Sulawesi Tengah masuk dalam 10 provinsi yang melaporkan kasus rabies pada hewan sepanjang 2023. Dalam laporan Kementerian Kesehatan, pada awal Juni 2023, Sulteng masuk dalam wilayah endemis rabies.
Hal tersebut dikonfirmasi pula oleh Dinas Perkebunan dan Peternakan Sulteng. “Sulteng masuk wilayah endemis rabies. Masih memungkinkan virus menyebar dengan cuaca ekstrem yang cenderung berubah-ubah,” kata Dandi Alfita, Kepala Bidang Kesehatan Hewan dan Kesmavet, Dinas Perkebunan dan Peternakan Sulteng.
Saat ditemui Tutura.Id di kantornya, Senin (23/6/23), Dandi menjelaskan bahwa pencegahan dan pengendalian rabies kini berfokus di Poso dan Parigi Moutong. Dua kabupaten itu disebut punya tingkat kasus Gigitan Hewan Penular Rabies (GHPR) nan tinggi.
Guna mencegah dan mengendalikan rabies perlu dilakukan vaksinasi bagi hewan peliharaan. Setidaknya sekali per tahun, terutama di wilayah yang beresiko tinggi.
Masalahnya, alokasi vaksin yang tersedia di Dinas Perkebunan dan Peternakan Sulteng belum mampu menjangkau seluruh populasi hewan peliharaan; apalagi hewan liar yang kerap jadi sumber penularan rabies.
“Alokasi vaksin kita terbatas saat ini, hanya 7000 dosis. Harapannya dinas di daerah juga mengalokasikan vaksin lewat anggaran daerahnya,” tutur Dandi.
Selain vaksinasi, Dinas Perkebunan dan Peternakan Sulteng juga berusaha untuk terus melakukan surveilans, alias pengamatan secara sistematis terhadap bahaya rabies. Demikian halnya sosialisasi yang berusaha untuk digiatkan.
“Kita juga menggencarkan komunikasi dan informasi serta edukasi lewat siaran radio, koran lokal, banner yang disebar di pusat kesehatan,” ujar Dandi.
Sekadar pengingat, kasus rabies menjadi buah bibir warganet Indonesia sejak pertengahan Juni 2023. Topik ini mengemuka lantaran kasus meninggalnya seorang anak di Kabupaten Buleleng, Bali. Bocah berusia lima tahun itu meninggal dunia usai terkena gigitan anjing yang tertular virus rabies.
Menyelisik data rabies di Sulteng
Per 30 Juni 2023, merujuk data realtime dari Sistem Informasi Kesehatan Hewan Indonesia, kasus positif rabies pada hewan mencapai 61 ekor. Hewan Penyebar Rabies (HPR) itu terdiri dari 55 ekor anjing, dan enam ekor kucing. Semuanya, tersentral di Kabupaten Poso.
Bila melihat data yang disajikan oleh Kementerian Kesehatan, telah terjadi 588 kasus Gigitan Hewan Pembawa Rabies (GHPR). Alhasil Sulteng masuk kategori “daerah tertular berat”, alias daerah dengan kasus rabies pada manusia lebih dari 51-150 kasus per satu juta penduduk.
Data-data ihwal rabies di Sulteng juga bisa dilihat dalam data milik Dinas Kesehatan Sulteng.
Secara umum, kasus rabies di Sulteng sebenarnya sudah menurun. Pada 2011, masih ada 21 kasus rabies. Namun setelahnya kasus rabies menukik drastis. Angka tertinggi setelahnya adalah delapan kasus yang terjadi pada 2013 dan 2019.
Adapun pada 2020 dan 2021, masing-masing hanya terjadi satu kasus rabies. Angka baru meningkat menjadi tiga kasus pada 2022.
Meski angka rabiesnya cenderung menurun, tetapi kasus gigitan hewan pembawa rabies di Sulteng masih fluktuatif.
Pada 2022, misalnya, jumlah kasus gigitan hewan pembawa rabies menyentuh angka 2.463. Jumlah itu naik drastis dari tahun 2021, yang jumlah kasus gigitan hewan penyebar rabiesnya hanya 1.880.
Hal inilah yang mengkhawatirkan. Bila jumlah gigitan masih tinggi, potensi penularannya pun bisa berbanding lurus.
Berbasis pada tren tersebut, rasa-rasanya masih dibutuhkan kerja keras untuk menuntaskan penyebaran rabies di Sulteng. Lebih-lebih, Indonesia punya target bebas rabies pada 2030.
kesehatan rabies sulawesi tengah dinas perkebunan dan peternakan dinas kesehatan kasus rabies