Festival Danau Lindu (FDL) kembali muncul jadi sebuah perayaan setelah lama vakum. Pusat kegiatan masih ambil tempat di Tomado, Lindu, Sigi (23-25/11/2023).
Perhelatan FDL tahun ini jadi momen spesial karena akan menyajikan pengalaman yang lebih mendalam dan bermakna, menjadikannya lebih dari sekadar perhelatan pariwisata biasa.
Meski sudah menjadi ajang tahunan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sigi, FDL sebenarnya baru tiga kali terselenggara. Masing-masing pada 2009, 2010, dan 2013.
Sempat muncul inisiatif menghelat FDL antara tahun 2011 dan 2012, hanya saja daerah berjuluk mareso masagena itu kena hantam bencana banjir bandang dan gempa bumi. Selama kurun waktu 2014-2022 praktis jadi masa hibernasi FDL paling lama.
Kepastian mengenai penyelenggaraan FDL edisi keempat akhirnya mencuat ke permukaan ketika Pemkab Sigi menggelar rapat koordinasi multipihak menyongsong ajang Festival Lestari V (28/3).
Dalam rencana awal, FDL 2023 akan dirangkaikan dengan Festival Lestari V yang diagendakan berlangsung pada November 2023. Lantaran pelbagai pertimbangan, perhelatan dua acara akbar ini menjadi terpisah.
“Komitmen Irwan-Samuel mulai tahun ini akan melaksanakan Festival Danau Lindu sehingga satu tahun ini ada dua festival di Sigi; Festival Lestari V di Taman Taiganja dan Festival Danau Lindu di Kecamatan Lindu,” ujar Wakil Bupati Sigi Samuel Yansen Pongi mengutip rri.co.id (28/3/2023).
Restorasi ekologi dan promosi situs megalit
Saiful Bahri selaku organizing committe FDL 2023 menjelaskan, acara ini memiliki konsep yang sedikit berbeda dibandingkan tiga edisi FDL sebelumnya.
Tujuan penyelenggaraan FDL 2023 tak lagi sekadar promosi pariwisata Danau Lindu, tapi juga akan lebih fokus pada isu restorasi ekologi dan promosi situs megalit di kawasan Taman Nasional Lore Lindu.
“Kami ambil konsep eco etno tourism; eco tentang lingkungan, etno soal kebudayaan, dan tourism bicara pariwisata,” ujar Saiful kala bersua Tutura.Id, di Raego Cafe, Selasa (14/11) malam.
Soal isu restorasi ekologi, sambung Saiful, berangkat dari keprihatinan setelah membaca tulisan Mongabay.co.id (9/2/2022) berjudul “Danau Lindu kini tak seperti dulu”.
Pelaksana FDL 2023 mengambil lima masalah dalam artikel itu, seperti menurunnya tangkapan ikan, cepatnya kabut menghilang atau suhu yang tak lagi dingin, pencemaran herbisida di Daerah Aliran Sungai (DAS) Lindu, polusi akibat aktivitas transportasi dan limbah rumah tangga berupa deterjen, dan ledakan alga paska gempa bumi 2012 silam.
Sementara soal promosi megalit, merupakan upaya semua pihak untuk menjadikan potensi situs bersejarah, termasuk di Sigi, jadi warisan dunia.
Kembali ke soal konsep FDL 2023, lanjut Saiful, semua topik besar di atas sebenarnya untuk mengingatkan kembali tentang empat falsafah hidup to Lindu alias masyarakat Lindu yang telah diilhami secara turun temurun.
Empat nilai hidup itu berbunyi; ginoku katuwuaku berarti tempat ini ialah kehidupan kami, wanamo liko pekatuwuaku berarti hutan ialah lumbung kehidupan kami, uemo inosa katuwuaku berarti air ialah nafas kehidupan kami, dan watu nono katuwuaku berarti bebatuan ialah kehidupan kami.
“Jadi lingkungan, kebudayaan, dan potensi pariwisata adalah tiga hal yang tak bisa dipisahkan dari masyarakat Lindu. Item kegiatan FDL 2023 nanti tak lepas dari tiga hal pokok ini,” imbuhnya.
Beragam suguhan acara
Saiful menuturkan, ajang FDL 2023 merupakan tanggung jawab Dinas Pariwisata Sigi. Sementara organizing committe (panitia pelaksana) ditangani oleh Hasan Bahasyuan Institute (HBI), Dewan Kesenian Sigi, dan PAPPRI Sigi.
“Untuk program acara terdiri dari program utama, aktivitas pendukung, dan pelayanan organisasi perangkat daerah (OPD) Sigi. Setiap program punya item masing-masing lagi,” papar Saiful.
Untuk program utama terdiri atas libu bete, n’tesa mombine, opening ceremony, panggung tradisi, pomore nu ngana (permainan anak tradisional), panggung kreasi baru, dawai swara, tutura ngata, bioskop Lindu, pameran pariwisata dan UMKM, lomba foto, Lindu heritage (pameran foto tempo dulu), karnaval perahu hias, dan konten kuliner.
Libu bete merupakan forum komunikasi budaya lintas kepentingan, sementara n’tesa mombine adalah forum kalangan perempuan. Dua forum ini dikhususkan pada budaya dan lingkungan.
Kemudian ada aktivitas pendukung seperti camping ground atau overland¸bersih-bersih danau, pelepasan satwa endemik maleo, dan jelajah Lindu.
Sementara pelayanan OPD Sigi diperuntukkan bagi warga Sigi yang hadir, seperti administrasi kependudukan, beasiswa, bantuan UMKM, dan sejenisnya
“Item kegiatan ini akan berselang-seling, jadi tidak runut. Agar lebih meriah kami juga sudah undang sejumlah musisi lokal dan mereka bersedia hadir. Ada Tardigrada, Sanggar Seni Polelea, dan Culture Project,” jelas Saiful.
Soal kepesertaan dan akomodasi, kata Saiful, pihaknya telah mengatur menjadi dua bagian. Peserta utama adalah Pemkab Sigi, perwakilan dari 16 kecamatan se-Kabupaten Sigi, dan komunitas dari luar Sigi (Palu, Donggala, Parigi Moutong, dan Poso).
Sementara peserta tambahan, merupakan masyarakat yang datang secara mandiri dan berminat meramaikan FDL 2023.
“Peserta utama akan ditempatkan di rumah warga, sementara peserta tambahan akan diarahkan ke area camping ground. Nah, yang mau ikut camping ground ini wajib bawa peralatan. Mereka juga bisa mengikuti aktivitas tambahan,” pungkasnya.
Bupati Sigi Mohamad Irwan menegaskan komitmen Pemkab Sigi dengan mengalokasikan biaya sebesar Rp1,2 miliar untuk FDL 2023.
Pendanaan tersebut sebenarnya bukan hanya tentang acara, tapi lebih jauh lagi tentang membangun keberlanjutan, menjaga ekologi, dan meresapi warisan budaya yang luar biasa.
selayang pandang festival danau lindu FDL keempat budaya lingkungan lindu sigi 2023