Ferry Febry: Berharap kaum muda meminati desain busana dari tenun kelor
Penulis: Juenita Vanka | Publikasi: 5 Maret 2023 - 16:24
Bagikan ke:
TUTURA.ID - Ferry Febry: Berharap kaum muda meminati desain busana dari tenun kelor
Para model berjalan di atas catwalk IFW 2023 mengenakan desain busana tenun kelor rancangan Ferry Febry (Sumber: FFFbyFerry)

Daun kelor (Moringa oleifera Lam) merupakan tumbuhan yang punya ikatan personal kuat dengan masyarakat di lembah Palu, mulai dari flora hingga budaya, terutama dari sisi kuliner. Ingat uta kelo alias sayur kelor dengan kuah santan itu?

Kali ini kelor telah pula dikembangkan jadi motif dalam tenun ikat yang ada di Kota Palu. Visualisasinya tersaji dalam 16 motif dengan bentuk utama berupa geometris, garis/titik flora, fauna, dan bentuk alam lainnya.

Sementara warnanya gabungan warna primer (merah, kuning, biru), warna sekunder (hijau, ungu, jingga), monokrom (hitam, putih), serta nuansa kecoklatan dan kemerahan laiknya kulit kayu.

Pengakuan desain tenun motif kelor sebagai kekayaan intelektual tertuang dalam Surat Direktur Hak Cipta dan Desain Industri, Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual, Kementerian Hukum dan HAM, Nomor 000302565 tanggal 16 Desember 2021.

Dijelaskan Wiwi Hasan, penenun sekaligus pelaku usaha kain tenun di Kota Palu, pembuatan kain dimulai dari pemintalan benang, pembidangan, penentuan/pembuatan motif, dan pengikatan motif.

Setelah itu dilanjutkan pencelupan/pewarnaan, pengeringan kain, pencoletan warna, pembidangan kedua, dan terakhir proses penenunan dengan menggunakan alat gedokan atau alat tenun bukan mesin (ATBM).

Tak ingin penggunaan kain tenun motif kelor hanya lekat pada generasi tua, maka Dinas Perdagangan dan Perindustrian Kota Palu bersama Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda) Kota Palu menggandeng desainer fesyen Ferry Febry (41).

Kolaborasi tersebut membawa tenun motif kelor ke ajang Indonesia Fashion Week (IFW) yang berlangsung di Jakarta Convention Center (22-26/2/2023).

Ferry bersama jenama kebanggaannya, FFF, menghadirkan koleksi busana dari tenun kelor bertajuk “Tanda Mata”.

Idiom tanda mata yang dipilih sebagai tajuk peragaan busana tersebut bermakna kenangan. Beriring pula harapan agar tenun kelor Kota Palu bisa menjadi sebuah tanda mata yang indah dan membekas di hati pemiliknya.

Pey, sapaan akrab Ferry, merancang sedemikian rupa bahan tenun kelor menjadi sebuah tampilan yang tidak kaku sehingga terlihat inovatif, orisinil, dan menonjol alias stand out.

Pemilihan rona sengaja menggunakan yang cerah, segar, dan lebih penuh warna. Kombinasi tersebut merujuk selera anak muda kekinian.

Seperti apa awal keterlibatan alumni SMA Negeri 1 Palu ini mengikuti IFW 2023 dan harapannya terhadap wastra lokal? Berikut hasil petikan wawancara Tutura.Id yang berlangsung via aplikasi Zoom, Kamis (2/3/2023) siang.

Ferry Febry diapit dua model di atas catwalk Indonesian Fashion Week 2023 (Sumber: FFFbyFerry)

Bagaimana FFFbyFerry bisa terlibat dalam Indonesia Fashion Week 2023?

Kalau untuk ikut IFW sebenarnya ini adalah tahun kedua saya. Tahun lalu saya sudah ikut juga. Menampilkan satu busana menggunakan tenun Donggala yang merupakan hasil dari motif pemberian ibu Zalzumida Aladin Djanggola pada acara pembukaan.

Nah, kebetulan tahun ini Disperindag Kota Palu bekerja sama dengan Dekranasda Kota Palu mendukung saya kembali mengikuti IFW. Kami membawa tenun kelor yang merupakan pengembangan dari tenun ikat yang ada di Sulawesi Tengah.

Apa saja persiapan mengikuti IFW 2023?

Mempersiapkan desain yang pertama. Butuh sekitar 3-4 bulan. Ada sembilan desain yang saya persiapkan. Tentunya menyesuaikan dengan bahan yang kita punya. Kali ini saya mendesainnya juga dengan tujuan agar dapat digunakan kaum yang lebih muda.

Sembilan desain itu ditampilkan semua?

Ya, plus satu tambahan desain di Opening Ceremony tanggal 22 Februari yang dikenakan oleh Putri Indonesia Sulawesi Tengah. Jadi, totalnya ada 10 baju.

Model-model apakah diberangkatkan dari Palu atau disediakan pihak IFW?

