Lama mengendap dalam catatan dan imajinasi penulisnya, akhirnya “HEY BOSKU” lahir dalam sorotan lirik yang tajam, lugas tanpa basa-basi. Lirik dan judul lagu ini sudah ada dalam pikiran dan catatan kecil penulisnya sejak 2004. Adalah Adi Tangkilisan, seniman progresif asal Palu yang kini terus berproses dalam dunia musik, menulis kegelisahannya atas realitas kehidupan politik hari ini, yang semakin ke sini semakin tidak beres.
Karya seni selalu lahir dari pergolakan jiwa yang bersinggungan dengan realitas peradaban. Begitu kira-kira yang tampak dari setiap karya yang lahir dari alam pikir Adi Tangkilisan atau Papa Guma. Dari sekian banyak karya-karyanya dalam bermusik, “HEY BOSKU” adalah yang teranyar, setelah sabar menunggu momentum selama 20 tahun.
Panjang memang waktunya untuk menunggu, sebab Adi bukanlah solois yang biasa tampil sendiri. Ia besar dan tumbuh dari band. Sebelum merilis “HEY BOSKU”, bersama dua kawannya, Iwan Masruri dan Tommy Maranua, Adi merilis singel “Searah” pada 2020.
Setelah berhasil menggarap dan merilis “Searah”, mereka sepakat membentuk band yang mereka namakan PARAPAPPA pada 2021, walaupun mereka saat itu tinggal di tiga kota berbeda; Iwan tinggal di Jakarta, Tommy di Surabaya, dan Adi di Palu.
Karena soal jarak ini, “Searah” digarap dalam proses yang juga memakan waktu, setelah melalui diskusi panjang melalui grup WhatsApp. Kesamaan persepsi dalam bermusik, telah menyatukan chemistry di antara mereka yang akhirnya sepakat membentuk band rock alternatif yang produktif dan siap masuk ke industri musik Indonesia.
Dinamika pembentukan PARAPAPPA sebagai sebuah band termasuk salah satu situasi yang kita temukan hanya di era ini. Jarak dan ruang tidak lagi menjadi batas yang berarti. Kecanggihan teknologi telah mempertemukan orang-orang dengan ide-ide kreatif, memfasilitasi mereka dengan kemudahan sistem informasi sehingga nyaris tak ada yang tak mungkin untuk diwujudkan.
View this post on Instagram
Beda latar genre musik
Ketiga personel PARAPAPPA punya pengalaman panjang dalam bermusik yang berangkat dari band bawaan dengan konsep berbeda. Iwan saat ini sedang aktif di band Traxtor yang mengusung thrash metal, sementara Adi juga tengah giat-giatnya berproduksi di Culture Project yang khas dengan aransemen musik tradisinya. Demikian pula Tommy, mantan gitaris band Boomerang yang kini aktif di beberapa band rock Surabaya.
Tak sulit bagi mereka untuk berkolaborasi dalam sebuah band. Kedewasaan dalam bermusik telah menuntun mereka mengawinkan gaya bermusik dengan gagasan yang selalu menggebu-gebu dalam kritik sosial. Tentu, baik Adi maupun Iwan dan Tommy, masing-masing punya konsep atas idealisme karya-karyanya. Dengan kepekaan rasa dan intuisi yang mereka miliki, pandangan-pandangan ideal itu melebur dalam setiap karya musik mereka.
Demikian pula dengan genre, tak ada yang bisa dibilang dominan dari latar genre bermusik mereka. Semua telah melebur dalam gaya yang nantinya biar publik menilai. Kalaupun ada yang menyebut mereka band rock alternatif, itu hanya pendekatan dasar, bukan sebuah yang paten.
View this post on Instagram
“HEY BOSKU” rilis setelah menunggu momen
Sejak bertemu dan sepakat membentuk band empat tahun silam, PARAPAPPA telah merilis lima lagu selama 2021. Proses garapannya sedikit agak rumit karena masing-masing personel masih di kota yang berbeda. Iwan merekam vokal dari Jakarta. Demikian pula Tommy dan Adi, mengisi instrumen gitar dari Surabaya dan Palu. Pada lima lagu tersebut, sebenarnya juga ada Farid-Boomerang yang mengisi drum. Namun, ia akhirnya mundur karena kesibukannya bersama Tommy di Surabaya menggarap band lain.
“HEY BOSKU”, sekalipun sudah lama menunggu di daftar antrean, harus bersabar bertemu momentum dan rilis pada minggu kedua Maret 2024. Saat penggarapan lagu ini, Iwan sudah pindah ke Palu bersama keluarga, sehingga mempermudah proses rekaman dan mixing.
