuan dalam layar.
Ringkasnya, male gaze memosisikan perempuan sebagai simbol untuk memenuhi fantasi seksual laki-laki di layar kaca atau ponsel. Pada saat yang sama, male gaze turut mengaburkan definisi kualitas (dan kecantikan) seorang perempuan. Penilaian menjadi semata-mata tentang tubuhnya.
Secara umum, hal itu juga terjadi dalam akun @untadbeauty. Menurut amatan Tutura.Id, ia kerap jadi buah bibir bagi kalangan pria di tongkrongan kampus. "Sudah masuk @untadbeauty dia itu," atau "Balihat-lihat @untadbauty lagi dia ini." Kalimat canda macam itu kerap muncul dalam tongkrongan.
Belum lagi ungkapan standar macam ajakan kenalan sudah biasa terlihat @untadbeauty. Dalam taraf lain komentar bisa lebih bernada "menjurus", misalnya “bungkus”, atau “admin boleh lah saya.”
Meski begitu, di sisi lain, memang ada perempuan yang merasa risih dengan @untadbeauty, tetapi ada pula yang memberi izin. Proporsi pengikutnya pun lebih banyak perempuan: 51,3 persen. Catatannya agak sulit mengukur laki-laki yang keluar masuk akun ini tanpa pencet tombol follow. Namun situasi ini sudah menggambarkan bahwa perempuan pun menganggap hal ini normal belaka.
Ihwal normalisasi, Enda dan Billy juga menyinggungnya. Mereka bilang male gaze juga “menormalisasi sudut pandang yang menempatkan mereka (perempuan) sendiri sebagai objek pemuas seks.”
Pada titik lain, ada pula akun seperti @_untad_handsome, yang ganti menjadikan laki-laki sebagai "jualan" utamanya. Namun tentu saja followers-nya masih jauh tertinggal. Hingga Jumat (7/10), akun itu baru punya 1.820 pengikut.
Ketimpangan followers itu senada dengan penjelasan Mulvey soal male gaze bahwa di dalamnya terjadi "Asimetri kekuatan gender adalah pengendali dalam sinema dan dibangun untuk kesenangan penonton laki-laki, yang berakar dalam pada ideologi patriarki.”
Ringkas kata: Penonton pria menjadi target audiens akun kampus cantik, dengan memanfaatkan akar budaya patriarki di sekitar kita.