Saat kita tampil di IFW 2023 itu sudah paket dengan modelnya. Jadi kita hanya menyiapkan bajunya. Khusus untuk upacara pembukaan saya yang mengajak Daniella Claudia, Putri Indonesia Sulawesi Tengah.

Desain-desain ini nantinya akan diperbanyak dan dikomersialkan?

Sebenarnya kalau untuk desainnya bisa kita bikin dengan jumlah lebih banyak. Kendalanya itu dari kain tenunnya. Soalnya kain tenunnya tidak diproduksi sebanyak yang kami harapkan.

Jadi per satu motif itu hanya ada satu bahan. Bikin kain tenun, kan, butuh waktu yang lebih lama. Sekitar 1-2 bulan untuk satu bahan. Semisal ada yang tertarik dengan desain seperti di IFW 2023, bisa kita bikin, tapi menggunakan bahan, warna, dan motif yang berbeda.

Kilas balik sejenak. Bagaimana awalnya Ferry menjadi perancang busana?

Sebenarnya minat saya mendesain baju sudah ada sejak lama. Cuma, pas lulus kuliah tidak mungkin saya langsung terjun di bisnis ini. Soalnya awal tahun 2000-an dunia fesyen belum semerebak sekarang.

Waktu kuliah memang ambil jurusan desain/fesyen?

Tidak. Saya sebetulnya adalah lulusan sistem informatika. Jauh sekali dari apa yang saya geluti sekarang.

Visualisasi 16 motif tenun kelor yang merupakan pengembangan dari tenun ikat di Sulteng (Sumber: dekranasda.palukota.go.id)

Lalu, sejak kapan terjun ke industri fesyen?

Saya terjun ke dalam industri fashion itu nanti tahun 2015. Setelah itu baru saya mengambil sekolah khusus fashion

Ciri khas dari desain Ferry seperti apa?

Tenun. Itu yang menjadi ciri khas atau DNA saya sebagai seorang desainer. Sejak awal berkarier saya sudah mengangkat tenun sebagai konsep dari setiap rancangan saya.

Biasanya saya mengombinasikan dengan beberapa bahan yang kalau misalnya dikenakan seseorang pasti udah ketahuan kalau ini punya FFFbyFerry. Dari ciri desain dan bahan saya selalu menggunakan tile, organza, dan mengunakan beberapa jenis bahan tambahan lainnya.

Bicara soal desain, apa desain tersulit yang pernah dibuat?

Selama ini kalau desain yang sulit itu tetap wedding dress. Membutuhkan detail dengan sentuhan-sentuhan yang lebih dasar. Pokoknya ngerjain gaun pengantin itu udah sulit dibandingkan dengan busana ready-to-wear lainnya.

Apa yang dilakukan Ferry ketika senggang?

Biasanya saya membaca buku. Karena saya memang pembaca buku, sih. Semua novel dan sejenisnya saya memang suka dan koleksi dari zaman masih sekolah. Saya orangnya itu old-fashion, jadi sampai sekarang saya masih beli buku fisik, bukan baca versi digitalnya.

Buku favoritnya Ferry?

Untuk Indonesia saya suka baca bukunya Dee Lestari. Semua bukunya bagus. Nah, kalau novel luar, Harry Potter masih jadi favoritku.

Setelah IFW selesai, punya proyek lain lagi?

Ada. Alasan saya masih menetap di Jakarta karena masih harus memantau beberapa proyek. Paling dekat saya dan tim saya harus mempersiapkan seluruh kostum untuk Putri Indonesia Sulawesi Tengah yang akan mengikuti lomba Putri Indonesia Nasional di bulan Mei. 

Bagaimana perasaanmu setelah membaca artikel ini?
Suka
1
Jatuh cinta
0
Lucu
0
Sedih
0
Kaget
0
Marah
0
Mungkin tertarik
TUTURA.ID - Siasat tetap modis dan sehat di bawah teriknya matahari
Siasat tetap modis dan sehat di bawah teriknya matahari
Cuaca terik yang belakangan terjadi di Palu tak hanya memengaruhi kesehatan, tapi juga penampilan. Harus…
TUTURA.ID - Cerita empat tokoh asal Sulteng tentang buku favorit
Cerita empat tokoh asal Sulteng tentang buku favorit
Beriring Hari Buku Nasional, Tutura.Id menanyakan buku favorit dari empat tokoh asal Sulteng, dari…
TUTURA.ID - Memanfaatkan pemasukan dari hasil penjualan merchandise band
Memanfaatkan pemasukan dari hasil penjualan merchandise band
Pemasukan band-band di Palu saat ini tak lagi semata dari hasil manggung. Ada pos lain…
TUTURA.ID - Mengurangi sampah produksi fesyen melalui clothing swap
Mengurangi sampah produksi fesyen melalui clothing swap
Organisasi nonprofit Youth That Care berbasis di Palu menggagas usaha kecil untuk meredam geliat industri…
TUTURA.ID - Darurat Kekerasan Seksual Di Sulteng