Inggrid Amelia: Membaca puisi sama dengan mengaktifkan seluruh pancaindra
Penulis: Juenita Vanka | Publikasi: 21 Maret 2024 - 18:19
Bagikan ke:
TUTURA.ID - Inggrid Amelia: Membaca puisi sama dengan mengaktifkan seluruh pancaindra
Inggrid Amelia awalnya menekuri puisi musabab sedang patah hati | Sumber: Dokumentasi pribadi

Memeriahkan Hari Puisi Sedunia, 21 Maret, saya coba mengirimkan pesan langsung kepada Inggrid Amelia via akun Instagramnya, Rabu (20/3/2024). Nama Inggid, demikian sapaan akrabnya, muncul atas rekomendasi Neni Muhidin, seorang penulis, pegiat literasi cum penyair.

Neni bilang, Inggid sedang bersiap meluncurkan buku kumpulan puisi bertajuk Heals Part 2 hasil kolaborasi dengan Nemu Buku, sebuah perpustakaan komunitas yang dikelola Neni sejak 2007. “Sekarang lagi nunggu Inggid kasih bahan baru,” tulis Neni saat dihubungi via WhatsApp (21/3).

Inggid diperkenalkan Neni sebagai penyair muda di Palu yang kini memasuki fase produktif dalam berkarya. Padahal, perkenalan awal Inggid dengan seni merangkai kata ini terjadi tak sengaja.

Awalnya ia hanya mengguratkan segala perasaan gundah gulana akibat ditinggal kekasih melalui bait demi bait, lantas mengunggahnya melalui sebuah platform menulis sejak 2013.

Tulisan itu kemudian mulai banyak menarik perhatian. Hingga akhirnya sekarang ia menjadikan puisi sebagai tempat paling nyaman untuk sekadar berkeluh kesah.

Perempuan kelahiran 27 september 1995 ini kemudian meluncurkan buku berjudul Heals. Isinya kumpulan curhatan, juga dimaksudkan sebagai rumah untuk kata-kata yang lahir dari luapan emosi yang tak mampu diucapkan lisannya.

Seperti apa awal persentuhan Inggid, yang kini jadi seorang full time mom dan nyambi sebagai manajer band ini, dengan seni merangkai kalam? Berikut hasil obrolannya.

Inggrid Amelia berharap makin banyak penulis yang berani keluar dari "rumahnya" dan punya kesempatan untuk tampil. | Sumber: Dokumentasi pribadi

Apa yang jadi motivasi awal menulis puisi?

Patah hati. Ha-ha-ha. Awalnya saya hanya iseng menulis di Tumblr, salah satu platform menulis daring. Untuk curhat. Terus lama-lama tulisanku disukai sama akun-akun anonim dan jadi viral. Akhirnya banyak penulis yang follow saya di Tumblr.

Hubunganku dengan penulis-penulis di platform itu lumayan baik. Sampai akhirnya dari mereka saya mulai dapat referensi bacaan, kalimat, cara merangkai kata, dan mulai memutuskan untuk serius menulis sampai sekarang.

Suka baca puisi yang bagaimana?

Semua jenis puisi saya suka. Lebih spesifik yang ditulis menggunakan Bahasa Indonesia atau Bahasa Inggris. Asal jangan puisi Inggris yang diterjemahkan ke Bahasa Indonesia atau sebaliknya. Pasti maknanya jadi aneh.

Punya sosok penyair yang disukai?

Di Indonesia saya suka Joko Pinurbo, Aan Mansyur, dan Sapardi Djoko Damono.

Apa potongan puisi yang paling membekas bagi Inggid?

Puisinya Sapardi yang judulnya “Yang Fana Adalah Waktu”. Ini puisi yang bikin saya bisa tertarik dan ingin tahu lebih jauh keberadaan penyair di Indonesia. Dan puisi itu relate sama perasaanku yang sedang patah hati saat itu.

Menurut Inggid, kenapa orang harus membaca puisi?

Menurutku karena puisi lebih peka dari apa pun. Membaca puisi sama dengan mengaktifkan seluruh pancaindra secara sekaligus.

Makna puisi buat anda?

Puisi menurutku tempat paling aman dan nyaman untuk menjadi diri sendiri, seada-adanya. Dalam puisi tidak ada satu pun hal yang tertolak. Semuanya bisa diterima dan dirasakan.

Inggid sebelumnya sudah menerbitkan buku puisi yang judulnya Heals, apa yang hendak disampaikan melalui buku itu?

Buku Heals sebenarnya upayaku untuk menciptakan rumah bagi kata-kataku yang bingung dan tidak tahu harus tinggal di mana. Buku yang saya ciptakan bersama temanku, namanya Registya sebagai ilustratornya, untuk diri sendiri sebagai arsip perasaan-perasaanku yang mungkin saja suatu hari nanti akan terlupakan dengan sengaja atau tidak.

