Peringatan Hari Lingkungan Hidup Sedunia 2024 jadi kebanggaan tersendiri bagi Kabupaten Sigi, lebih-lebih bagi Rukmini Paata Toheke.
Pejuang lingkungan sekaligus tokoh perempuan adat asal Desa Toro, Kecamatan Kulawi, itu berhasil menyabet Penghargaan Kalpataru 2024 dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), di Jakarta, Rabu (5/6/2024).
Penghargaan tertinggi di bidang lingkungan hidup pada level nasional itu diterima oleh Rukmini bersama enam figur—dan tiga komunitas—atas perannya sebagai "pahlawan" di bidang konservasi, pencemaran dan perubahan iklim, ekonomi hijau/biru, serta hukum dan budaya.
Apresiasi ini seolah jadi penyejuk suasana di tengah pewartaan polusi debu galian C di perbatasan Palu-Donggala, banjir bandang di area konsesi pertambangan nikel di Morowali Utara dan Morowali, bahkan ancaman rusaknya ekosistem air lantaran terbitnya izin tambang pada kawasan karst di Banggai Kepulauan.
Kalpataru untuk Rukmini ibarat oasis dari Sigi di tengah maraknya dampak kerusakan lingkungan di Sulteng.
“Tidak menyangka bisa mendapat penghargaan tertinggi ini (Kalpataru, red). Mungkin bagi orang lain ini sebuah prestasi, tapi saya menganggap ini sebagai tanggung jawab besar untuk terus memperjuangkan keutuhan lingkungan hidup,” kata Rukmini ketika dihubungi Tutura.Id, Kamis (6/6).
Penilaian perempuan 51 tahun ini agaknya sesuai dengan makna kalpataru yang dicitrakan sebagai entitas kuat penghubung segala ciptaan.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kalpataru diartikan sebagai pohon kehidupan atau pohon lambang kehidupan.
Sementara dalam situsweb KLHK, wujud kalpataru yang digambarkan dalam relief empat candi peninggalan zaman Kerajaan Hindu-Buddha di Indonesia, melambangkan suatu tatanan lingkungan yang serasi, selaras dan seimbang serta merupakan tatanan yang menggambarkan keserasian hutan, tanah, air, udara, dan makhluk hidup.
Rukmini yang juga anggota dewan Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) ini meraih penghargaan Kalpataru untuk kategori pembina lingkungan. Rukmini didaulat sebagai sosok pembina dengan praktek konservasi lingkungan berbasis adat. Adapun sembilan pihak penerima Kalpataru 2024 lainnya masuk kategori perintis, pengabdi, dan penyelamat lingkungan.
Penghargaan Kalpataru diberikan Pemerintah Indonesia sejak 1980 kepada individu dan komunitas atas jasanya melestarikan alam dan lingkungan.
Kurun 44 tahun terakhir, sudah ada 428 pihak yang menerima penghargaan dalam bentuk piala berwujud pohon dengan warna keemasan ini.
Menurut Rukmini, capaian ini bukanlah pekerjaan mudah dengan waktu singkat. Ia telah berjuang melestarikan lingkungan dengan pendekatan hukum adat sejak awal tahun 1990-an.
“Awalnya saya ingin melestarikan warisan kain dari kulit kayu beringin. Ternyata pohon yang dianggap keramat oleh banyak orang ini punya manfaat bukan hanya bahan baku kain kulit saja. Pohon ini berjasa sebagai sumber oksigen, air, bahkan sumber makanan bagi beberapa hewan,” urai Rukmini.
Pernyataan Rukmini soal pohon beringin kaya manfaat, ada benarnya. Di Sulteng, serat dalam tangkai-tangkai berukuran 110-130 sentimeter dari pohon raksasa ini seringkali diambil sebagai bahan baku kain.
Pohon dengan nama latin Ficus benjamina ini juga berfungsi sebagai produsen udara segar dan penjaga kelembapan udara, kanopi alami, serta penjaga cadangan air tanah.
Seiring berjalannya waktu, sambung Rukmini, ia juga merambah perjuangan ke skala yang lebih luas, yakni mendorong perlindungan hutan lewat pendekatan hukum adat.
Perjalanan itu diawali ketika Rukmini bersama sekelompok perempuan adat menjadi garda terdepan melawan ekspansi Taman Nasional Lore Lindu (TNLL) di wilayah adat Kampung Toro.
Sekitar dua tahun kemudian, Rukmini berhasil menghidupkan kembali posisi tina ngata di Toro, suatu posisi penting sosok perempuan dalam sistem peradilan adat mereka di masa lampau yang tereduksi mulai era pendudukan Kolonial Belanda hingga Orde Baru.
Masifnya aktivitas Rukmini pada aspek hukum budaya dan lingkungan, turut membantunya untuk membentuk dua lembaga berbasis adat, yaitu Organisasi Perempuan Adat Ngata Toro dan sekolah adat bernama Hikola Ada Ngana Toi Toro.
Dua institusi yang Rukmini inisiasi ini menyasar kalangan perempuan dan ibu-ibu muda. Sementara sekolah adat setara sekolah menengah pertama (SMP) telah memiliki sekitar 60-an siswa dan alumni.
“Jadi bukan sekadar mengajar soal bagaimana tatanan hukum adat, tapi bagaimana mengimplementasikan posisi manusia dalam hubungannya dengan lingkungan bahkan sesama ciptaan. Prinsip ini dikenal dengan istilah hintuvua dan katuvua,” imbuhnya.
