Asa para pegiat parlemen jalanan di Sulteng menuju Senayan
Penulis: Robert Dwiantoro | Publikasi: 31 Mei 2023 - 15:54
Bagikan ke:
TUTURA.ID - Asa para pegiat parlemen jalanan di Sulteng menuju Senayan
Eva Bande, salah seorang aktivis yang tengah mengincar kursi DPD-RI dari Sulawesi Tengah pada Pemilu 2024. | Foto: Eva Bande/Facebook

Tiga warga asal Desa Watutau, Lore Peore, Poso mendatangi sebuah hotel di Palu Selatan, Selasa sore (16/5/2023). Mereka datang bukan untuk menikmati fasilitas hotel bintang tiga itu, atau mencicipi suasana perkotaan. Mereka bertujuan untuk mengadukan kasus penyerobotan lahan kepada aktivis agraria, Eva Bande (45).  

Ketiga warga itu mengeluhkan perkara lahan penghidupan mereka seluas sekitar 5.930 hektare—persawahan, perkebunan, peternakan, dan kawasan tanah adat—yang diklaim sepihak menjadi bank tanah.

Eva mendengarkan keluhan warga dengan saksama. Sesekali, ia menuliskan informasi yang baru didengarnya pada satu buku catatan kecil. “Saya meneguhkan diri untuk berjuang bersama masyarakat Watutau, merebut kembali lahan garapan mereka,” tulis Eva lewat akun media sosialnya.

Pemilik nama lengkap Eva Hanafi Susanti Bande ini memang dikenal sebagai aktivis dan pejuang agraria. Ia sudah memulai kiprahnya sebagai aktivis tatkala jadi mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Tadulako pada 1998.

Dua tahun setelahnya, hadir persoalan masyarakat di Kecamatan Batui. Warga Batui protes terhadap PT Kurnia Luwuk Sejati (KLS), korporasi sawit milik Murad Husain—konglomerat asal Sulawesi Tengah. 

Selama bertahun-tahun, Eva mendampingi perjuangan warga Batui. Puncaknya terjadi pada 26 Mei 2010, saat protes warga berujung bentrokan dengan aparat. Bersama dengan 23 orang lainnya, Eva pun dituding sebagai provokator. 

Ia ditangkap, dan divonis 4,5 tahun penjara. Namun, pada 22 April 2014, Eva beroleh grasi dari Presiden Jokowi. Setahun lepas bebas, kesetian Eva berjuang dalam gerakan agraria berbalas Yap Thiam Hien Award—penghargaan bagi para pejuang HAM di Indonesia.

Kini Eva mengintip peluang untuk berjuang di lapangan yang berbeda. Ia memilih terjun ke politik praktis jelang Pemilu 2024. Eva memutuskan untuk bertanding memperebutkan kursi Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dari Sulawesi Tengah dalam pemilu mendatang.

“Tadinya saya berpikir tidak mengikuti kontestasi di Pemilu 2024. Namun masyarakat di berbagai daerah yang pernah saya advokasi kasusnya, meminta saya untuk maju lewat jalur partai,” ungkap Eva kepada Tutura.Id, Selasa (24/5/2023).

Setelah berembuk dengan perwakilan masyarakat dan beberapa rekan aktivis, Eva akhirnya memantapkan pilihannya masuk lewat jalur perorangan (DPD).

“Pertimbangannya untuk menguatkan upaya perjuangan dari kasus yang selama ini dikawal, tanpa beban kepentingan (jika pilih jalur parpol),” katanya.

Dalam tahapan pencalonan DPD, Eva berhasil menggalang 2.124 orang sebagai pendukung yang ditandai lewat penyerahan kartu tanda penduduk (KTP). Sebagai catatan, angka tersebut bahkan lebih banyak dibanding jumlah dukungan yang disetorkan kepada Lukky Semen—senator petahana dan pemilik suara perorangan terbanyak pada Pemilu 2019 di Sulteng.

Meski modal dukungannya siginifikan, Eva mengaku bahwa jalur politik praktis bukan hal mudah bagi para aktivis. “Fenomena aktivis mencoba menuju Senayan selalu menemui beragam kendala. Salah satunya terkait modal (logistik kampanye),” ujar Eva.

Walaupun demikian, Eva tetap optimistis. Ia menyebut kerja-kerja selama puluhan tahun membersamai perjuangan agraria di Sulteng sebagai modal utamanya.