Kapan dan siapa yang menerbitkan Heals?

Buku itu terbit tahun 2021. Saya cetak 25 eksemplar. Saya dan ilustratorku simpan masing-masing satu. Sisanya kami jual seharga Rp55 ribu per buku.

Cetaknya di Jogja. Pakai sistem self-publishing. Tempat percetakannya kami pilih random di Instagram. Namanya cetakbuku.id. Ilustratorku yang mengurusi prosesnya.

Apa alasannya menerbitkan Heals dengan sistem self-publishing?

Heals ini saya terbitkan sebagai kado ulang tahunku pas bulan September. Terus iseng buka formulir pemesanan (pre-order), eh, ternyata banyak yang minat. Tapi karena kita sempat masuk daftar tunggu sebulan sama percetakannya, jadinya buku itu terbit Oktober 2021.

Apa yang ingin disampaikan dari buku tersebut?

Sebenarnya tidak ada, sih. Ha-ha-ha. Saya hanya ingin berbagi saja. Seperti curhat. Karena terkadang, walau sesupel apapun saya sebagai manusia, ada beberapa hal yang rasanya sulit saya jelaskan secara gamblang. Makanya saya menulis saja untuk lebih jelas dan lebih lega.

Ada potongan puisi dari buku Heals yang disukai?

Semua tulisan rata-rata membekas karena ada masing-masing emosi yang tersimpan di baliknya. Tapi yang satu ini lebih ke kutipan yang merujuk pada prinsip hidup sih, "Sekali ku genggam takkan kulepas. Sekali kulepas takkan kucari lagi."

 
 
 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

A post shared by Inggrid Amelia (@inggidamelia)

Nah, soal Heals Part 2, seperti apa isi atau perbedaannya dengan bagian yang pertama?

Buku kedua ini saya garap dengan Nemu Buku. Isinya tambahan dari curhatanku yang tidak tertampung dalam buku pertama. Yang ini lebih niat dan matang dari cetakan pertamanya.

Selain menjadi penulis puisi, Inggid punya hobi lain?

Sebelum menikah dan memilih full time jadi ibu rumah tangga, saya sempat solo traveling. Mendaki gunung juga beberapa kali. Karena kebetulan dulu saya kuliah di bidang pariwisata.

Bagaimana ekosistem puisi di Palu menurut Inggid? Apakah ada yang harus dibenahi?

Waduh, sebagai orang yang baru ada di dunia ini, menurutku saya tidak punya kapasitas untuk bicara soal apa yang harus dibenahi.

Saya hanya berharap, semoga ke depannya penulis yang masih malu-malu, punya keberanian untuk keluar dari rumahnya dan punya kesempatan untuk tampil.

Apa harapan anda untuk para penulis puisi di Palu?

Semoga ada wadah resmi untuk penulis dan penyair di Palu yang bisa dijadikan tempat kita berjejaring dan saling kenal.

Semoga makin banyak gelaran malam puisi yang diselenggarakan dengan niat dan syahdu supaya menulis dan membaca puisi tidak lagi dihadapkan dengan stigma "cengeng atau galau", seperti yang sering saya dapatkan dalam bentuk candaan selama ini.

Bagaimana perasaanmu setelah membaca artikel ini?
Suka
3
Jatuh cinta
4
Lucu
0
Sedih
0
Kaget
0
Marah
0
Mungkin tertarik
TUTURA.ID - Menyambangi Koleksi Deposit; ruang terbitan lokal di Perpusda Sulteng
Menyambangi Koleksi Deposit; ruang terbitan lokal di Perpusda Sulteng
Tutura.Id berkesempatan melihat koleksi terbitan lokal di Perpustakaan Daerah Sulteng. Koleksi lokal ini menempati satu…
TUTURA.ID - Nusa Membaca dan semua kesenangan di dalamnya
Nusa Membaca dan semua kesenangan di dalamnya
Gramedia Palu bersama komunitas Palu Book Party coba menciptakan ruang membaca yang inklusif dan menyenangkan…
TUTURA.ID - Upaya Sinekoci merefleksikan dampak bencana 2018
Upaya Sinekoci merefleksikan dampak bencana 2018
Sinekoci berupaya merawat ingatan kita semua tentang bencana 2018 melalui medium film.
TUTURA.ID - Melihat lebih dekat transformasi wajah, fasilitas, dan layanan Perpustakaan Kota Palu
Melihat lebih dekat transformasi wajah, fasilitas, dan layanan Perpustakaan Kota Palu
Kota Palu kini sudah punya gedung perpustakaan yang representatif di lokasi yang baru. Apakah fasilitas…
TUTURA.ID - Darurat Kekerasan Seksual Di Sulteng