Gelinding industri perfilman Indonesia melaju kencang empat tahun beruntun sebelum pandemi datang. Indikator utamanya terlihat jelas dari tumbuhnya minat menonton di bioskop, salah satu lumbung pemasukan terbesar.
Saat episode penutupan 2019, angka penjualan tiket mencapai 51,9 juta lembar. Jumlah ini merupakan catatan terbanyak sejak 2007. Tentu ada banyak faktor yang membuat langkah kaki penggemar film kembali ringan untuk menyaksikan sajian para sineas kita.
Bertambahnya jumlah bioskop—juga layar—bisa jadi alasan utama karena bikin akses menyaksikan film di layar lebar jadi lebih terbuka.
Menurut data Gabungan Pengusaha Bioskop Seluruh Indonesia, hingga Mei 2022, jumlah layar bioskop di Indonesia mencapai 2.088 layar. Sungguhpun mayoritas masih tersebar di Pulau Jawa. Faktor lain yang tak kalah krusial adalah perkara kuantitas dan kualitas produksi film.
Kesadaran para produser film kiwari untuk mengumumkan perolehan angka penonton film produksinya juga patut mendapat acungan jempol. Publik jadinya bisa mengetahui film-film apa saja yang laris di pasaran dan mana yang jeblok.
Tahun-tahun sebelumnya belum pernah lagi ada pencatatan jumlah penonton mengingat kondisi perfilman Indonesia yang “mati suri” kurun dekade 90-an. Arsip raihan jumlah penonton dekade-dekade sebelumnya juga tercerai-berai. Walhasil sulit melakukan pengumpulan data untuk kemudian mengomparasinya.
Demi melihat angka pertumbuhan yang positif tadi, para pekerja film menatap 2020 dengan rasa optimisme. Apa boleh bikin, dunia berhadapan dengan pagebluk yang bikin hampir semua pelaku bisnis kelimpungan.
Industri perfilman nasional yang tadinya sedang mekar tiba-tiba harus kuncup seketika. Pemerintah mengeluarkan aturan yang melarang aktivitas berkumpul dalam jumlah banyak dalam satu ruangan/tempat. Pengusaha bioskop terpaksa menutup usahanya.
Film-film yang sudah kelar berproduksi dan siap tayang di bioskop terpaksa dihadapkan pada dua opsi; menunda tayang di tengah ketidakpastian, atau berpindah ke platform streaming, semisal Netflix dan Disney Plus. Banyak yang akhirnya memilih opsi kedua.
Sementara banyak proyek film yang awalnya direncanakan produksi sepanjang 2020 dan 2021 harus menginjak pedal rem sejenak. Bersikeras tetap lanjut syuting berkonsekuensi menggelembungkan bujet.
Dus, kondisi perfilman Indonesia—juga dunia, termasuk Hollywood sekalipun—selama periode 2020 dan 2021 otomatis amat sangat lesu.
Saat kondisi menunjukkan titik cerah menjelang awal 2022, banyak pihak yang tidak pasang target muluk. Mengulangi pencapaian 2019 dari segi jumlah tiket penonton film Indonesia dianggap kurang realistis. Masih terlalu dini untuk mengulanginya.
Fakta yang terjadi justru sebaliknya. Bioskop kembali berjubel penonton. Industri perfilman tanah air juga sukses melakukan rebound tinggi. Sesuatu yang tidak terduga, tapi tentu saja jauh dari lubuk hati terdalam sangat diinginkan.
Menurut perkiraan Bicara Box Office, total penjualan tiket bioskop di Indonesia sepanjang tahun kalender 2022 mencapai 96 juta tiket. Sementara penjualan tiket film-film Indonesia mencapai 54,4 juta lembar. Pecah rekor.
Apa saja amunisi yang dimiliki para sineas dalam menghasilkan angka fantastis tadi sepanjang tahun lalu? Horor. Sebuah genre yang selalu punya tempat di hati para pencinta film.
Berdasarkan daftar 15 film terlaris sepanjang tahun 2022 dari situsweb filmindonesia.or.id, 10 di antara 15 film yang masuk kategori box office alias terlaris bergenre horor.
Fakta menarik lainnya adalah dari 10 film horor terlaris tadi, delapan judul di antaranya masing-masing berhasil menjual tiket lebih dari 1,3 juta lembar. Sementara dua film lainnya mendatangkan lebih dari 800 ribu orang.
KKN Desa Penari jadi film horor Indonesia terlaris sepanjang tahun lalu. Pun jadi yang terlaris sepanjang masa. Menumbangkan rekor yang sebelumnya milik Warkop DKI Reborn: Jangkrik Boss! Part 1 (2016). Jumlah penonton film produksi MD Pictures yang berasal dari utas di Twitter itu mencatatkan 9,9 juta orang.
Peringkat film terlaris kedua jadi milik Pengabdi Setan 2: Communion yang menorehkan angka 6,4 juta penonton. Lebih laris dari pendahulunya yang mencatatkan 4,2 juta lembar tiket nonton di bioskop laku sejak rilis 2017.
Berikutnya ada Ivanna (2,7 juta penonton), The Doll 3 (1,7 juta penonton), Qodrat (1,7 juta penonton), Jailangkung: Sandekala (1,5 juta penonton), Qorin (1,3 juta penonton), Keramat 2: Caruban Larang (918 ribu penonton), dan Pamali (880 ribu penonton).
