Keluarga CT (22), perempuan muda, yang ditemukan meninggal dunia dengan tubuh terbakar di Desa Sidondo I, Kabupaten Sigi, angkat bicara. Sama seperti desakan yang dilontarkan oleh koalisi pemerhati perempuan, keluarga korban juga memiliki harapan yang sama.
Ibu korban, Ariani (46), kepada Tutura.Id mengungkapkan besar harapannya agar polisi bisa meningkatkan kinerja mereka dan segera menemukan pelaku pembunuhan.
Perkembangan terakhir, tim gabungan dari Polres Sigi dan Ditreskrimum Polda Sulteng masih mengidentifikasi pelaku dari olah TKP dan pemeriksaan 10 saksi. Namun belum ada nama yang diumumkan sebagai tersangka.
“Selain harapan saya jika anak saya bisa dihidupkan kembali itu harapan saya, tapi karena tidak bisa harapan saya sekarang, pihak aparat kepolisian menemukan pelaku dan dipertemukan kepada saya pelaku, sehingga saya bisa mengetahui alasan pelaku melakukan kejadian yang begitu sadis kepada anak saya,” katanya via telepon pada Selasa sore (28/3/2023).
Ariani mengungkapkan dirinya hingga kini masih bertanya-tanya mengapa kekejaman itu terjadi pada anaknya. Dia juga tidak mencurigai siapa pun, karena CT semasa hidupnya adalah anak yang tertutup.
“Kalau untuk yang saya curigai tidak ada, makanya itu yang kaya bagaimana saya rasa. Dia juga anak yang pendiam dan tertutup sama keluarganya apalagi sama saya,” tuturnya.
Sebelum kejadian, Ariani mengaku sepanjang pengetahuannya CT tidak dalam hubungan asmara dengan siapa pun. Yang ketahuinya Ariani memiliki mantan kekasih berinisial Ww dan Ryn. Keduanya pun sudah dipanggil sebagai saksi oleh polisi.
“Tapi sekarang sudah di kampungnya masing-masing,” ungkap Ariani.
Bantah isu hamil
Dia pun menampik desas-desus yang menyebutkan bila anaknya dalam keadaan hamil dan peristiwa pembakaran menjadi motif untuk mengaburkan kondisi CT. Pasalnya, Ariani bersaksi bahwa CT mengalami mensturasi seminggu sebelumnya.
“Anak saya itu halangan (menstrurasi, red) satu minggu sebelumnya, saya belikan softex dia, jadi kalau hamil tidak mungkin,” tegasnya.
Minimnya informasi latar belakang dan motif di sekitar CT, menjadi salah satu kendala. Ariani pun menyangkan tidak ada bukti yang bisa memperlihatkan CT bersama pelaku sesaat sebelum kejadian terjadi. Misalnya, tidak adanya rekaman CCTV dan jalan yang kurang penerangan juga menjadi sorotan Ariani.
Dia pun berharap kejadian yang menimpa kepada anaknya, tidak terjadi kepada anak perempuan dari ibu lainnya. Ariani berharap di masa depan kejahatan bisa dicegah dan pengungkapannya secara hukum bisa lebih mudah.
“Seharusnya ada penanganan bagaimana Pemda mengantisipasi hal ini agar tidak terjadi lagi, seperti diberikan penerangan dijalan atau pemasangan CCTV, karena harus berapa banyak lagi ibu-ibu yang harus mengalami seperti saya dan jika terjadi kasus seperti ini,” harapnya.
Didampingi aktivis GPB-ST
Ariani kini mendapat bantuan pendampingan dari sejumlah lembaga LSM perempuan, yang tergabung dalam Gerakan Perempuan Bersatu Sulawesi Tengah (GPB-ST). Koalisi ini terdiri dari perwakilan 11 lembaga perempuan dan perwakilan 4 individu yang dikenal sebagai aktivis perempuan di Sulteng.
Perwakilan GPB-ST, Dewi Rana selaku Direktur LIngkar Belajar (LiBu) Perempuan, mengungkapkan suara mereka masih tetap sama; mendesak kepolisian untuk cepat menemukan pelaku dan menindak lanjut kasus ini dengan cepat.
“Atas nama suara korban, kami dari Gerakan Perempuan Bersatu Sulawesi Tengah sangat mendesak agar jajaran kepolisian serius begitu untuk menemukan tersangka ataupun terduganya, karena tindakan tersebut betul-betul sangat tidak manusiawi,” ujarnya kepada Tutura.id via telepon (25/03/2023).
Dalam rilis tertulisnya, GPB-ST juga mendesak agar; (1) Polres dan Polda Sulawesi Tengah, memberikan perlindungan keamanan kepada keluarga korban, (2) Pemda Kabupaten Sigi memberikan perlindungan dan Pemulihan psikososial bagi keluarga korban, (3) Forkompinda Kabupaten Sigi, memitigasi timbulnya potensi konflik antar wargasebagai reaksi balasan kepada pelaku, keluarga dan komunitasnya, dan (5) Masyarakat Kabupaten Sigi dan Sulawesi Tengah berpartisipasi menjagakeamanan dan keteraman di bulan Ramadan ini serta membantu aparat keamanan jika memiliki informasi terkait pelaku.
Kasus kekerasan yang menimpa CT sebagai perempuan, bukanlah kali pertama terjadi di Sulteng. Tutura.Id mengakses data SIMFONI PPA Sulawesi Tengah. Terungkap ada 51 perempuan menjadi korban kekerasan fisik, 70 kasus kekerasan seksual, 66 kasus kekerasan psikis, 6 kasus penelantaran, 1 kasus eksploitasi dan 5 kasus kekerasan lainnya.***
kekerasan perempuan kasus kekerasan perempuan kekerasan seksual perempuan kriminal pembakaran polisi Kabuapten Sigi Sulawesi Tengah Sulteng