Sejak film Lisa (1971) mengisi bentangan layar sinema Indonesia sebagai film horor pertama yang tayang pada periode Indonesia modern, hantu perempuan secara dominan muncul dalam film horor Indonesia pada setiap periode.
Sebagai contohnya seperti film horror KKN di Desa Penari yang juga identik dengan hantu perempuan, yaitu Badarawuhi dan Mbah Dok. Dikutip dari filmindonesia.or.id, film yang disturadarai oleh Awi Suryadi itu telah ditonton 8.667.578 orang dan menjadi film dengan penonton terbanyak ditahun ini.
Ada juga film Pengabdi Setan (2017) yang telah ditonton sebanyak 4.206.103 penonton yang berhasil menempati ranking teratas pada 15 film Indonesia dalam perolehan jumlah penonton pada tahun 2017 berdasarkan tahun edar film. Kemudian sekuel dari film ini yakni Pengabdi Setan 2: Communion (2022) yang telah ditonton sebanyak 6.368.168 penonton di bioskop. Begitu laris bukan?
Bicara data
Justito Adiprasetio, Dosen Budaya Populer Fakultas Komunikasi Universitas Padjajaran, dalam tulisannya dengan judul "Ketimpangan Representasi Hantu Perempuan pada Film Horor Indonesia Periode 1970-2019", menyebutkan film-film horor Indonesia dengan representasi hantu perempuan lebih banyak ditemukan dalam genre horor paranormal.
Sisi misoginisme kerap kali muncul dalam membingkai film seram di Indonesia, mulai dari sosok perempuan yang dianggap lemah dan protagonis, sehingga tidak mampu melawan dan dijadikan objek kekerasan fisik dan seksual.
Tidak sampai di situ, Justito yang tulisannya dimuat dalam Jurnal Akademik Universitas Padjajaran pada tahun 2022 mengungkapkan bahwa penggambaran hantu perempuan ini semasa hidupnya cenderung selalu tunduk dan patuh terhadap laki-laki. Pun hidup dalam kungkungan patriarki.
Alhasil sebagian besar, bahkan hampir kebanyakan, film horor didominasi oleh hantu perempuan karena dianggap lebih menampilkan sisi monstrous secara fisik dengan alur cerita yang dibuat seolah-olah perempuan hanya bisa melawan melakukan balas dendam saat ia menjadi hantu.
Justito mencatat dalam rentang 1970-2019 ada 559 film horor Indonesia. Dari jumlah itu 338 film atau 60,47% menghadirkan perempuan sebagai hantu utama. Sedangkan hantu laki-laki sebagai pemeran utama hanya 135 film atau 24,15%. Sisanya menghadirkan hantu perempuan dan laki-laki sebagai hantu utama.
Sebaliknya, pemeran utama laki-laki--yang kerap kali berkarakter sebagai pemuka agama--bertugas untuk menangkal para hantu perempuan.
"Para audiens digiring ke arah narasi bahwa arwah gentayangan, roh, hantu, siluman, dan semua representasi karakter utama perempuan harus patuh dan taat pada kekuatan agama dari sang ustaz atau pastor yang kebanyakan laki-laki," tulis Justito di The Conversation--ditulis bersama dosen Universitas Padjadjaran, Annisa Winda Larasati.
Peran hantu perempuan
Dominasi hantu perempuan sebagai pemeran utama juga ada dalam film genre komedi horror seperti Ghost Writer. Film ini bercerita tentang Siti yang selama masa hidupnya selalu disiksa oleh suaminya. Siti pun meninggal dan menjadi arwah gentayangan lalu membalaskan dendam pada suaminya dan laki-laki yang telah membunuhnya.
Erin Harrington, dalam bukunya Women, Monstrosity, and Horror Film, menyebutkan bahwa sosok perempuan dalam film horor memegang peranan penting, baik sebagai karakter protagonis maupun sebagai antagonis berupa sosok hantu yang menentukan plot naratif film horor.
Sependapat dengan hal tersebut, Nur Afni selaku sutradara film Uwentira mengatakan baginya perempuan pemegang penting dalam film horor. Dari segi karakter perempuan lebih pantas menjadi pemeran utama. Di samping pertimbangan teknis seperti kecocokan memakai kostum tertentu ketimbang karakter laki-laki.
“Kita bisa lihat dari pakaian dan gaun yang mereka gunakan untuk diperankan dalam tiap adegan horor. Pertimbangan saya dalam memilih pemain atau pemeran utama adalah dari wajah, rambut yang panjang serta postur tubuh yang sesuai, serta bisa memahami perannya dalam membawakan tokoh wanita Uwentira,” ujarnya.