Suasana gelap dan hawa dingin yang menusuk kulit tak menghentikan langkah Camina (65) berjalan menuju Jalan Balaikota, Kelurahan Tanamondidi, Kecamatan Mantikulore, Kota Palu, Minggu (22/10/2023).
Waktu menunjukkan pukul lima lewat sepuluh dini hari saat perempuan paruh baya itu tiba di depan kantor Komando Distrik Militer (KODIM) 1306/Kota Palu. Kehadirannya sepagi itu untuk membersihkan jalan.
Saat banyak warga Palu masih terbuai mimpi, Camina sudah harus berjibaku dengan sapu lidi dan selembar kantung kresek. Menjaga kebersihan salah satu pusat perkantoran di ibu kota Sulteng ini.
“Kalau bagian saya di sini biasa paling banyak sampah daun atau bungkus makanan dan minuman,” urai Camina kepada Tutura.Id.
Ia meluangkan sejenak waktunya bercerita sembari beristirahat. Maklum usianya tak lagi muda. Lagi pula pekerjaannya pagi itu hampir rampung.
Camina merupakan satu dari sekian banyak penyapu jalan yang menjadi garda terdepan memelihara kebersihan di Kota Palu, termasuk sekitar 3.000 orang peserta program padat karya, dan ratusan tim armada pengangkut sampah.
“Saya mulai ba sapu itu mulai jam lima pagi sampe selesai. Kadang dua-tiga jam, setiap hari,” tuturnya. Rute menyapu jalan ini, sambung Camina, dimulai dari jalan depan KODIM 1306/Kota Palu hingga pertigaan Jalan Balaikota-Jalan Veteran.
Ibu dua anak ini telah melakoni pekerjaan sebagai penyapu jalan selama enam tahun. Sekitar medio 2017, salah seorang kerabatnya memilih berhenti dari penyapu jalan karena alasan kesehatan.
Camina kemudian berinisiatif mendatangi DLH Kota Palu agar diberi kesempatan menggantikan tugas kerabatnya.
Dalam laporan terbaru DLH Kota Palu, ada 145 orang penyapu jalan di Kota Palu. Jumlah ini sedikit menyusut dibandingkan tahun 2017 yang tercatat sebanyak 223 orang.
Alasan lain Camina akhirnya bekerja sebagai penyapu jalan karena anak laki-lakinya meninggal dunia. Selama 25 tahun hidup menjanda, ia hanya bergantung dari putra semata wayangnya itu.
Sepeninggal dua tulang punggung keluarganya, ia mau tak mau harus ambil risiko; harus bekerja keras di usia senja, dibantu oleh anak keduanya bersama menantu demi menghidupi lima orang cucunya.
“Tahun 2017, saya diupah Rp600 ribu setiap bulan. Sekarang sudah Rp1,5 juta per bulan. Alhamdulilah, cukup untuk kami di rumah. Saya juga ba jual-jual baju, biar ada tambahan sedikit,” ucapnya.
Sebelum menjadi penyapu jalan, ia hidup dari meneruskan usaha suaminya berjualan kue tradisional di pasar.
Bagi Camina, pekerjaan yang ia tekuni ini sejatinya tidak berat meski fisiknya tak lagi kuat. Asal bekerja tepat waktu dan membersihkan rute yang telah ditentukan oleh pengawas dari DLH Kota Palu. “Hitung-hitung olahraga, biar tetap sehat,” lanjutnya sembari tersenyum.
Ada dua hal yang bikin Camina bersikeras menjalani pekerjaan sebagai penyapu jalan.
Pertama, menjadi bagian dari garda terdepan kebersihan Kota Palu adalah aktivitas yang bermanfaat bagi banyak orang.
Kedua, ia masih harus membiayai kuliah cucunya yang kedua. Cucu perempuannya itu berencana kuliah di Universitas Tadulako. Ia juga harus membantu biaya hidup sekeluarga di rumah, termasuk cucu ketiga sampai keempatnya.
“Sebenarnya cucuku yang laki-laki mau juga lanjut kuliah, tapi terpaksa harus kerja di toko karena tidak cukup ongkos. Jadilah, yang cucu perempuan satu-satunya diusahakan,” ungkapnya.
Camina menceritakan kondisi rumah tangganya dengan mata sendu. Sesekali punggung tangannya mengelap titik air di sudut matanya.
Ia berharap masih bisa bekerja selama beberapa tahun ke depan, walaupun usianya kian menua. Kelak anak cucunya tak harus merasakan seperti kisah hidupnya di masa tua.
Ringan tapi berisiko
Hamzah (40) sedang memarkir kendaraan bak terbuka pelat merah di halaman rumahnya, di salah satu gang kecil di Jalan Merpati, Tanamondindi, Mantikulore, Palu.
Berselang dua menit, ia sudah sudah mengambil tempat duduk di beranda rumahnya.
Sore hampir menjelang malam itu ia baru saja selesai mencuci mobil berwarna oranye yang dikendarainya saban hari.