Misalnya, di Toro, lanjut Rukmini, lembaga adat membagi wilayah hutan adat menjadi tiga area yaitu pangale (lahan bekas kebun), wana, dan wanangkiki.
Dari luas wilayah 1.747 hektare yang disetujui oleh Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sigi, nantinya akan dibuatkan seperangkat aturan lembaga adat yang menjadi dasar pengelolaan, baik perorangan maupun komunal.
“Bagi yang mau buka lahan baru di area pangale atau pomantua, warga wajib meminta izin kepada lembaga adat dan pemerintah setempat. Tapi, nantinya area ini dikhususkan bagi keluarga muda atau pasangan yang baru menikah,” kata Rukmini.
Kendati ada pelarangan merambah hutan di wilayah hukum adat, Rukmini bilang warga bisa tetap bisa mengambil sejumlah hasil hutan bukan kayu (HHBK) seperti madu, buah, daun, getah, atau wewangian.
Usai menerima penghargaan prestisius ini, ada tiga rencana jangka pendek yang akan dikerjakan oleh Rukmini. Mulai dari terus menjalankan aktivitas belajar mengajar di sekolah adat, menyegerakan pembuatan produk hukum adat, dan memasifkan program pembibitan pohon produktif bersama warga Toro.
Wujud realisasi program Sigi Hijau
Pada kesempatan terpisah, Kepala Dinas Lingkungan Hidup Sigi, Moh. Afit Lamakarate, menyebut capaian Rukmini meraih Kalpataru 2024 salah satunya tak lepas dari peran Pemkab Sigi di bawah kepemimpinan Bupati Mohamad Irwan dan Wakil Bupati Samuel Yansen Pongi.
Afit menjelaskan penghargaan Kalpataru yang diberikan oleh KLHK saban tahun diusulkan oleh pihak lain. Khusus Kalpataru 2024, Pemkab Sigi dan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sulteng yang memfasilitasi proses penerimaan penghargaan tersebut.
“Kami sudah melakukan proses pengusulan ini sekitar akhir tahun 2023. Dari beberapa tokoh/kelompok yang berperan dalam pelestarian lingkungan di Sigi, Alhamdullilah ada Ibu Rukmini yang berhasil. Ke depan, kami berupaya tokoh/kelompok lain bisa dapat kalpataru,” ungkap Afit kepada Tutura.Id, Rabu (5/6).
Selain Rukmini, sambung Afit, tokoh lain yang diusulkan adalah Ilham Ari dan Sardin Umede. Mereka dinilai berjasa dalam konservasi maupun pelestarian lingkungan.
Ari merupakan Ketua Himpunan Petani Pecinta Organik (Hipetanik) “Unggul Sejati” yang membudidayakan sayur dan buah organik hingga pengembangan produk biomass di Desa Sidera, Kecamatan Sigi Kota, sejak 2014.
Sementara Sardin, tokoh asal Desa Karunia, Kecamatan Palolo, seorang diri berupaya menyelamatkan beragam jenis tanaman anggrek di sekitar kawasan TNLL, sedari 2004.
Menurut Afit, peran para pelestari lingkungan ini merupakan salah satu wujud realisasi Program Sigi Hijau, satu dari tiga program unggulan Bupati Mohamad Irwan yang telah dimulai sejak periode 2015-2020.
“Pastinya ini sejalan dengan Sigi Hijau sebab mereka adalah aktor-aktor yang real bekerja menjaga lingkungan hidup di Sigi. Kendati secara pendanaan, Pemkab Sigi masih terbatas membantu aktivitas mereka, tapi dari sisi dampak positif, itu sangat besar,” tuturnya.
Program Sigi Hijau merupakan satu dari tiga program unggulan bupati Sigi yang karib dengan panggilan Iwan Lapatta. Sigi Hijau bahkan tertuang bernama Peraturan Daerah (Perda) 4/2019 tentang Sigi Hijau.
Dalam produk daerah berjumlah 36 pasal itu, implementasi Sigi Hijau meliputi penetapan dan pengembangan ruang terbuka hijau (RTH), pemulihan ekosistem, penghijauan lingkungan, restorasi ekosistem, pertanian berkelanjutan, pembangunan jaringan sistem pengelolaan lingkungan hidup, mitigasi dan adaptasi perubahan iklim, serta penanganan wilayah rawan konflik agraria.
“Seperti yang dilakukan Ibu Rukmini, menanam beringin biar sumber bahan baku kain kulit kayu tetap ada atau mendirikan sekolah adat. Juga yang dilakukan Pak Ari terkait pertanian organik dan pengelolaan anggrek yang dikerjakan Pak Sardin. Ini merupakan bagian dari Program Sigi Hijau,” imbuhnya.
Afit bilang, ke depan pihaknya berupaya memfasilitasi sejumlah tokoh dan kelompok lainnya beroleh Penghargaan Kalpataru. Salah satunya ialah pengelola unit Bank Sampah 45 (BS45) Kalukubula, Sigi Biromaru.
Kelompok ini dinilai serius memimalisir kerusakan lingkungan dari residu sampah hingga mendorong perputaran ekonomi warga sekitar.
kalpataru lingkungan hidup oasis kerusakan rukmini paata toheke moh. afit lamakarate sigi hijau pemkab sigi sulteng