Bijak memanfaatkan tren dunia digital
Penulis: Syahrul Wardana | Publikasi: 12 November 2023 - 21:47
Bagikan ke:
TUTURA.ID - Bijak memanfaatkan tren dunia digital
Suasana berlangsungnya seminar jurnalistik yang diselenggarakan oleh Lembaga Pers Mahasiswa Qalamun UIN Datokarama Palu (Foto: Syahrul Wardana/Tutura.Id)

Suasana lantai dua Aula Namira di Asrama Haji Sulawesi Tengah, Jalan W.R. Supratman, Lere, Palu Barat, Sabtu (11/11/2023) pagi, terisi hampir penuh.

Ruangan berbentuk persegi panjang itu berisi kursi yang sudah tersusun rapi menghadap ke arah panggung. Mayoritas pengisi jejeran kursi tadi adalah mahasiswa dari Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Qalamun UIN Datokarama Palu. Tetamu undangan lainnya hadir menggenapi, termasuk dari kalangan jurnalis.

Mereka hadir dalam rangka mengikuti seminar jurnalistik yang diadakan oleh Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) LPM Qalamun UIN Datokarama Palu. Sekilas pemilihan temanya relevan dengan situasi dan kondisi terkini; "Aktivis Digital dalam Memanfaatkan Media Sosial di Tengah Dinamika Politik".

Sembari menanti atau kala mengikuti pemaparan dari tiap narasumber diskusi, para hadirin bisa menyambi menikmati kopi bersama kudapan. Semua tersaji prasmanan.

Ketika bandul jam menunjukkan pukul 10.20 WITA, seorang pria berbusana batik jalan menaiki mimbar. Berdiri di hadapan seluruh peserta yang sudah anteng di kursi masing-masing.

Sahran Raden namanya. Jabatannya Ketua Lembaga Penelitian Pengabdian Masyarakat (LP2M). Ia dapat mandat mewakili Rektor UIN Datokarama Palu Lukman S. Thahir yang berhalangan hadir untuk membuka jalannya kegiatan.

"Di era digital, suara-suara tidak lagi melalui jalanan. Suara-suara itu melalui sebuah ruang yang kita sebut media sosial. Media sosial ternyata begitu sangat mempengaruhi opini dan kebijakan publik," ujar mantan Komisioner KPU Provinsi Sulawesi Tengah ini dalam sambutannya.

Sahran menggambarkan betapa perkembangan dunia digital saat ini bisa dengan mudah menembus sekat-sekat ruang publik. Informasi maupun aspirasi dapat lebih mudah tersebar dan diakses oleh siapa pun melalui genggaman.

Ketua AJI Palu Yardin Hasan saat jadi pembicara dalam seminar jurnalistik yang diadakan oleh UKM LPM Qalamun UIN Datokarama Palu (Foto: Syahrul Wardana/Tutura.Id)

Usai pembukaan tadi, giliran para narsum mengambil alih panggung. Ada tiga orang yang dihadirkan sebagai pakar dalam sesi kali ini. Mereka adalah Yardin Hasan, Ishak Basir, dan Rijal Djamal.

Yardin tampil jadi pembicara pertama. Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Palu itu menyampaikan materi tentang mobile journalism alias jurnalisme gawai. Terkadang orang-orang menyingkatnya mojo.

Perkembangan teknologi era kiwari, terutama seturut kehadiran ponsel cerdas, punya kontribusi besar melahirkan format pemberitaan model ini.

Bagi Yardin yang telah lama menekuni profesi sebagai wartawan, pesatnya kemajuan teknologi tak hanya mengubah kebiasaan massa dalam mengonsumsi produk jurnalistik, tapi juga cara jurnalis bekerja.

Kehadiran berbagai merek gawai yang dilengkapi banyak fitur canggih memungkinkan wartawan kini bisa mengemas berita dalam tiga bentuk sekaligus, yaitu teks, suara, dan visual.

Terlebih sekarang ada banyak platform untuk mendistribusikan produk-produk tersebut. Semua proses tadi bisa dilakukan secara ringkas dalam satu genggaman. Cara kerja ini yang membedakan wartawan abad lampau dengan sekarang.

"Keunggulan mobile journalism itu fleksibel, keterjangkauan, keterikatan, dan waktu respons cepat," kata Yardin menerangkan.

Berbagai platform media sosial yang ibarat kolam berisi aneka ragam informasi turut menjadi sorotan Rijal Djamal. Pencipta konten dan pewicara publik dari Sulawesi Selatan ini menyebut perlunya menyaring informasi yang berjejalan muncul.

Tujuannya agar kita tak mudah terkecoh dan jadi korban penyebaran kabar bohong alias hoaks. Untuk dapat melakukan itu tentu saja harus diimbangi dengan bagasi pengetahuan mumpuni. Literasi digital.

