Anak era 90’ an sangat familiar dengan Susan. Boneka dengan rupa anak perempuan yang lucu dan jadi idola. Melalui kemampuan ventrilokuisme alias seni suara perut dari Ria Enes, Susan menjelma jadi sosok yang dinantikan kemunculannya di layar kaca.
Memasuki milenium ketiga, sosok macam Ria Enes yang memanfaatkan boneka sebagai sarana hiburan kepada anak-anak masih tetap eksis. Kali ini bentuk hiburannya berupa penyampaian dongeng.
Di Kota Palu, ada Mohammad Indrid E. Dalesa yang memadukan medium boneka dengan ventrilokuisme saban mendongeng. Nama bonekanya Cino dan Acis. Indrid selalu membawa keduanya mendongeng sekaligus menghibur anak-anak dalam setiap kesempatan.
Laki-laki yang lahir di Parigi Moutong, 29 tahun silam, terus giat melestarikan dongeng. Sebagai seorang entertainer dan penampil, laiknya Ria Enes dengan topi pet-nya, Indid juga punya ciri khas mengenakan topi newsboy dan bergaya kasual.
Kepada Tutura.Id, Indid mengaku punya visi kuat dalam literasi. Utamanya menyasar anak-anak lantaran era digitalisasi saat ini cukup berdampak pada rendahnya kemampuan anak dalam literasi. Orang tua cenderung menyuguhkan video digital melalui gawai karena praktis dan mudah.
Melalui dongeng, literasi dan kemampuan anak memahami informasi akan menjadi lebih baik. Pun bikin imajinasi anak makin berkembang.
“Mendongeng menjadi media mengajar yang menarik. Makanya banyak yang tertarik untuk belajar bagaimana mendongeng. Kami anggota Kampung Dongeng selalu siap membantu, ” ujar Indrid saat ditemui Senin (4/12/2023).
View this post on Instagram
Kampung Dongeng
Indrid bercerita soal ihwal menekuni dunia dongeng. Dia dan beberapa temannya bergabung dalam sebuah organisasi “Kampung Dongeng Indonesia”. Sebuah komunitas sosial yang bergerak dalam literasi melalui media dongeng.
Lalu pada November 2018 mereka berinisiatif mendirikan Kampung Dongeng di Kota Palu. Sejak itu Indrid dan teman-temannya aktif keliling mendongeng untuk anak-anak yang ada di Sulawesi Tengah.
“Karena punya tujuan yang sama soal literasi anak, saya dan teman-teman lalu berinisiatif bikin Kampung Dongeng di Palu,” jelasnya.
Saat bekerja, Indrid akan membawakan cerita yang berbeda-beda tergantung tema acara yang diisi. Tak jarang mereka mengadakan panggung boneka dalam memeriahkan hari-hari besar nasional maupun keagamaan.
“Misal kegiatan peringatan bahasa. Nah, kita mengambil tema tentang kebahasaan. Agar anak-anak bisa memahami dengan sederhana kebahasaan itu apa,” kata Indrid mencontohkan.
Dia mengungkapkan cerita dongeng sangat bisa menjadi saluran pembelajaran yang menyenangkan bagi anak.
Cerita dongeng yang tidak membosankan, pembawaan ekspresif, dan penggunaan boneka sebagai alat peraga dipercayai dapat membuat anak bisa memahami nilai-nilai atau pesan luhur dalam setiap dongeng.
Indrid pun menjadikan dongeng sebagai media untuk mengekspresikan diri dan memperkenalkan dunia belajar dengan cara yang lebih menarik. Selama mendongeng Indrid mendapatkan banyak pengalaman membahagiakan yang tak ternilai.
Saat mengunjungi sebuah tempat, mendapatkan sambutan hangat oleh anak-anak yang terus mendengarkan ia dan bonekanya bercerita dengan ceria, rasa capek langsung terbayar lunas.
