“Jadi, so hamil?”, “Kenapa belum? Tidak ada rencana mau ba Promil, kah?”. Bla..bla..bla..
Pertanyaan-pertanyaan usil yang kerap ditanyakan kepada pasangan yang baru menikah. Entah karena perhatian, kepo, atau memang sengaja ingin membuat gusar hati orang.
Bayangkan kamu mendapatkan berondongan pertanyaan seperti itu saat usia penikahan masih seumur jagung. Halo apa kabar hati, masih aman?
Memang, sih, kenyataannya di Indonesia—termasuk di Kota Palu—masih ada anggapan bila pasangan yang telah menikah harus cepat-cepat punya anak. Tidak heran jika pasangan suami-istri (pasutri) akan panik bila tidak cepat dikaruniai anak.
Pertanyaan yang diajukan seakan menjadi teror tersendiri bagi pasangan yang belum memiliki anak meski telah menikah. Padahal esensi pernikahan tidak melulu soal kehadiran anak yang datang dengan cepat.
Jika ditelaah dari UU Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974, pernikahan merupakan ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Berdasarkan pemaknaan di atas juga bisa kita simpulkan bahwa esensi pernikahan bukan semata-mata hanya untuk memperoleh keturunan, tapi bagaimana membentuk rumah tangga yang harmonis hingga ujung waktu usia.
Masing-masing dari kita juga harus mengerti pasangan kita, saling pengertian, sanggup menerima segala kekurangan dan kelebihan pasangan masing-masing, termasuk ketika tidak bisa dikaruniai keturunan.
Butuh persiapan
Nah, ketika memutuskan memiliki anak dalam pernikahan, pasutri juga harus dihadapkan dengan serangkaian persiapan. Tidak ujug-ujug berhubungan seks dan akhirnya bunting, lalu melahirkan seorang bayi.
Keputusan memiliki anak harus dieksekusi dengan kesiapan yang matang. Bukan hanya mempersiapkan pernikahan impian, tetapi juga mempersiapkan kehadiran anak. Sebab segelintir pasangan baru juga masih banyak yang belum menyadari bahwa memiliki anak butuh persiapan matang.
Sejatinya persiapannya sudah harus bermula sejak jauh hari. Bahkan sejak suami dan istri masih berstatus sebagai calon pengantin. Inilah mengapa sebelum menikah keduanya memerlukan medical check-up pranikah sebagai langkah antisipasi.
Sebelum memutuskan hamil dan memiliki anak, ada beberapa hal yang perlu dipersiapkan saat mempersiapkan kehamilan seperti dilansir dari Tirto.Id. Persiapan itu mencakup;
Persiapan Ilmu
Ilmu parenting atau pola asuh wajib dipelajari oleh pasangan. Untuk para calon ibu dalam mempersiapkan kehamilannya, sebaiknya sedini mungkin juga harus tahu tentang ilmu parenting. Sebaiknya juga harus lebih banyak riset tentang pengasuhan.
Apalagi sekarang ilmu parenting sangat mudah diakses di mana saja. Tidak hanya persiapan fisik menjelang kelahiran yang harus diperhatikan dan disiapkan jauh-jauh hari, cara mengurus anak ketika anak itu sudah lahir juga harus dipahami dasar-dasarnya.
Ada banyak sekali kasus orang tua “baru” yang masih keliru dalam menerapkan pola asuh. Misalkan kisah viral seorang ibu memberikan minuman kopi sachet pada bayinya yang baru berusia tujuh bulan di Sulawesi Selatan.
Lain lagi nahas seorang ibu yang curhat di Facebook. Ibu ini baru saja kehilangan bayinya yang baru berusia 54 hari usai diberikan ramuan tradisional oleh pihak keluarga. Alih-alih dibawa ke rumah sakit.
Kesalahan seperti ini bisa dialami para orang tua baru dikarenakan kurangnya ilmu dan wawasan. Jadi, para calon ibu harus lebih berhati-hati dan mengerti apa saja yang harus dilakukan nantinya.
Jika ingin anak tumbuh sehat, para calon orang tua juga harus mengerti dan memahami ketika anak mengalami masalah kesehatan. Misal dengan langsung memeriksakannya ke dokter atau ke tenaga kesehatan yang kredibel. Bukan hanya percaya dengan cara tertentu karena alasan warisan turun-temurun.
Persiapan kesehatan dan gizi
Perempuan yang sehat secara fisik, cukup gizi, dan tidak anemia merupakan kondisi yang ideal dalam mempersiapkan kehamilan. Calon ibu harus mampu menjaga kondisinya.
Ibu hamil yang sehat secara fisik dapat dilihat dari ukuran lingkar lengan atas (LILA) yang tidak kurang 23,5 cm. Apabila ukurannya belum ideal atau kurang dari 23,5 cm, maka kehamilannya bisa saja mengalami masalah.
Menurut data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 Kementerian Kesehatan RI, ibu hamil bisa mengalami kekurangan gizi makro sebesar 17 persen, sedangkan masalah kekurangan gizi mikro adalah sebesar 48 persen.
Kekurangan gizi makro pada ibu hamil bisa dilihat dengan mengukur lingkar lengan atas (LILA) yang kurang dari 23,5 cm, yang artinya ibu hamil mengalami Kekurangan Energi Kronis (KEK). Selain mengantisipasi kondisi kekurangan gizi, sang calon ibu juga harus mampu menjaga berat badan ideal dan tidak anemia.
Persiapan mental
Sebelum hamil dan ingin punya anak, kesiapan mental perlu jadi prioritas. Kehamilan tidak hanya menambah bobot di bagian perut jadi semakin berat, tetapi juga sukses memancing emosi naik turun setiap waktu.
Apalagi saat trimester awal. Dilansir healthline.com, rasa cemas yang berlebih ketika sedang hamil dapat memicu kelahiran prematur dan bisa memengaruhi kesehatan janin dalam kandungan.
Dalam sebuah studi dengan judul “Psychosocial Stress During Pregnancy” menemukan fakta bahwa 78 persen perempuan mengalami stres psikososial ringan saat kehamilan.
Sementara yang mengalami stres tingkat tinggi saat hamil proporsinya mencapai 6%. Belum lagi depresi pascapersalinan (PPD) yang menimpa 10-20 persen perempuan.
Jadi, ada begitu banyak yang harus dipersiapkan dan pelajari oleh pasutri sebelum memiliki anak. Tidak segampang melancipkan mulut dengan meneror berbagai pertanyaan soal kapan punya anak kepada seseorang.
kehamilan parenting perjanjian pranikah UU Perkawinan persalinan kesehatan riskesdas kekurangan energi kronis