Festival Sintasloka; merawat ingatan kolektif tentang kebencanaan melalui beragam program seni
Penulis: Hermawan Akil | Publikasi: 28 Oktober 2024 - 14:30
Bagikan ke:
TUTURA.ID - Festival Sintasloka; merawat ingatan kolektif tentang kebencanaan melalui beragam program seni
Pembukaan pameran "Yang Kitorang Rasa Waktu Gempa", salah satu dari tiga program unggulan Festival Sintasloka yang berlangsung sejak 26 Oktober hingga 5 November 2024 | Foto: Hermawan Akil/Tutura.Id

Forum Sudutpandang yang telah berdiri sejak 2016 kembali mengajak segenap warga Sulawesi Tengah, wabilkhusus generasi muda penghuni Lembah Palu, untuk jangan berhenti mengingat peristiwa 28 September 2018. Saat bencana berupa lindu 7,4 magnitudo diikuti tsunami dan likuefaksi datang menerjang. Ribuan orang meninggal. Banyak bangunan rata dengan tanah.

Ajakan untuk terus merawat ingatan kolektif warga terhadap kejadian 2018 kali ini dihadirkan dalam rupa festival seni budaya bernama “Sintasloka: Living on a Fault Art”. Kegiatan ini mendapat sokongan dari Kementrian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi Republik Indonesia dalam agenda program Pekan Kebudayaan Nasional (PKN).

“Sintasloka berasal dari nama WhatsApp grup yang kami bentuk kala itu untuk saling berkoordinasi dan terhubung dalam memberikan bantuan kepada para korban atau penyintas bencana,” ungkap Rahmadiyah Tria Gayathri, direktur Festival Sintasloka sekaligus penggawa Forum Sudutpandang, saat konferensi pers di Marlah Hub, Jalan Ki Hajar Dewantoro, Besusu Timur, Palu, Jumat (25/10/2024) petang.

Merujuk Kamus Besar Bahasa Indonesia, sintas berarti terus bertahan hidup. Sedangkan loka menandakan tempat atau lokasi. “Sintasloka adalah kata kerja yang menggerakkan kami untuk bangkit dan berbenah di masa-masa ketika kami tidak percaya pada tanah yang kami pijak,” demikian penjelasan dalam buku panduan festival yang dibagikan kepada awak media.

Edisi pertama penyelenggaraannya ini, Festival Sintasloka berfokus terhadap isu-isu kawasan, revitalisasi ingatan, solidaritas antarpenyintas, dan upaya memuliakan pengetahuan kebencanaan yang terjadi pada masa lampau.

Ama, sapaan akrab Rahmadiyah, berharap Sintasloka bisa menjadi festival yang berkelanjutan di Sulawesi Tengah.

Sintasloka yang berisi tiga program utama dijadwalkan berlangsung selama 11 hari beruntun. Saling berkumpul dan berkolaborasi tanpa henti, tanpa jeda. Bermula dari pembukaan pada 26 Oktober hingga penutupan 5 November 2024.

Penyelenggaraan festival ini juga melibatkan tiga seniman undangan dari luar Kota Palu, lima seniman lokal, dan tiga kelompok musik yang merepresentasikan Sulawesi Tengah.

Berikut intisari dari ketiga program utama Festival Sintasloka edisi perdana yang semuanya terbuka untuk umum alias gratis.

Performative reading alias membacakan kembali arsip teks buku "Yang Kitorang Rasa Waktu Gempa" di Marlah Hub, Jalan Ki Hajar Dewantoro | Sumber: Forum Sudutpandang

Pameran “Yang Kitorang Rasa Waktu Gempa”

Diambil dari judul buku yang pernah diterbitkan oleh Forum Sudutpandang tahun 2019. Isinya memuat cerita dalam bentuk tulisan dan gambar dari anak-anak di wilayah Palu, Sigi, dan Donggala.yang saat itu merasakan peristiwa bencana 28 September 2018.

Cerita-cerita itu mereka tuangkan dalam medium kertas dengan ukuran bervariasi (A5 hingga A3) menggunakan pensil warna dan krayon.

Anak-anak yang berkontribusi berasal dari sembilan titik tempat pengungsian saat masa darurat, yaitu Kelurahan Tipo, Desa Sidera, Desa Boladangko, Jalan Komodo, Desa Rogo, Desa Loli Saluran, Kelurahan Mamboro, Kecamatan Tawaeli, dan Desa Loru. Total terkumpul 479 cerita dalam bentuk gambar dan teks yang terarsipkan.

"Hal yang menarik dari pameran ini adalah bagaimana produksi arsip itu. Apa motifnya dan bagaimana dia dibingkai dari sudut pandang anak-anak," kata Tafiqurrahman Kifu selaku manajer program dan kurator pameran “Yang Kitorang Rasa Waktu Gempa”.

Selain bisa melihat sejumlah karya anak-anak penyintas, pameran ini juga dirangkaikan dengan beberapa program publik lainnya, yaitu pembacaan teks-teks cerita dari buku “Yang Kitorang Rasa Waktu Gempa”, peluncuran buku “Rekaman” berisi jurnal gambar dan bunyi produksi Mutuals dari tahun 2022-2023, diskusi tentang potensi artistik dalam arsip, dan lokakarya mengenai pendekatan transfer gambar dengan metode cetak saring (sablon).

Pameran ini berlangsung saban hari dari 26 Oktober hingga 4 November di Marlah Hub, Jalan Ki Kajar Dewantoro, Besusu Timur. Waktu buka ruang pameran mulai pukul 15.00—22.00 Wita.

