Malam pergantian tahun oleh masyarakat dunia biasanya diisi berbagai macam acara. Ada yang berkumpul dan makan bersama handai tolan. Lainnya sibuk merencanakan pesta dengan ragam bentuk.
Apa pun bentuk perayaannya, kembang api selalu hadir melengkapi. Seolah kurang afdal rasanya melewatkan malam pergantian tahun tanpa semarak kembang api.
Pendar warna-warni kembang api yang meluncur ke angkasa bikin suasana malam tahun baru jadi makin meriah.
Ternyata tradisi menyambut tahun baru dengan ramai pesta kembang api sudah ada sejak zaman baheula.
Merujuk laman situsweb History, muasal merayakan dengan gempita pergantian tahun pertama kali tercatat sekitar 4.000 tahun lalu pada masa Kekaisaran Babilonia Lama.
Orang-orang kala itu mengadakan ritual dan upacara keagamaan. Momen pemberian mahkota atau pembaruan masa bertakhta kepada raja juga berlangsung pada momen ini.
Lalu, kapan muasal kembang api jadi bagian tak terpisahkan dalam pesta-pesta malam tahun baru?
Tentu saja tak lepas dari momen ditemukannya petasan yang menyemburkan pijar api di udara ini.
Menurut laman Smithsonian, embrio kembang api pertama kali ditemukan secara tidak sengaja oleh bangsa Cina sekitar 200 SM. Bentuk awalnya dari batang bambu berisi aneka zat kimia yang meledak ketika dilempar ke dalam api.
Dalam kepercayaan masyarakat Tiongkok, ledakan bisa mengusir roh jahat. Oleh karena itu, mereka terus melakukan eksperimen untuk menciptakan bahan yang bisa menghasilkan ledakan.
Beranjak ke tahun 800 M, masih di negeri tirai bambu, alkisah seorang ahli kimia sedang mencari resep kehidupan abadi. Ia membubuhkan sulfur, arang, dan kalium nitrat (pengawet makanan) ke dalam tunas bambu.
Ketika dilemparkan ke dalam api, timbul ledakan kecil yang berisik dengan pendar jingga. Belum ada cahaya warna-warni seperti pemandangan sekarang.
Campuran bahan yang menimbulkan ledakan tadi kemudian disebut bubuk mesiu. Kelak bubuk tersebut juga dikemas ke dalam kertas dan tabung. Lahirnya senapan dan meriam untuk keperluan perang tak lepas dari penemuan bubuk mesiu.
Pengetahuan awal orang-orang Eropa tentang penggunaan bubuk mesiu besar kemungkinan berasal dari tungkul lumus ekspedisi Marco Polo ke timur jauh pada abad ke-13.
Tak lama kemudian, resep membuat bahan peledak ini sudah tersebar hingga ke Semenanjung Arab melalui pengetahuan yang dibagikan oleh para penjelajah.
Literatur lain menyebut nama ilmuwan Roger Bacon (1214-1294) sebagai peracik bubuk mesiu pertama di Eropa. Ia menyebut jika bubuk temuannya ini dicampur dengan takaran pas, maka akan menghasilkan percikan cahaya indah.
Ketika itu kembang api, sungguhpun masih sederhana, sudah menjadi bagian dari berbagai perayaan karena unsur estetik yang dikandungnya. Ambil contoh pesta pernikahan Raja Inggris Henry VII dengan Elizabeth dari York pada 1486.
Peter the Great alias Pyotr I selama menjadi Kaisar Rusia periode 1682-1721 juga sering mengadakan pesta kembang api.
Salah satunya ketika Sang Kaisar kembali ke Moskow bersama pasukannya usai Pertempuran Poltava.
Pesta kemenangan diwarnai suguhan kembang api selama sepuluh hari tanpa jeda, mulai 21 Desember 1709 hingga 1 Januari 1710.
Kelana orang-orang Eropa mencari tanah harapan baru menghantar jejak mereka ke Benua Amerika. Turut pula terangkut resep membuat kembang api.
Saat Amerika Serikat mendeklarasikan kemerdekaan pada 4 Juli 1776, kembang api menjadi bagian dari perayaan yang langgeng hingga sekarang.
“You just gotta ignite the light, and let it shine.
Just own the night, like the Fourth of July.
'Cause baby, you're a firework.” Katy Perry dalam lagu “Firework” (rilis 2010)
Evolusi kembang api menuju bentuk sempurnanya seperti sekarang mulai sejak Renaisans alias Zaman Pembaharuan (kurun waktu dari abad ke-14 hingga abad ke-17 Masehi).
Di Eropa ketika itu mulai banyak bermunculan sekolah pembuatan kembang api dan petasan. Para murid diajarkan untuk menciptakan ledakan penuh variasi dan kompleks.
Pada 1830, di Italia, tempat Renaisans bermula, orang-orang menambahkan strontium karbonat ke dalam bubuk mesiu agar meningkatkan pijar warna merah kembang api.
Seolah belum cukup, ditambahkan lagi barium agar menghasilkan warna hijau, tembaga (biru), dan sodium (kuning).
Orang-orang di Nusantara pertama kali mengenal kembang api seturut migrasi etnis Tionghoa.
Pesta kembang api tak pernah absen memeriahkan Imlek. Kedatangan penjajah Belanda juga punya kontribusi meluaskan pengetahuan warga pribumi terhadap kembang api.
Selain kerap hadir di acara ulang tahun, selebrasi kemenangan, dan pernikahan para petinggi, lambat laun kebiasaan menyalakan kembang api juga menghiasi malam pergantian tahun dalam sistem Kalender Masehi.
kembang api tahun baru mesiu Kalender Masehi Imlek penjajah Belanda keturunan Tionghoa Renaisans Abad Pembaharuan Marco Polo Babilonia Lama Roger Bacon