“Rekan sesama aktivis dan masyarakat yang pernah saya advokasi turut membantu memperluas dukungan. Kerja keras kami, semata bukan demi dukungan, melainkan untuk mewujudkan keadilan yang selama ini diperjuangkan,” ujar Eva.

***

 
 
 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

A post shared by Yusuf Lakaseng (@yusuf_lakaseng)

Pada dua pemilu terakhir (2014 dan 2019), Yusuf Lakaseng (46) mengincar satu kursi di Senayan dari daerah pemilihan Sulawesi Tengah.

Pada Pemilu 2014, Yusuf berhasil meraih sekitar 30-an ribu dukungan. Yusuf lantas menyeberang ke Partai Solidaritas Indonesia (PSI) pada Pemilu 2019. Saat memperebutkan kursi DPR-RI, Yusuf cuman bisa mendulang 20-an ribu suara.

Dua pemilu itu berakhir pahit bagi mantan aktivis Front Mahasiswa Sulawesi Tengah (FMST) itu—sebuah komite aksi yang sangat aktif sebagai pressure group pada hari-hari panas jelang kejatuhan Orde Baru.

Yusuf tak patah arang. Jelang Pemilu 2024, ia kembali mengincar kursi di Senayan lewat Partai Perindo. Yusuf memang dikenal suka menyeberang partai. Selain tiga partai yang sudah disebut di atas, ia juga tercatat pernah aktif di Partai Rakyat Demokratik (PRD), Partai Bintang Reformasi (PBR), dan Partai Nasional Demokrat (NasDem).

Ihwal dua kegagalan terdahulu, Yusuf bilang bahwa kurangnya logistik jadi persoalan. “Hal ini menyulitkan posisi idealisme aktivis di ruang demokrasi, karena sering dibajak oleh pemilik modal yang juga ikut bertarung,” kata mantan ketua umum Partai Rakyat Demokratik itu.

Sebagai ganti minimnya logistik, Yusuf mengatakan bahwa pengalaman berjuang dan menyelesaikan persoalan rakyat pada level tapak bisa jadi daya tarik caleg aktivis. 

“Saya ingin berteriak agar eksplorasi kekayaan alam bisa menyejahterakan rakyat. Bukan hanya menimbulkan kerusakan lingkungan. Pemerintah pusat harus membagi porsi hasil secara berkeadilan dengan rakyat Sulteng,” kata tokoh yang berniat jadi Macan Senayan itu tentang asanya bila kelak dapat status sebagai wakil rakyat.

***

Sejumlah aktivis asal Sulawesi Tengah memang sedang mengintip kursi di Senayan. Selain Eva dan Yusuf, sejumlah nama lain juga mengincar kursi di Senayan, misalnya: Ridha Saleh (NasDem), Danel Lasimpo (PKB), dan Syahrudin Ariestal Douw (PKS).

Puluhan aktivis di Sulteng lainnya tersebar di berbagai partai politik, serta mengincar kursi wakil rakyat pada level provinsi, kota, dan kabupaten. Para aktivis ini seolah hendak meninggalkan langgam lawas organisasi nonpemerintah dan mahasiswa yang cenderung berjarak dengan parlemen serta politik praktis.

Kebanyakan dari mereka juga melihat parlemen sebagai ruang politik yang lebih luas untuk menyuarakan pelbagai persoalan warga.

Ikhtiar para aktivis ini bukan pula fenomena baru di Sulteng. Dave McRae, peneliti sosial-politik asal Australian National University (ANU), sudah menulis soal usaha para aktivis masuk parlemen pada Pemilu 2009. 

McRae mencatat ada 40-an aktivis yang kala itu memutuskan terjun ke politik praktis, dan berusaha jadi calon legislatif di berbagai level. Namun usaha itu gagal belaka. Saat itu, hampir tidak ada aktivis yang bisa melenggang jadi wakil rakyat.

Ihwal perjuangan aktivis masuk di parlemen sebenarnya sudah dimulai oleh Muharram Nurdin pada Pemilu 1999. Muharram, yang pada era 1990-an dikenal sebagai pentolan aktivis mahasiswa di Palu, dilantik sebagai anggota DPRD Sulteng termuda hasil Pemilu 1999.   