Selain itu, Rijal menekankan pentingnya memanfaatkan ruang media sosial untuk hal-hal positif. "Jadikan senjata paling mematikan yakni ibu jari kita, akun medsos kita, untuk menyebarkan edukasi, inspirasi, informasi, dan sesekali hiburan," jelasnya.

Ishak Basir coba membagikan pendapatnya tentang industri digital yang sedang marak saat ini dari sudut pandang sebagai pebisnis.

Ketua Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) Sulawesi Tengah itu menyebut media sosial bisa dimanfaatkan sebagai ladang pemasukan. Bekal utama yang harus dimiliki tentu saja kreatifitas.

"Banyak fasilitas di media sosial yang bisa kita manfaatkan. Dan ini bukan sekadar hobi saja. Sekarang content creator sudah menjadi pekerjaan," tuturnya memberikan contoh.

Sesi tanya jawab dengan narasumber dalam seminar jurnalistik yang berlangsung di Aula Namira, Asrama Haji Sulawesi Tengah, Jalan W.R. Supratman, Lere, Palu Barat (Foto: Syahrul Wardana/Tutura.Id)

Sesi terakhir sebelum bubaran tentu saja tanya jawab antara narsum dengan para peserta. Ada beberapa yang cukup memantik keseruan. Salah satunya pertanyaan menyoal cara menyaring informasi.

"Kita harus mengecek dulu kanal berita yang kredibel. Kalau teman-teman sudah selevel itu, kita sudah bisa (memfilter)," jawab Yardin.

Artinya penting untuk mencari tahu muasal sebuah informasi yang beredar. Lembaga atau media pers yang kredibel tentu saja tak asal mengabarkan informasi atau memberitakan sebuah peristiwa. Ada mekanisme redaksi yang ketat mendahuluinya. Pun gampang dimintakan pertanggungjawaban jika kelak mereka terbukti keliru memuat berita.

Rijal turut menimpali dengan mengatakan saat ini kita tak bisa lagi mengatur derasnya arus informasi yang beredar di dunia digital. Kanal-kanal medsos saat ini tak ubahnya ruang publik tempat orang-orang menyampaikan gagasan maupun kritik.

Dus, semua orang bisa memproduksi informasi. Sebaliknya, siapa pun bisa mengonsumsi informasi. Rijal lantas mengingatkan soal etika. Ibarat petuah bijak yang berbunyi, “Jika kita menabur benih yang baik, tentu kita bisa berharap menuai hasil panen yang baik pula.” Begitu juga sebaliknya.

Pertanyaan lain menyoroti fenomena warganet Indonesia yang begitu “ringan jempol” mengisi kolom-kolom komentar di medsos. Cerewet.

Tentu kita menginsafi betul kebiasaan ini. Bahkan tak jarang kita membaca aneka komentar yang seolah pengetiknya tak memiliki nurani dan empati. Fenomena yang kemudian melahirkan istilah perundungan dunia maya.

"Padahal menurut data UNESCO, minat baca masyarakat Indonesia sangat rendah, bahkan ada di urutan kedua dari bawah. Sedangkan masyarakat Indonesia masuk lima besar netizen paling cerewet di media sosial," kata Wasir Kunjae, mantan presiden mahasiswa UIN Datokarama Palu, saat bertanya.

Ishak Basir menimpali pernyataan tersebut dengan mengatakan bahwa cerewetnya warganet tak melulu berkonotasi buruk. “Karena ada yang cerewet karena kritiknya,” pungkasnya.

Bagaimana perasaanmu setelah membaca artikel ini?
Suka
3
Jatuh cinta
1
Lucu
0
Sedih
0
Kaget
0
Marah
0
Mungkin tertarik
TUTURA.ID - Peretasan terhadap awak media Narasi TV
Peretasan terhadap awak media Narasi TV
Peretasan terhadap media pers kembali terjadi. Kali ini menimpa awak redaksi Narasi TV.
TUTURA.ID - Mencipta karya jurnalistik yang tak lekang oleh waktu
Mencipta karya jurnalistik yang tak lekang oleh waktu
Pelatihan menulis feature berangkat dari keresahan tentang minimnya produksi tulisan khas ini yang menghiasi media-media…
TUTURA.ID - Intel dan jurnalis; pencari informasi, beda maksud dan tujuan
Intel dan jurnalis; pencari informasi, beda maksud dan tujuan
Aksi penyamaran yang dilakukan Iptu Umbaran Wibowo sebagai wartawan selama belasan tahun bikin geger publik. 
TUTURA.ID - Mencari keadilan bagi korban dalam kasus revenge porn
Mencari keadilan bagi korban dalam kasus revenge porn
Posisi korban yang masih abu-abu dalam penegakan hukum membuat Komunitas Rapotovea menggelar diskusi kelompok terpumpun.
TUTURA.ID - Darurat Kekerasan Seksual Di Sulteng