Rahmadiyah Tria Gayathri dan Tafiqurrahman "Kifu" saat memberikan keterangan pers terkait penyelenggaraan Festival Sintasloka | Sumber: Forum Sudutpandang

Simpul Suaka

Program unggulan kedua dari rangkaian Festival Sintasloka diberi nama “Simpul Suaka” yang menghadirkan presentasi karya milik tiga seniman dengan beragam medium dan isu terkait dengan ruang komunitas kolaborator, meliputi literasi, arsitektur, dan bunyi.

Ada tiga karya seniman yang mengisi ruang-ruang pameran dalam program ini, yaitu Lala Bohang, Rifandi S. Nugroho, dan Sigisora. Mereka juga akan melakukan sesi gelar wicara bersama pengunjung yang hadir.

Lala Bohang dengan karyanya bertajuk “Perjalanan Topalu’e: Di Antara Langit dan Bumi” yang menggunakan medium tanah, teks, video, dan gambar akan mengisi sesi gelar wicara di Perpustakaan Nemu Buku, Jalan Tanjung Tururuka, pada 1 November 2024, mulai 19.30—21.30 Wita.

Keesokan harinya (2/11), pada jam yang sama, Rifandi S. Nugroho yang bekerja di bidang arsitektur, seni, dan sejarah akan mampir ke Ruang Dualapan di Jalan Ki Hajar Dewantoro. Kurator sekaligus peneliti ini melakukan lokakarya bertajuk “Belajar di Air Keruh” yang berusaha memetakan ingatan, pengetahuan, akal-akalan ruang, dan arsitektur di daerah rawan bencana. Secara spesifik, lokus yang diambil untuk belajar adalah Kelurahan Balaroa, salah satu wilayah terdampak likuefaksi kala gempa bumi dahsyat mengguncang Palu enam tahun silam.

Sub Plaza Indonesia di Jalan Sam Ratulangi akan menghadirkan presentasi karya milik kolektif seni bunyi Sigisora asal Jakarta. Selain presentasi karya berjudul “Futures of Listening”, kelompok ini juga mengadakan gelar wicara dan listening session sebanyak dua pertemuan, yaitu pukul 16.00—17.30 Wita dan pukul 18.30—20.00 Wita pada 3 November.

Kehadiran program “Simpul Suaka” diharapkan jadi wadah yang mempertemukan seniman dengan komunitas dan publik. Tujuannya tak lain untuk merawat ingatan kolektif tentang pengetahuan lokal di Sulawesi Tengah, sekaligus membagikan banyak hal yang cenderung dipinggirkan, seperti pengalaman kebencanaan, tradisi lisan, dan warisan budaya lokal.

Pameran serentak ini berlangsung mulai 1—5 November 2024. Para pengunjung bisa mengaksesnya pukul 15.00 hingga 22.00 Wita.

Pertunjukan dadendate dari Sanggar Seni Toposo saat pembukaan Festival Sintasloka di Marlah Hub, Jalan Ki Hajar Dewantoro | Sumber: Forum Sudutpandang

Nyanyian-Nyanyian Laut

Program terkahir di Festival Sintasloka yang menampilkan beberapa grup musik Tardigrada, Buka Pintu, dan Guritan Kabudul. Ikut memeriahkan panggung pertunjukan sederhana ini adalah kelompok-kelompok masyarakat yang menggunakan budaya tutur (syair) sebagai upaya merekam memori kawasan dan menyoroti pentingnya menjaga lingkungan sebagai bagian dari proses pemulihan.

Masing-masing penampil tak hanya membawakan tembangnya, tapi juga mengisahkan perjalanan dan harapan sebagai penyintas. Menjadikannya bukan sekadar pertunjukan seni, tapi juga sebagai momen refleksi dan ruang kolaborasi bagi seniman dan masyarakat.

Presentasi karya musik ini berlangsung mulai pukul 16.30 Wita di Taman Baca Masyarakat Tatavuri, Kelurahan Tipo, Kecamatan Ulujadi, Kota Palu (5/11).

Bagaimana perasaanmu setelah membaca artikel ini?
Suka
1
Jatuh cinta
1
Lucu
0
Sedih
0
Kaget
0
Marah
0
Mungkin tertarik
TUTURA.ID - Mengenal Lenda dan Bayasa dalam tradisi Suku Kaili
Mengenal Lenda dan Bayasa dalam tradisi Suku Kaili
Bayasa merujuk pada posisinya sebagai penghubung antara manusia dan alam gaib. Sementara lenda merujuk pada…
TUTURA.ID - Menikmati suguhan seni siswa SMAN 2 Palu dalam pagelaran ''Meraki Amerta''
Menikmati suguhan seni siswa SMAN 2 Palu dalam pagelaran ''Meraki Amerta''
Sanggar Seni Kuas menyelenggarakan pementasan seni bertajuk "Meraki Amerta". Acara ini adalah etalase dari kerja-kerja…
TUTURA.ID - Asa menghadirkan cagar budaya di Kota Palu
Asa menghadirkan cagar budaya di Kota Palu
Kota Palu menyimpan banyak potensi Objek yang Diduga Cagar Budaya. Namun, belum ada satu pun…
TUTURA.ID - Khazanah wastra di Sulteng; dari kulit kayu hingga tenun ikat
Khazanah wastra di Sulteng; dari kulit kayu hingga tenun ikat
Beragam pakaian dan kain tradisional dari suku-suku penghuni Lembah Palu terpajang dalam pameran yang berlangsung…
TUTURA.ID - Darurat Kekerasan Seksual Di Sulteng
TUTURA.ID - Darurat Kekerasan Seksual Di Sulteng