Politisi PDI Perjuangan itu berhasil duduk di DPRD Sulteng. Pada perkembangannya, Muharram bahkan jadi salah satu aktor politik utama di level Sulteng; mengingat posisinya sebagai ketua PDI Perjuangan Sulteng dan wakil ketua III DPRD Sulteng.

Pada Pemilu 2004, McRae juga menyebut ada dua aktivis yang berlaga memperebutkan kursi DPD. “Aktivis tertarik ke DPD karena calon harus independen (non partai). Terhalang oleh sikap non-partisan ala LSM untuk menjadi anggota partai, DPD jadi satu-satunya kesempatan mereka (aktivis)  untuk mencalonkan diri dalam pemilihan,” tulis McRae.

Eksperimen politik juga dilakukan pada Pilkada 2005 dan 2009. Di beberapa daerah tingkat II di Sulteng, sejumlah aktivis meramaikan bursa kepala daerah. Namun percobaan itu gagal. Mereka bahkan tak mampu menempatkan nama calon dalam surat suara pada masa itu. 

Kehadian Partai NasDem pada Pemilu 2014 dan 2019 menjadi satu magnet bagi sejumlah aktivis. Mereka berbondong-bondong bergabung ke Partai Restorasi itu. Beberapa nama macam Mutmainah Korona (DPRD Kota Palu), dan Theo Masykur (DPRD Provinsi) berhasil melenggang ke parlemen.

Pada Pilkada Kota Palu 2020, kelompok aktivis juga berhasil menempatkan Aristan sebagai calon wali kota. Namun akhirnya kalah dan menjadi juru kunci dalam perolehan suara pada kontestasi yang diikuti empat pasangan calon tersebut.

Slamet Riadi Cante, pengamat politik Universitas Tadulako, menyebut bahwa para aktivis memang punya jalan terjal untuk bisa meraih status wakil rakyat. Para aktivis, kata Slamet Riadi, juga masih harus berhadapan dengan nama-nama politisi besar lainnya.

"Budaya pemilih di Sulteng cenderung masih melihat modal yang dimiliki oleh figur dibanding kapasitas dan integritas. Walaupun tidak bagus dalam perspektif demokrasi modern," kata Slamet, via aplikasi pesan kepada Tutura.Id, Selasa (30/5/2023).

Guru besar ilmu kebijakan publik Untad itu menambahkan bahwa pemilih di Sulteng juga punya karakter yang cenderung pragmatis dan transaksional. Karakter itu makin besar persentasenya di daerah perdesaan.

“Satu strategi yang penting dilakukan (oleh aktivis) yakni meyakinkan para pemilih rasional bahwa ketika terpilih akan berkomitmen tinggi untuk mengartikulasikan kepentingan konstituen,” katanya.

Ia pun menyarankan agar para bacaleg aktis ini mau mengambil pilihan berani. "Idealnya, mereka harus berani bikin kontrak politik dengan calon konstituen," ujarnya.

Bagaimana perasaanmu setelah membaca artikel ini?
Suka
2
Jatuh cinta
0
Lucu
0
Sedih
0
Kaget
0
Marah
0
Mungkin tertarik
TUTURA.ID - Harapan-harapan penyandang disabilitas Kota Palu untuk Pemilu 2024
Harapan-harapan penyandang disabilitas Kota Palu untuk Pemilu 2024
Sejumlah harapan  penyandang disabilitas di Kota Palu untuk pelaksanaan Pemilu 2024. Setali tiga uang dengan…
TUTURA.ID - Antisipasi puncak aktivitas mudik di Kota Palu
Antisipasi puncak aktivitas mudik di Kota Palu
Keputusan pemerintah mencabut aturan PPKM membuat aktivitas mudik lebaran tahun ini meningkat dibandingkan tahun sebelumnya.
TUTURA.ID - Mengenal sejarah dan kiprah Muhammadiyah di Sulawesi Tengah
Mengenal sejarah dan kiprah Muhammadiyah di Sulawesi Tengah
Lebih dari seabad hadir mewarnai Indonesia dengan segala dinamikanya, Muhammadiyah tetap kokoh dalam usaha-usaha pendidikan,…
TUTURA.ID - Transisi energi di Sulteng bersimpang kenyataan di lapangan
Transisi energi di Sulteng bersimpang kenyataan di lapangan
Upaya menuju transisi energi di Indonesia ibarat sebuah mitos. Sekadar menjadi buaian cerita indah dari…
TUTURA.ID - Darurat Kekerasan Seksual Di Sulteng