Jika diakumulasi, film-film horor Indonesia laris tadi sukses mendatangkan sebanyak 27,3 juta penonton ke bioskop selama kurun 2022.
Pakar kajian sinema Universitas Airlangga, Igak Satrya Wibawa, mengatakan bahwa ada tiga faktor di balik keberhasilan film KKN Desa Penari arahan Awi Suryadi.
"Karena rasa penasaran yang menahun dari sebuah utas di Twitter pada 2019 silam. Lalu ditambah ketidakpastian jadwal tayang, hingga kurangnya film Indonesia yang tayang saat April 2022," kata Igak.
Faktor lainnya, tambah doktor lulusan Creative Art and Social Inquiry di Curtin University, Australia, tema dan sumber-sumber dalam ranah horor bisa digali tanpa batas. Kita punya banyak perbendaharaan kisah atau sosok setan lokal, mulai dari genderuwo, pocong, kuntilanak, dan sejenisnya.
Pernyataan Igak senada dengan sineas Joko Anwar. Dalam konferensi pers film Pengabdi Setan 2: Communion, Joko menyebut puspa ragam horor kita merupakan kekayaan bangsa yang harus dimanfaatkan sebaik mungkin. Konkretnya, silakan berlomba memproduksi horor dengan rupa-rupa cerita, tapi jangan mengesampingkan kualitas.
Genre horor sekali lagi jadi penyelamat
Genre horor berusia hampir sama tuanya dengan sejarah kelahiran sinema yang sudah terbentang lebih dari seabad. Jika menelisik sejarah perfilman Indonesia, sajian film bernuansa seram pertama sudah rilis pada 1934 lewat Doea Siloeman Oeler Poeti en Item.
Seiring waktu, genre horor makin sering jadi arena bermain sutradara. Bersanding dengan drama dan komedi yang telah lebih dahulu menjadi primadona. Terlebih ketika ternyata sukses menarik banyak penonton, jumlah produksinya tumbuh bak cendawan saat musim hujan.
Ada satu nama yang kemudian mendapat julukan “ratu film horor Indonesia”. Sosok itu bernama Suzzanna Martha Frederika van Osch (1942-2008). Beberapa judul film yang lekat dengan akting menyeramkannya, antara lain Sundel Bolong (1981), Ratu Ilmu Hitam (1981), Nyi Blorong (1982), Malam Satu Suro (1988), dan Wanita Harimau (1988).
Selain judul-judul di atas, juga ikonisnya persona Suzzanna, masih ada sederet produksi film pembangkit rasa seram lain yang menghiasi khazanah perfilman tanah air sepanjang dekade 80-an. Periode yang banyak disebut sebagai masa keemasan genre horor lokal.
Masuk ke dekade 90-an yang jadi episode kelam industri perfilman Indonesia, genre horor muncul dengan jualan adegan vulgar. Ketika bangkit lagi dari tidur panjangnya awal milenium ketiga, Jelangkung arahan Rizal Mantovani dan Jose Poernomo sukses mendatangkan 1,3 juta penonton.
Perolehan angka itu terang sangat membanggakan mengingat sebaran jumlah bioskop dan layar kala itu masih sangat terbatas. Pun tingkat kepercayaan penonton yang masih rendah.
Lambat laun corak film horor nasional melakukan ekspansi. Penjelajahan mengenai tema-tema legenda urban turut jadi pilihan. Semisal Ada Hantu di Sekolah (2004), KM 14 (2006), dan Terowongan Casablanca (2007).
Setelah mentok dengan urban legend, corak horor dekade 90-an kembali berulang; jualan adegan sensual dengan pemeran nan seksi. Berbagai judul aneh yang bikin kepala geleng-geleng hadir “membanjiri” bioskop. Kualitas penggarapannya tak dibarengi kuantitas produksi. Rintihan Kuntilanak Perawan (2010), Arwah Kuntilanak Duyung (2011), dan Hantu Budeg (2012) hanya segelintir contoh.
Alhasil animo menyaksikan film bergenre horor kembali meredup. Penonton merasa jengah dengan materi-materi semacam tadi.
Era kebangkitan kembali film horor Indonesia mendapatkan kembali momentumnya pada 2017. Saat itu hadir film ulang buat Pengabdi Setan (2017) arahan Joko Anwar dan Danur: I Can See Ghosts yang kelak beranak-pinak menjadi sebuah waralaba alias franchise.
Bukan hanya laris di pasaran karena tiketnya ludes jutaan lembar, tapi secara kualitas juga menunjukkan peningkatan signifikan. Film Pengabdi Setan bahkan menembus 13 kategori dalam Festival Film Indonesia. Artinya genre horor kini tak lagi dipandang sebelah mata dari segi kualitas. Sesuatu yang sangat jarang terjadi.
Hingga kini subgenre atau keturunan horor telah pula bertransformasi menghasilkan yang namanya; arwah/setan, mitologi, penjagalan (slasher), paranormal, psikologis, zombie/monster/vampir, komedi horor, dan masih banyak varian lainnya.
Film Indonesia horor genre genderuwo pocong kuntilanak jelangkung KKN Desa Penari Pengabdi Setan 2 Communion Warkop DKI Reborn Joko Anwar Awi Suryadi Jose Poernomo Rizal Mantovani Suzzanna MD Pictures Rapi Films sineas urban legend bioskop sinema box office streaming Festival Film Indonesia