Sulawesi Tengah masuk dalam kategori provinsi “rawan sedang” dan “rawan tinggi” soal isu politik uang.
Itu tertuang dalam dokumen berjudul “Pemetaan Kerawanan Pemilu dan Pemilihan Serentak 2024” yang dirilis Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Republik Indonesia pada bulan lalu (13/8/2023).
Ketua Bawaslu Sulteng Nasrun menjelaskan, bahwa penilaian tersebut ialah potret kontes Pemilu 2019 dan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 2020.
“Sumber informasinya sama seperti basis penilaian Indeks Kerawanan Pemilu (IKP) 2024 yang dirilis Bawaslu RI pada 16 Desember 2022 lalu. Bedanya, pemetaan ini lebih tematik atau spesifik berbicara seputar isu politik uang,” ungkap Nasrun ketika dihubungi Tutura.Id, Selasa (19/9/2023).
Pada level provinsi, Sulteng beroleh skor 2,78, dan berada di urutan ke-13 dari 29 provinsi kategori kerawanan sedang terkait isu politik uang.
Adapun dalam klaster “rawan tinggi” soal isu politik uang ditempati oleh Maluku Utara (100), Lampung (55,56), Jawa Barat (50), Banten (44,44), dan Sulawesi Utara (38,89).
Sekadar catatan, kerawanan ini dipetakan berdasarkan pengelompokkan modus, pelaku, serta di mana wilayah rawan terjadi politik uang.
Kerawanan isu politik uang acapkali terjadi saat sebelum masa kampanye, sebelum hari pemungutan suara (pencoblosan), secara digital, kegiatan sosial, serta terselubung dalam program pemerintah.
Beda klaster, beda sumber
Meski tergolong rawan sedang pada tingkat provinsi, tetapi bila menengok ke level lebih rendah, Sulteng sebenarnya masuk dalam kelompok “rawan tinggi”.
Berdasarkan penilaian agregasi kabupaten dan kota, Sulteng punya nilai 12,42 dari 10 provinsi yang dinilai memiliki kerawanan tinggi soal politik uang. Bahkan, Sulteng menempati posisi lima teratas bersama Papua Pegunungan (13,35), DKI Jakarta (7,77), Kalimantan Barat (6,90), dan Banten (4,66).
Selain itu, dua daerah tingkat dua di Sulteng juga menempati posisi lima tertinggi secara nasional dari 24 kabupaten/kota kategori rawan tinggi. Dua daerah itu ialah Banggai (72,88) dan Banggai Kepulauan (69,49).
Banggai dan Banggai Kepulauan juga termasuk dalam 84 daerah tingkat dua secara nasional yang dinilai “rawan tinggi” dalam Indeks Kerawanan Pemilu (IKP) 2024. IKP 2024 menyoal kerawanan pemilu dalam empat dimensi seperti konteks sosial politik, penyelenggaraan pemilu, kontestasi, dan partisipasi.
Selain dua daerah di lengan timur Sulawesi itu, Kabupaten Morowali juga termasuk dalam 10 kabupaten dan kota kategori rawan sedang dengan skor paling tinggi. Morowali meraih angka 7,63 dan berada di urutan ketujuh.
Perbedaan klaster ini, lanjut Ketua Bawaslu Sulteng Nasrun, disebabkan karena penilaiannya berbeda sumber.
“Untuk penilaian tingkat provinsi, input datanya berdasarkan informasi dari Bawaslu provinsi. Misalnya, pada pemilihan DPRD Sulteng 2019 dan gubernur Sulteng 2020. Nah, ketika sumber informasinya berasal dari 13 Bawaslu kabupaten/kota dan diakumulasi, Sulteng tergolong rawan tinggi,” terang komisioner Bawaslu Sulteng 2022-2027 ini.
Menurut Nasrun, masuknya Sulteng dan tiga daerah lainnya dalam klaster rawan tinggi politik uang ini ditengarai karena salah satu variabel penilaian yakni banyaknya laporan pelanggaran di dua pesta demokrasi sebelumnya, termasuk laporan adanya praktik politik uang.
Melansir laman resmi Bawaslu Sulteng, dari 23 perkara pelanggaran tindak pidana Pemilu 2019 di Sulteng, tujuh kasus di antaranya ialah perkara politik uang.
“Sekali lagi kami tegaskan, bahwa pemetaan kerawanan politik uang ini berdasarkan potret penyelenggaraan Pemilu 2019 dan Pilkada 2020. Bawaslu disetiap tingkatan berupaya melakukan upaya pencegahan adanya praktik politik uang jelang pemilu dan pilkada berikutnya,” pungkasnya.
Lihat postingan ini di Instagram
Sebagai tambahan informasi, ada tiga modus utama praktik politik uang kerap terjadi seperti pemberian langsung berupa tunai dan/atau voucher, barang, hingga janji.
Pemberian langsung dilakukan dengan cara membagikan uang dengan imbalan memilih, pembagian voucher, dan pemberian secara elektronik via uang digital. Nominalnya pun beragam, antara Rp20.000 hingga Rp200.000 untuk setiap orang.
Terkait modus pemberian barang, sedikitnya terdapat 13 cara yang dilakukan. Sebut saja, pembagian alat ibadah, bahan bangunan untuk rumah ibadah, kompor gas dengan mendompleng program pemerintah, hadiah lomba, pot bunga, beras atau sembako bergambar peserta pemilu.
Lalu, pemberian bibit tanaman dengan dalih program kampanye, pembagian pupuk, pemberian barang pecah belah, pembagian kartu bantuan langsung tunai (BLT) bergambar peserta pemilu, serta pembagian alat mesin rumput.
Modus lain yang kerap dijumpai yakni menjanjikan imbalan berbentuk uang/barang saat masa tenang, berjanji akan membangun wilayah tertentu, dan janji akan memberikan jasa atau keuntungan lain agar pemilih mendukungnya.
Varian modus politik uang ini dalam temuan dilakukan oleh kandidat (peserta pemilu/calon), tim sukses/kampanye, aparatur sipil negara (ASN), penyelenggara pemilu adhoc, dan simpatisan/pendukung.
Demi mencegah praktik politik uang, Nasrun meminta kepada jajarannya dari provinsi hingga pengawas adhoc agar rutin melakukan sosialisasi, bekerjasama dengan pemerintah daerah, mengimbau kepada masyarakat, serta secara khusus kepada kandidat atau peserta pemilu.
politik uang rawan sedang tinggi pemetaan banggai banggai kepulauan morowali Sulteng pemilu pilkada 2019 2020 2024