Adi mengaku bahwa lagu ini telah melalui proses penyempurnaan dengan konteks kekinian, dan menemukan momen untuk dirilis, sekaligus untuk merespons musim kampanye politik yang menciptakan polusi foto diri di mana-mana, seperti yang tampak pada videoklipnya.
Lantas kenapa mereka memilih diksi bos? Bukan tuan atau kata lain yang sepadan. Adi mengaku bos adalah sebuah penegasan kepada kuasa modal, power atau kendali terhadap orang lain. Kata bos dalam lagu ini, kata Adi, juga diekspresikan seperti yang tampak dalam realitas sosial politik, di mana banyak person yang tumben, atau tiba-tiba berperilaku bos, ingin nyaleg untuk melayani rakyat.
Mereka muncul bagai pahlawan yang seakan sanggup sejahterakan masyarakat dan memberi solusi kebijakan. Padahal, dalam kenyataannya selama ini, mereka hanya peduli pada diri sendiri dan kelompoknya. Selain itu, dalam pergaulan sehari-hari, bos juga bisa jadi panggilan nyeleneh oleh para kaum hipokrit yang ingin ditraktir, dibantu oleh seseorang yang juga senang dipanggil bos.
Kolaborasi yang apik, tayang di kanal YouTube Kemistri
Layaknya para seniman di era digital, “HEY BOSKU” pertama kali rilis di platform YouTube Kemistri (Kekerabatan Ekositem Musik dan Industri) Indonesia. Dengan formasi Adi (gitaris), Iwan (vokalis), dan Tommy (drummer dan gitaris), ditambah Kuo Indra—vokalis band Temperament Navigasi—sebagai additional player untuk mengisi bass, “HEY BOSKU” tak bisa dibilang lagu sederhana.
Entakan drumnya bergaya rock dengan pola ketukan polyrhythm 10/4, berpadu power chord pada ritem gitarnya yang berprogres seperti pada lagu-lagu bergenre grunge. Gaya dan warna ini menggambarkan era ketiga personel PARAPAPPA tumbuh dan berproses.
Kehadiran PARAPAPPA melalui single “HEY BOSKU”, sekaligus mengobati kerinduan para penikmat musik dari generasi X yang terbiasa dengan semangat rock.
Selain mengusung tema kritis ala band-band 90-an, yang menarik dalam lagu ini adalah proses kolaborasi yang melibatkan banyak orang-orang kreatif di bidang seni. PARAPAPPA mempercayakan sound design lagu ini kepada Gustav Pator yang sekaligus melakukan proses mixing dan mastering.
Sementara dalam hal perekaman vokal audio dan instrumen berlangsung di tempat berbeda. Tommy merekam gitar dan drum di studionya di Surabaya, suara vokal Iwan dan sebagian gitar direkam di HBF Studio milik Yusuf Radjamuda di Palu, dan untuk bass oleh Indra Kuo direkam di Tepidanau Studio, Tentena.
Kemudian untuk menyajikan tampilan videoklip yang apik dalam menerjemahkan tema lagu dalam bentuk visual, ada Ongki Bengga, pemilik BeforeAfter Studio yang dipercaya sebagai sutradara sekaligus editor.
Lalu ada Kemistri, sebuah gerakan yang kini mulai dipromosikan oleh para pelaku seni kreatif di Palu untuk berkarya bersama dengan prinsip-prinsip yang adil.
Mereka mencoba mengawinkan dua pendekatan dari kutub yang berbeda, antara pendekatan major label dan pendekatan gotong royong kesukarelaan. Sekalipun dua prinsip kerja ini masing-masing punya kelemahan, tapi mereka akan berusaha menambal kekurangan pada masing-masing pendekatan tersebut.
Harapannya proses berkarya oleh para seniman akan mendapatkan sisi keseimbangan; di satu sisi mereka leluasa dan dihargai dalam karya, sementara di sisi lain para penikmat hasil karya mereka memperoleh manfaat yang juga akan dikembalikan pada proses kesenian yang berkelanjutan. Dengan catatan, proses ini harus melibatkan banyak pihak, sebagaimana sebuah ekosistem tumbuh dan berkembang.
Mohamad Sahril, dosen, penulis seni pertunjukan teater, dan penikmat musik
Catatan redaksi: Tulisan opini merupakan pandangan pribadi penulis. Tutura.Id menerima tulisan berbentuk opini sebagai usaha untuk memperkaya perspektif dalam melihat sebuah fenomena dan isu tertentu.
musik PARAPAPPA single videoklip Adi Tangkilisan Gustav Pator HBF Studio Kemisteri politik sampah visual