Hamzah merupakan salah satu petugas kebersihan yang bertanggung jawab mengangkut sampah-sampah dari rumah warga ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Kawatuna.
“Kalo tim kami ada tiga orang, termasuk saya. Wilayah kerja kami di Tanamodindi II,” ungkap Hamzah ketika ditemui Tutura.Id, Sabtu (21/10) siang.
Tanamondidi II, lanjut Hamzah, berada di salah satu titik padat permukiman di Mantikulore.
Rute pengangkutanya mencakup rumah penduduk di sepanjang Jalan Veteran atas sebelum UD Maju, kemudian turun ke bawah hingga persimpangan lampu merah Jalan Veteran.
Selanjutnya, berbelok ke sepanjang Jalan Sisingamangaraja hingga traffic light di persimpangan Jalan Lagarutu, lalu naik ke atas lagi mengitari kompleks perumahan di Jalan Lagarutu dan Jalan Merpati.
Sesuai aturan, sampah-sampah warga mulai diangkut sejak pukul 18.00-21.00 WITA. Hanya saja, Hamzah dan sejumlah rekannya memilih mengangkut lebih awal agar bisa menuntaskan pekerjaan lebih cepat.
“Kalo kami biasa sudah mulai jam empat sore. Karena rutenya sudah kami tentukan dan jaraknya baku dekat, cukup dua kali angkut,” imbuhnya.
Hamzah baru sebulan bergabung dalam aktivitas kebersihan kota dalam tim armada pengangkut sampah “Palu Bersih”.
Bila setiap armada terdiri atas 3-4 orang, maka ada sekitar 210-280 petugas untuk 70 armada sampah yang hilir mudik di jalanan Kota Palu.
Ia mendapatkan pekerjaan ini setelah direkomendasikan seorang temannya yang juga tim pengangkut sampah. Sebelumnya ia tak punya pekerjaan tetap alias kerja berdasarkan panggilan.
Keadaan sulit itu membuatnya dalam posisi dilematis. Sebab jika tak punya pekerjaan reguler, alamat ia tak mengantongi pemasukan tetap setiap bulan.
Alhasil tawaran bekerja sebagai petugas angkut sampah, dengan segala risikonya, tak kuasa ia tolak.
“Risikonya paling soal kesehatan atau kalo ada sampah berbahaya begitu. Wajib mandi bersih setelah kerja sebelum ketemu dengan orang-orang di rumah,” cerita Hamzah menggebu-gebu.
Setiap bulan, Hamzah beroleh gaji Rp2,5 juta. Penghasilan ini terbilang lebih dari cukup dibandingkan kerja serabutan yang tak tentu.
Lagi pula bekerja sebagai armada pengangkut sampah lebih banyak sisi positifnya ketimbang negatifnya.
Hamzah dan rekan-rekannya seringkali mendapat apreasiasi dari warga yang sehari-hari menjadi langganannya mengambil sampah.
Ia menuturkan, hampir jarang menemui keluhan dari warga soal sampah yang tak terangkut, apalagi mendapat teguran keras dari pemerintah. Bahkan warga sangat teratur membuang sampah. Kebiasaan itu memudahkan mereka bekerja.
Tak hanya itu, aktivitas pengangkutan sampah yang masif dilakukan saat ini turut ambil peran memperbaiki kebersihan kota beberapa tahun terakhir.
“Pekerjaan ini sangat membantu keluarga saya dan juga untuk perbaikan kota,” pujinya.
Selama bertugas sebagai tim pengangkut sampah, berat sampah sangat bervariasi. Mulai dari 700 kilogram hingga 1 ton. Rata-rata jenis sampah rumah tangga.
Berdasarkan catatan DLH Kota Palu, sekitar 97.492 ton sampah dihasilkan per 30 Juli 2023. Tiga sektor penyumbang sampah terbesar antara lain sampah rumah tangga sebesar 67,7%, pasar tradisional 18,1%, serta pusat perniagaan 10,2%.
Adapun sampah rumah tangga terbagi atas tiga kategori, seperti organik, anorganik, dan bahan berbahaya dan beracun (B3).
Sampah organik biasanya berupa sisa sayuran, daging, potongan ikan, buah-buahan busuk, daun, ranting kering, dan kotoran hewan. Sampah anorganik mencakup botol bekas, plastik, kaleng bekas, kaca dan sejenisnya.
Lalu, sampah B3 meliputi baterai bekas, bola lampu bekas, kaleng aerosol obat nyamuk, pewangi ruangan, wadah bekas kosmetik, obat-obatan kadarluarsa, cairan pembersih, atau semacamnya.
Bagi Hamzah, menjadi seorang petugas kebersihan bukan pekerjaan rendahan. Dengan mengangkut sampah tepat waktu, risiko penyakit di lingkungan rumah tangga bisa ditekan.
petugas kebersihan sampah warga kesehatan lingkungan kebersihan penyapu jalan pemulung armada angkut sampah Palu