Islam di Sulawesi Tengah; syiar ulama pertama pembawa Islam (bagian 1)
Penulis: Pintara Dinda Syahjada | Publikasi: 17 April 2023 - 13:59
Bagikan ke:
TUTURA.ID - Islam di Sulawesi Tengah; syiar ulama pertama pembawa Islam (bagian 1)
Sebagai penghormatan terhadap jasa Abdullah Raqi, sebutannya disematkan menjadi nama Universitas Islam Negeri (UIN) Dato Karama Palu (Foto: Ken Tsuyoshi Limboki/Tutura.Id)

Pemerintah mengakui enam agama di Indonesia, yaitu Islam, Katolik, Protestan, Hindu, Buddha, dan Khonghucu. Kemudian sesuai Keputusan Mahkamah Konstitusi No.97/PUU-XIV/2016, negara juga mengakui dan mencantumkan aliran kepercayaan sebagai kolom identitas baru di Kartu Tanda Penduduk (KTP).

Terbanyak pemeluknya adalah Islam yang sekarang berkisar 207 juta orang atau sekira 87,2 persen dari keseluruhan penduduk Indonesia.

Jumlah ini menjadikan Indonesia sebagai negara muslim terbanyak di luar negara jazirah Arab. Bila menegok ke belakang, sejarah Islam di Indonesia memiliki perjalanan panjang.

Masuknya agama Islam ke Indonesia jika dipandang dari berbagai teori, jejak peninggalan, peristiwa, dan bukti sejarah, terjadi kira-kira pada masa akhir tahun 1 Hijriah atau sekitar abad ketujuh Masehi.

Hal ini dibuktikan oleh adanya Kampung Arab atau permukiman warga Arab di pesisir barat pantai Sumatera yang ditemui para pedagang masa itu. Hadirnya kawasan tinggal orang-orang Arab tadi jadi salah satu teori awal masuknya Agama Islam di tanah air.

Teori lain menyebutkan Islam baru masuk menjejaki pertiwi nusantara pada abad ke-13 Masehi. Lalu bagaimana jejak masuknya Islam di Sulawesi Tengah?

Agama Islam masuk ke wilayah Sulawesi Tengah dalam periode waktu yang berbeda. Begitu pun dengan tokoh ulama pembawanya.

Alur penyebaran Islam di Indonesia yang dibuat oleh Antony Reid, sejarahwan Asia Tenggara kelahiran Selandia Baru (Sumber: Sejarah Dato Karama (Abdullah Raqi) Ulama Pembawa Islam dari Minangkau ke Sulawesi Tengah)

Khusus untuk Lembah Palu, misalnya. Di daerah yang kini mencakup wilayah administrasi Kota Palu, Kabupaten Sigi, dan Kabupaten Donggala, Islam diperkirakan masuk sekitar abad ke-17.

Pembawa Islam masuk ke Lembah Palu adalah mubalig yang berasal dari Minangkabau bernama Abdullah Raqi. Figurnya lebih akrab dikenal dengan sebutan Dato Karama.

Sebutan Dato Karama adalah pemberian penduduk lokal atas ketokohan dirinya sebagai pembawa Islam. Dato adalah sebutan kehormatan dalam budaya Melayu, daerah asal Abdullah Raqi. Sedangkan Karama—atau karomah/karamah/karamat—berarti kemuliaan berupa sesuatu di luar logika manusia yang diberikan Allah SWT.

Mengutip tulisan Haliadi dalam jurnal bertajuk  "Karakteristik Ulama Penyiar Agama Islam di Palu" yang diterbitkan Pusaka: Jurnal Khazanah Keagamaan (Vol. 10, No. 1, 2021), ada 13 ulama yang berperan dalam penyebaran syiar Islam di Lembah Palu. Kehadiran mereka terbagi dalam tiga periode waktu berbeda.

Haliadi, akademisi sejarah di Universitas Tadulako, mengungkap bahwa ulama-ulama tersebut memperkenalkan dan mengembangkan agama Islam dalam tiga periode, yakni secara mitologis, ideologis, dan ilmu pengetahuan. Dato Karama masuk dalam jajaran periode pertama alias mitologis.

Lembah Palu jadi tempat Dato Karama melakukan syiar Islam pada abad ke-17 Masehi (Foto: Ken Tsuyoshi Limboki/Tutura.Id)

Syiar pertama di Lembah Palu

“Agama Islam diperkenalkan dengan cara mitologis, yaitu menggabungkan pemahaman lokal tentang “karampue ri langi” dan “karampue ri tana” dengan keesaan Allah SWT untuk hidup dan kehidupan manusia pada masa itu,” tulis Haliadi.

Dikisahkan bahwa Dato Karama berangkat dari Minangkabau dan tiba di Lembah Palu pada tahun 1650. Kedatangannya disertai rombongan dari Johor menuju Pulau Salemo di Sulawesi Selatan melalui jalur tengah yang selalu digunakan oleh pelayar-pelayar Bugis dan Bajo. 

Perantau Abdullah Raqi dan rombongannya ini, tulis Hadliadi, diterima oleh Raja Besusu yang bernama Pue Nggari di sebuah pantai Lembah Palu yang sekarang ini disebut Pantai Karampe.

Abdullah Raqi kemudian mengenalkan Agama Islam kepada tiga orang tokoh masyarakat Kaili di Lembah Palu yang bernama Pue Nggari, Pue Njidi, dan Pue Bongo.

Dalam buku Sejarah Dato Karama (Abdullah Raqi) Ulama Pembawa Islam dari Minangkau ke Sulawesi Tengah terbitan IAIN Palu yang ditulis Nurdin dan Hasrul Maddini, terungkap bahwa dokumen tertua yang mengisahkan tentang Dato Karama sebagai penyebar agama Islam di Lembah Palu ditulis oleh Nicolaas Adriani dan Albertus Christiaan Kruyt, dua misionaris sekaligus etnografer dan teolog Belanda, pada 1912.

