Hukuman kebiri kimia; salah kaprah dan prosedurnya
Penulis: Juenita Vanka | Publikasi: 19 Mei 2023 - 21:28
Bagikan ke:
TUTURA.ID - Hukuman kebiri kimia; salah kaprah dan prosedurnya
Kebiri kimia diatur dalam Peraturan Pemerintah No.70 tahun 2020 (Naufal Zaquan/Shutterstock)

“Tok!,” bunyi palu sidang yang diketok Agung Dian Syahputra, Ketua Majelis Hakim Pengadilan Negeri Buol, Sulawesi Tengah, usai membacakan amar putusan terhadap Baharudin Kasim alias Baha, Kamis (11/5/2023).

Majelis hakim menjatuhkan hukuman penjara 16 tahun kepada pria berusia 45 itu dan denda Rp1 miliar subsider enam bulan kurungan.

Dalam pembacaan amar putusan, Baha juga mendapatkan hukuman kebiri kimia, pengumuman identitas pelaku, dan pemasangan alat pendeteksi elektronik selama dua tahun setelah terdakwa menjalani pidana pokoknya. Pendeteksi elektronik yang dimaksud berupa gelang elektronik atau lainnya yang sejenis.

Baha menerima hukuman tersebut atas perbuatannya melakukan kekerasan seksual berulang pada anak kandung dan anak angkatnya.

Kejadian pertama terjadi pada 2015. Kala itu Baha tega memperkosa anak tirinya. Perbuatan bejat yang menghantarkannya ringkuk di dalam bui selama sembilan tahun potong masa tahanan.

Walakin, setelah dibebaskan dari penjara Baha mengulangi perbuatannya. Kali ini korban adalah putri kandungnya yang masih berstatus siswi kelas tiga Sekolah Dasar.

Peristiwanya terjadi tahun 2020. Baha tak hanya sekali melakukan aksi mesumnya, hingga kemudian aparat keamanan meringkusnya.

Hukuman yang dijatuhkan majelis hakim lebih berat dibandingkan tuntutan jaksa yang menuntut pidana kurungan 13 tahun dan tanpa kebiri.

Pertimbangan yang dipakai untuk menjatuhkan vonis tersebut demi memberikan efek jera kepada Baha agar tidak mengulangi lagi aksi bejatnya.

“Untuk mencegah kemungkinan ia menjadi predator seksual anak yang lebih berbahaya, Hakim berpendapat perlu menekan hasrat seksual pelaku setelah ia keluar dari penjara,” ujar Agung Dian Syahputra melalui keterangan resmi kepada awak media.

Baha bukan pesakitan pertama yang mendapat vonis kebiri kimia. Hukuman serupa pernah dijatuhkan kepada Moh. Aris, Rahmat Slamet Santoso, dan Dian Ansori.

Lalu, Pengadilan Negeri Banjarmasin juga menjatuhkan kebiri kimia kepada tiga pelaku yang melakukan pemerkosaan berulang kali kepada anak di bawah umur, yaitu AM, SY, dan MRA.

Kebiri kimia bermaksud untuk menurunkan kadar “hormon laki-laki" (Sumber: Shutterstock)

Prosedur kebiri kimia

Beberapa orang awam mungkin beranggapan hukuman kebiri kimia sama dengan pengebirian fisik (orkiektomi). Tidak ada organ korban yang dihilangkan dari pelaksanaan hukuman yang disahkan Indonesia sejak 2016 ini.

Vonis kebiri kimia tak hanya berlaku di tanah air, tapi juga di Inggris, Korea Selatan, Kazakhstan, Rusia, Ukraina, Polandia, dan 10 negara bagian di Amerika Serikat.

Kebiri kimia sebagaimana termaktub dalam Peraturan Pemerintah No.70 Tahun 2020 adalah pemberian zat kimia melalui penyuntikan atau metode lain untuk menekan hasrat seksual berlebih, yang disertai rehabilitasi.

PP tersebut adalah turunan dari Undang-Undang No. 17 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak.

Tata cara pelaksanaan kebiri kimia juga harus melalui tiga tahapan, yaitu penilaian klinis, kesimpulan, dan pelaksanaan. Jangka waktu kebiri kimia paling lama dua tahun.

Penyutikan bermaksud untuk menurunkan kadar hormon androgen alias “hormon laki-laki" yang didominasi oleh testosteron.

Hormon ini yang membuat pria menjadi tertarik pada pasangan, mengontrol libido atau hasrat seksual, dan merangsang produksi sperma.

Segala disfungsi hormon testosteron tadi akan berhenti tatkala pemberian zat dalam kebiri kimia juga dihentikan.

Pun demikian, efek samping obat (ESO) yang bisa timbul berupa ketidaksuburan, sensasi rasa panas, berkeringat, jantung berdebar, anemia, dan depresi.

Makin lama kebiri kimia dilakukan, risiko munculnya efek samping juga akan meningkat.

Ikatan Dokter Indonesia (IDI) sebagai pihak paling berkompeten sebagai eksekutor kebiri kimia hingga saat ini belum menentukan sikap.

Sebelumnya pada 2019, melalui Daeng Mohammad Faqih selaku Ketua Umum IDI kala itu, tegas menyatakan pihaknya menolak berpartisipasi dalam eksekusi hukuman kebiri kimia dalam bentuk apa pun.

Ada dua alasan di balik penolakan tersebut. Pertama karena bertentangan dengan Kode Etik Kedokteran Indonesia (Kodeki). Kedua lantaran kebiri kimia merupakan bentuk hukuman, bukan pelayanan medis.

Bagaimana perasaanmu setelah membaca artikel ini?
Suka
1
Jatuh cinta
0
Lucu
0
Sedih
0
Kaget
0
Marah
0
Mungkin tertarik
TUTURA.ID - Kaleidoskop 2023: Hukum Kriminal
Kaleidoskop 2023: Hukum Kriminal
Darurat kekerasan seksual jadi salah satu fokus pemberitaan di Sulteng kurun 2023. Selain itu hadir…
TUTURA.ID - Pandangan medis soal tren kecantikan ala TikTok soal ''top teeth speaker'' dan ''bottom teeth speaker''
Pandangan medis soal tren kecantikan ala TikTok soal ''top teeth speaker'' dan ''bottom teeth speaker''
Muncul tren kecantikan baru di TikTok. Tren ini mengukur kecantikan berdasarkan bagian gigi atas atau…
TUTURA.ID - Meski diatur dalam UU TPKS, sulit menyeret pelaku catcalling ke penjara
Meski diatur dalam UU TPKS, sulit menyeret pelaku catcalling ke penjara
Catcalling telah diatur dalam UU TPKS. Namun, mewujudkan sanksi bagi para pelaku sesuai aturan hukum…
TUTURA.ID - Dugaan kekerasan seksual terhadap siswi sekolah dasar di Donggala
Dugaan kekerasan seksual terhadap siswi sekolah dasar di Donggala
Kasus ini sedang dalam penanganan Polres Donggala. Penasihat hukum korban menyayangkan lambannya penyelidikan.
TUTURA.ID - Darurat Kekerasan Seksual Di Sulteng