Festival Dade Reme Vula, upaya membangkitkan kembali tradisi perayaan saat bulan purnama
Penulis: Juenita Vanka | Publikasi: 22 Juni 2024 - 22:23
Bagikan ke:
TUTURA.ID - Festival Dade Reme Vula, upaya membangkitkan kembali tradisi perayaan saat bulan purnama
Panggung utama Festival Dade Reme Vula, dengan bambu sebagai bahan kosntruksi utama. Membuat pengunjung bernostalgia pada pesta rakyat di masa lalu. (Foto: Juenita Vanka/Tutura.Id)

Terlupakannya tradisi bulan purnama di Tanah Kaili rupanya jadi perhatian pegiat seni Kaili Povia Management.

Mereka akhirnya tergerak mengadakan acara dan pergelaran seni budaya Kampung Kaili bertajuk Dade Reme Vula di The Bandsaw Cafe n Resto, Jumat (21/6/2024).

Acara ini menampilkan beberapa hiburan, seperti kuliner kaili, pameran produk ekraf, makanan tradisional, karya instalasi, dan pementasan karya sastra Kaili.

Koordinator acara, Smiet Lalove, mengatakan tujuan digelarnya pameran dan pergelaran budaya Dade Reme Vula untuk memupuk dan mengingatkan kembali tradisi bulan purnama di Lembah Palu.

Kepada Tutura.Id, Smiet menjelaskan bulan purnama bagi orang Kaili biasanya dirayakan dengan mengadakan semacam pesta rakyat kecil-kecilan.

Pesta rakyat ini menjadi wadah silaturahmi, tempat berkumpul, dan makan bersama sembari menonton pertujukan seni. Misalnya, pembacaan syair-syair puisi seperti kayori.

“Jadi dalam tradisi ini biasanya orang-orang dulu bikin pesta kecil-kecilan. Ada yang melantunkan kayori dan ada juga yang menunjukkan ilmu kesaktiannya di bulan purnama,” jelas Smiet.

Smiet menambahkan bulan purnama juga punya arti filosofis sebagai sebuah fenomena alam yang menggambarkan nilai yang dianut oleh Suku Kaili. Bahwa mereka adalah orang-orang yang menjunjung tinggi kejujuran.

“Bulan Purnama itu kalau tiba waktunya sama sekali tidak bergeser dia. Selalu tepat waktu. Tidak pernah ingkar janji. Sama kayak kita Suku Kaili yang selalu menjunjung tinggi kejujuran. Makanya bulan purnama punya keistimewaan bagi Suku kaili,” ungkapnya.  

Festival yang dipersiapkan selama kurang lebih satu bulan ini juga mengusung tema perdesaan yang bisa membuat orang bernostalgia tentang indahnya kehidupan di pedesaan.

Instalasi yang hadir terbuat dari bambu. Ornamen-ornamen penghias panggung juga dari bambu dan sebagian menggunakan jerami padi. 

“Jadi memang acara ini adalah pergelaran budaya yang kami laksanakan untuk kembali mengedukasi orang dan memberitahukan bahwa ini lho, ada tradisi seperti ini di suku kaili,” tambah Smiet.

Pembacaan syair Kayori yang dilakukan oleh seniman di atas panggung pada Jumat malam (21/06/2024) (Foto: Juenita Vanka/Tutura.Id)

Akan jadi agenda rutin

Festival Dade Reme Vula menghadirkan banyak hiburan seperti tarian-tarian tradisional.

Beberapa stan makanan tradisional hadir bagi pengunjung yang ingin memanjakan lidahnya. Kembali mencicipi selera asal.

Ada juga beberapa stan-stan pernak-pernik produksi ekonomi kreatif seperti aksesoris, alat musik, dan baju-baju daerah.

Tapa Rodange dari Desa Kola-Kola, Kabupaten Donggala, jadi salah satu makanan tradisional yang tersaji. Sementara pengrajin pernak-pernik didatangkan dari Danau Lindu.

Smiet mengungkapkan Festival Dade Reme Vula ini akan menjadi festival rutin. Diselenggarakan setiap purnama tiba alias sekali dalam sebulan. Ia pun berharap festival ini bisa menjadi kegiatan rutin dan masuk dalam agenda destinasi wisata.

Harapannya agar bisa menjadi tempat untuk datang belajar dan memahami kebudayaan yang sudah mulai hilang.

“Kelemahan kita dalam pengarsipan budaya itu yang membuat kami termotivasi menjadikan festival ini acara rutin setiap bulan purnama. Supaya nanti orang bisa tahu dan melestarikan budaya ini,” tutur Smiet.

Salah satu stan perajin manik-manik yang berasal dari Danau Lindu. Tampak pengunjung (kanan) bertanya ke perajin mengenai karya yang dipamerkan.(Foto: Juenita Vanka/Tutura.Id)

Sementara itu, Ifan (22), seorang mahasiswa yang mengaku datang bersama temannya, mengungkapkan dukungannya terhadap pelaksanaan festival.

Menurutnya selain sebagai hiburan, para pengunjung bisa belajar tentang seni dan budaya. Termasuk bisa mengenabg kembali tradisi perayaan saat bulan purnama.

“Saya sendiri tidak tahu tentang festival bulan purnama ini di Suku Kaili. Makanya waktu diajak saya penasaran dan ingin juga tahu bagaimana tradisi ini dulu dilakukan orang tua dulu,” jelasnya.

Senada dengannya, Siska (27), mengungkapkan hal yang sama. Ia juga tertarik untuk mendatangi festival ini bersama anaknya untuk memperkenalkan bagaimana budaya leluhurnya.

“Saya bawa anak saya ke sini buat perkenalkan budayanya yang bahkan saya saja orang tuanya tidak pernah tahu dengan jelas apa yang dilakukan orang dulu saat bulan purnama. Makanya inisiatif untuk bawa dia ke sini. Sambil juga cari hiburan,” pungkas Siska.

Bagaimana perasaanmu setelah membaca artikel ini?
Suka
1
Jatuh cinta
0
Lucu
0
Sedih
0
Kaget
0
Marah
0
Mungkin tertarik
TUTURA.ID - Cerita mistis korban serangan buaya di Pantai Talise
Cerita mistis korban serangan buaya di Pantai Talise
Tangan Ateng nyaris putus akibat gigitan buaya. Ia mengaku sempat bermimpi didatangi seorang perempuan cantik…
TUTURA.ID - Melongok penerapan aturan pembatasan menggunakan plastik sekali pakai
Melongok penerapan aturan pembatasan menggunakan plastik sekali pakai
Pemkot Palu mulai 1 Agustus 2023 membatasi penggunaan plastik sekali pakai di area publik. Efektifkah…
TUTURA.ID - Memupuk militansi penutur Bahasa Kaili yang kian memudar
Memupuk militansi penutur Bahasa Kaili yang kian memudar
Kebanyakan to Kaili, terutama remaja, di Kota Palu merasa kurang bangga menggunakan Bahasa Kaili. Mereka…
TUTURA.ID - Pertempuran Balumpewa; perang gerilya lawan Belanda di rimba Vayolipe
Pertempuran Balumpewa; perang gerilya lawan Belanda di rimba Vayolipe
Salah satu perang gerilya masyarakat adat Kaili Inde dialek Sa'a melawan Belanda. Simbol keberanian pejuangnya…
TUTURA.ID - Darurat Kekerasan Seksual Di Sulteng