“Bukan sekali dua kali saya, Cino, dan Acis diminta untuk terus mendongeng. Apalagi kalau ada yang bilang, 'Kak datang lagi, yah'. Wah, itu tidak bisa digambarkan. Terharu sekali saya,” ungkapnya.
Tidak hanya anak-anak, ternyata mendongeng menarik hati sebagian besar orang dewasa. Sering Indrid dan teman-temannya beroleh undangan untuk berbagi pengalaman dan juga memberi pelatihan kepada beberapa organisasi dan mahasiswa.
Olehnya, Indrid mengaku bersemangat untuk terus melatih diri. Sosok Awam Prakoso jadi pendongeng favoritnya. Pendiri Kampung Dongeng Indonesia itu sudah berkeliling mendongeng untuk anak-anak di Indonesia.
“Awam Prakoso juga guru dan mentor saya di Kampung Dongeng Indonesia. Dan juga tentunya motivator dan inspirasi saya dalam kegiatan mendongeng,” ujar pria yang juga bekerja sebagai wali kelas di SDIT AL Fahmi Palu ini.
Bersama Cino dan Acis
Lulusan S1 Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Universitas Tadulako, ini mengaku awal kariernya sebagai pendongeng hanya memanfaatkan buku sebagai media bercerita.
Seorang kawannya lalu menghadiahkan sebuah boneka dengan ukuran sebesar 80 cm. Boneka itu ia beri nama Cino. Ternyata menggunakan boneka membuat anak-anak bisa lebih mudah memahami nilai dan karakter cerita. “Pertama kali bercerita dengan Cino, anak-anak terlihat lebih tertarik. Jadi sekarang saya pakai boneka tangan, si Cino itu,” ungkapnya.
Mendongeng dengan Cino sebenarnya bukan hal mudah. Pasalnya tidak sedikit anak-anak yang ketakutan melihat Cino. Oleh karena itu, Indrid selalu melakukan pendekatan terlebih dahulu kepada anak-anak.
Biasanya mereka diajak bermain dan bernyanyi. Lalu perlahan, Indrid memperkenalkan boneka-bonekanya. “Membangun komunikasi di awal itu sangat penting. Sehingga anak-anak bisa lebih menerima saat kita memperkenalkan boneka tersebut. Atau bonekanya yang kita ganti ukurannya,” katanya.
Selain Cino, Indrid juga memiliki boneka bernama Acis yang ukurannya lebih kecil. Agar kedua bonekanya terlihat lebih hidup, ada teknik-teknik khusus yang digunakan. Sehingga anak-anak merasa seolah berbicara dengan teman sebayanya dan tidak lagi merasa ketakutan.
“Biasanya saya akan duduk dan memangku Cino dan Acis, atau saya gendong seperti anak kecil. Saya juga mempelajari bagaimana membuat suara khas boneka yang bisa membedakan saya dan boneka,” ungkapnya.
Selain kegiatan sosial, Indrid kerap pula mengisi acara ulang tahun, undangan dari sekolah, perusahaan, NGO, dan instansi pemerintahan untuk melakukan sosialisasi kepada anak-anak mengenai tema atau topik tertentu.
Indrid bersama Cino dan Acis pernah beberapa kali memenuhi permintaan undangan mendongeng di luar Sulawesi Tengah. “Pernah juga mendongeng menggunakan bahasa Kaili dalam beberapa acara. Mereka berdua ini juga sudah sampai di Mamuju dan Kota Mobagu jalan-jalannya. Katanya mereka ingin jalan-jalan lebih jauh,” kata Indrid sambil berkelakar.
Indrid mengaku akan terus berusaha melestarikan dongeng dengan menggunakan boneka tangan ini. Di samping juga bisa menjelajah sekaligus menghibur anak-anak di Sulawesi Tengah. Harapannya anak-anak bisa belajar hal-hal baru.
dongeng pendongeng literasi literasi anak Kampung Dongeng Palu ventrilokuisme Sulawesi Tengah