Saat pertama kali Abdullah Raqi datang, masyarakat Lembah Palu kala itu belum mengenal Islam. Warga masih memelihara babi dan para pria belum disunat. Pun demikian, kedatangannya mendapat sambutan hangat dari Pue Nggari.

Dua sosok ini kemudian menjadi teman baik. Bahkan anak laki-laki Pue Nggari bernama La Patoe disebutkan menjadi muslim pertama setelah sembuh dari penyakit usai minum air putih yang didoakan oleh Abdullah Raqi.

Iksam Djorimi, arkeolog Sulteng, menyebut sebelum masa kedatangan Abdullah Raqi, masyarakat suku Kaili menganut kepercayaan tradisi yang pada hakikatnya sama dengan menyembah Tuhan meski belum mengenal Islam.

“Saya kurang setuju kepercayaan tradisi disamakan dengan animisme. Karena kepercayaan tradisi itu sudah mengenal sifat Tuhan, tapi penyebutannya bukan Allah. Misalnya untuk Islam atau penyebutan Tuhan untuk agama lain, tapi menyebutnya itu penguasa langit dan bumi. Itukan sifat Tuhan. Jadi bukan menyembah batu-batu atau pohon-pohon,” terangnya saat ditemui Tutura.Id.

Masjid Jami di Keluharan Baru jadi bukti sejarah jejak syiar Islam di Lembah Palu. Di seberang masjid ini dulunya berdiri rumah panggung tempat tinggal Dato Karama (Foto: Ken Tsuyoshi Limboki/Tutura.Id)

Pengaruh Islam dalam budaya Kaili

Nurdin dan Hasrul Maddini lanjut menuliskan bahwa agama Islam masuk di daerah Lembah Palu dengan membawa serta pula kebudayaannya.

Ulama asal Minangkabau ini membawa serta alat musik yang terbuat dari tembaga/kuningan yang sekarang dikenal dengan nama Kakula. Ensambel musik kakula berupa satu set kakula (7 pencon), dua buah gendang (gimba), dan dua buah gong.

Music Director Enamble Modero Palu Amin Abdullah yang dikutip dalam buku itu menerangkan bahwa kakula bukanlah jenis kesenian tradisional satu-satunya di Indonesia. Dalam bingkai geobudaya penyebaran Islam, jenis kesenian yang sama menyebar pula di kawasan Asia Tenggara lain.

“Demikian adanya musik kakula sangat erat kaitannya dengan penyebaran Islam di Tanah Kaili,” tulis Nurdin dan Hasrul Maddini mengutip Amin Abdullah.

Lebih lanjut diterangkan pengaruh Islam dari kedatangan Dato Karama bisa dilihat dari metatesis penggunaan bahasa. Salah satu yang populer di Tanah Kaili adalah penyebutan “ince” yang muasalnya dari “encik” dalam bahasa Minangkabau, panggilan bagi perempuan. Perubahan itu mengikuti lidah orang Kaili yang lebih fasih mengucapkan kata ince.

Metatesis lainnya bisa kita temukan dalam penggunaan kata “sumila” yang diduga berasal dari kata “Bismillah” pada ritual balia peninggalan kepercayaan tradisi. Kebiasaan menyembelih babi juga perlahan diganti dengan kambing.

Metode syiar yang digunakan oleh Dato Karama selain melalui pendekatan budaya, salah satunya melalui perkawinan. Hal itu juga ditandai dengan banyaknya para mubalig asal Minangkabau menikah dengan perempuan suku Kaili.

Tidak hanya itu, pendekatan budaya Melayu juga memengaruhi baju adat Suku Kaili yang ditandai dengan penggunaan celana panjang. Ada juga baju Fatima yang merupakan baju pengantin perempuan.

“Coba lihat pakaian adat orang Kaili sekarang itu sudah pengaruh Melayu yang pakai celana panjang. Jadi nama-nama orang, cara berpakaian, kuliner, bahkan arsitekur. Contohnya masih banyak rumah-rumah yang beratap model Minang,” terang Iksam. (Bersambung)

Bagaimana perasaanmu setelah membaca artikel ini?
Suka
6
Jatuh cinta
0
Lucu
0
Sedih
0
Kaget
0
Marah
0
Mungkin tertarik
TUTURA.ID - BaSuara Vol.1 jadi album kompilasi sanggar seni mahasiswa pertama di Kota Palu
BaSuara Vol.1 jadi album kompilasi sanggar seni mahasiswa pertama di Kota Palu
Mengusung semangat mendokumentasikan karya-karya lagu milik sanggar seni yang ada di kampus, Hammer City Production…
TUTURA.ID - Mencari nafkah di bulan penuh berkah
Mencari nafkah di bulan penuh berkah
Ramai pedagang takjil musiman hadir selama bulan puasa. Pisang ijo dan kue tetu jadi favorit…
TUTURA.ID - Simbol warna kuning dan maknanya dalam kebudayaan Kaili
Simbol warna kuning dan maknanya dalam kebudayaan Kaili
Warna kuning sebagai warna tertinggi dalam kebudayaan Kaili tidak lahir begitu saja. Pilihan ini punya…
TUTURA.ID - Mengurai benang kusut antara musisi lokal dengan penyelenggara acara
Mengurai benang kusut antara musisi lokal dengan penyelenggara acara
Musisi dan penyelenggara acara alias EO yang hidup berdampingan dalam ekosistem musik seharusnya saling menguntungkan.
TUTURA.ID - Darurat Kekerasan Seksual Di Sulteng