Sulteng masuk tujuh besar provinsi paling jeblok soal stunting
Penulis: Robert Dwiantoro | Publikasi: 27 Januari 2023 - 19:32
Bagikan ke:
TUTURA.ID - Sulteng masuk tujuh besar provinsi paling jeblok soal stunting
Anak-anak ialah tulang punggung masa depan sebuah bangsa. Masalah stunting mengancam mereka dan bangsa. Presiden Jokowi, pada 2021, pernah mengatakan, "Kalau anaknya stunting, kurang gizi bagaimana mau bersaing di tingkat internasional." | Foto: Shutterstock

Sulawesi Tengah berhasil menekan prevalensi stunting pada 2022. Saat ini, nilai prevalensi stunting di Sulteng berada di angka 28,2%. Turun dari 29,7% pada 2021. Dengan kata lain, telah terjadi penurunan angka stunting hingga 1,5%.

Pencapaian Sulteng itu termuat dalam Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) 2022, yang dirlis kepada pers oleh Kementerian Kesehatan, Jumat (27/1/2023). Adapun nilai prevalensi tersebut merujuk pada populasi bayi lima tahun yang mengalami stunting.

Meskipun bisa menekan prevalensi stunting, Sulteng justru mengalami kenaikan peringkat dalam daftar 10 provinsi dengan problem stunting paling parah. Pada 2021, Sulteng berada di peringkat 8. Kini justru berada di urutan 7.

Lagi pula, angka 28,2% masih tergolong besar. Artinya 3 dari 10 anak di Sulteng mengalami stunting. Nilai itu juga masih berada di atas angka nasional yang mencapai 21,6%. 

Angka penurunan stunting di Sulteng memang tak cukup signifikan. Hal itu akan kian terlihat jelas saat melongok prevalensi stunting di level kabupaten dan kota. 

Dari 13 daerah tingkat II di Sulteng, hanya enam wilayah yang bisa menekan angka stunting antara 2021-2022. Tujuh kabupaten yang tersisa justru mengalami kenaikan. Bahkan di Kota Palu, ibu kota dan daerah paling urban di Sulteng, angka stunting naik dari 23,9% (2021) menjadi 24,7% (2022).

***

Prevalensi stunting di Sulawesi Tengah berdasarkan daerah tingkat II.

Pejabat fungsional Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (P2KB) Sulawesi Tengah, Hasjman Samsul, mengatakan bahwa penurunan angka stunting membutuhkan keterlibatan aktif dari berbagai pihak. Baik mereka yang "mengintervensi" (baca: pemerintah), ataupun yang "diintervensi" (baca: warga).

“Kalau mau angka stunting rendah maka kepala daerah bersama organisasi perangkat daerah harus punya keseriusan. Begitu juga dengan kelompok masyarakat prasejahtera yang jadi sasaran program penurunan stunting,” katanya.

Perkara kekurangan gizi ekstrem di Sulteng, juga dikomentari oleh Yudiawati Vidiana, Ketua Persatuan Ahli Gizi (PERSAGI) Sulteng. Menurut Yudiawati, masyarakat sering kali menyederhanakan pemenuhan gizi.

“Asal ada nasi dan lauk atau sayur, itu sudah cukup. Padahal keliru. Harusnya isi piring makanan itu mengandung karbohidrat, protein, vitamin, mineral. Meski pada orang dewasa bisa ditolerir, tapi bagi ibu hamil dan anak di bawah lima tahun, ini tidak bisa,” katanya.

Yudiawati, yang juga menjabat sebagai kepala Dinas Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan (Disdikjarbud) Sulteng, menyebut kurangnya pengetahuan pasangan muda tentang asupan nutrisi juga berimbas pada upaya menekan angka stunting.

“Lewat PERSAGI dan Disdikjarbud, kami gencar melakukan sosialiasi pengetahuan tentang pemenuhan gizi di sekolah. Sasarannya pelajar, sebagai langkah preventif. Sedangkan pada layanan faskes, kami lakukan aksi penanganan untuk mengubah konsep keliru soal asupan nutrisi,” kata tokoh yang karib disapa Nung Abdullah ini.

Prevalensi stunting secara nasional. | Foto: Kementerian Kesehatan.

 

Tentang stunting secara nasional

Stunting merupakan kondisi gagal tumbuh pada anak balita akibat kekurangan gizi kronis terutama pada 1000 hari pertama kehidupan—270 hari semasa hamil dan 730 hari pertama bayi. 

Kondisi stunting pada anak bisa dilihat dari sejumlah ciri-ciri fisik, seperti: tinggi dan berat badan yang lebih kecil dibanding rerata anak seusia, mengalami gangguan tumbuh kembang, rentan mengalami masalah kesehatan, sering terlihat lemas, serta kurang aktif.

Namun stunting tak semata-mata perkara fisik. Ia juga bisa berimbas pada perkembangan kognisi, dan kemampuan belajar. Ia juga bisa jadi pemicu keterbelakangan mental, dan jadi pintu masuk bagi tumbuhnya penyakit kronis.

Adapun prevalensi stunting Indonesia berada di angka 21,6%. SSGI 2022 menunjukkan bahwa Indonesia bisa menurunkan angka stunting hingga 2,8%; dari 24,4% pada 2021. Namun pekerjaan rumah masih banyak, sebab pemerintah sudah pasang target 14% pada 2024.

Adapun lima daerah dengan nilai stunting tertinggi ditempati oleh NTT (35,3%), Sulawesi Barat (35,0%), Papua (34,6%), NTB (32,7%), dan Aceh (31,2%). Sedangkan lima daerah dengan terendah ialah Bali (8,0%), DKI Jakarta (4,8%), Lampung (15,2%), Kepulauan Riau (15,4%), dan DI Yogyakarta (16,4%).

Bagaimana perasaanmu setelah membaca artikel ini?
Suka
1
Jatuh cinta
0
Lucu
1
Sedih
2
Kaget
0
Marah
0
Mungkin tertarik
TUTURA.ID - Kiprah perempuan politisi sebagai pimpinan parlemen di Sulteng
Kiprah perempuan politisi sebagai pimpinan parlemen di Sulteng
Puan-puan yang duduk di kursi parlemen jadi harapan mewujudkan terhapusnya diskriminasi dan kekerasan terhadap perempuan…
TUTURA.ID - Merawat ekosistem pesisir walau tanpa sokongan pemerintah
Merawat ekosistem pesisir walau tanpa sokongan pemerintah
Berdiri sejak 2008, Yayasan Bonebula giat mengampanyekan pentingnya menjaga dan melestarikan ekosistem pesisir, termasuk penyu…
TUTURA.ID - Target DPC PAPPRI Kota Palu; studio rekaman gratis untuk musisi lokal
Target DPC PAPPRI Kota Palu; studio rekaman gratis untuk musisi lokal
DPC PAPPRI Kota Palu yang diketuai Akbar, S.H. ingin menjadikan semua unsur yang berkelindan dengan…
TUTURA.ID - Darurat Kekerasan Seksual Di Sulteng