Kekerasan dalam pacaran; jebakan berkedok cinta
Penulis: Denthamira Rahmandha Kusuma | Publikasi: 12 April 2023 - 21:03
Bagikan ke:
TUTURA.ID - Kekerasan dalam pacaran; jebakan berkedok cinta
Kasus kekerasan dalam pacaran masih kerap terjadi. Banyak korban teperdaya oleh jebakan psikologis (Foto: Shutterstock)

Perjalanan sebuah hubungan, baik dalam lingkup keluarga, pertemanan, hingga asmara, lazim mengalami naik turun. Tak selalu berjalan mulus ibarat mobil yang melaju di jalan tol nan sepi.

Eskalasi dalam hubungan itu terkadang diwarnai percekcokan, konflik, dan pertengkaran. Sebagian menyebutnya sebagai “bumbu” kehidupan. Separuh lain beranggapan riak-riak dalam mengarungi bahtera hubungan merupakan cobaan yang bisa bikin hubungan makin dewasa.

Banyak ahli melempar nasihat bahwa terus menerus menghindari konflik juga bukan solusi terbaik untuk membangun hubungan yang langgeng.

Maklum, hubungan dilingkari oleh orang-orang yang punya isi kepala berbeda. Jadi wajar belaka jika kesepahaman yang semula jadi landasan bersama dalam menjalani perpautan menemui titik perbedaan. Bahkan tak jarang perbedaan yang memicu silang pendapat berasal dari persoalan sepele.

Ibarat menuang bumbu dalam masakan, jika takarannya pas membikin aroma dan rasa makanan jadi nikmat. Sebaliknya, jika berlebihan alamat masakan jadi tak keruan rasanya.

Begitu juga dengan perselisihan atau pertengkaran yang mewarnai sebuah hubungan. Pemakluman bisa diberikan jika hanya melibatkan adu argumen yang sehat untuk menemukan konklusi.

Namun, jika level pertengkaran sudah disampaikan dengan cara kekerasan, maka tak ada lagi yang namanya pemakluman atau kewajaran. Pasalnya kekerasan dalam level dan rupa apa pun tak seharusnya terjadi.

Ironisnya kenyataan tersebut masih sering kita temui, atau bahkan menimpa orang-orang terdekat. Terlebih kekerasan berbasis gender seperti yang dialami AS. Mahasiswi salah satu universitas swasta di Tangerang, Banten, itu berkali-kali menjadi korban kekerasan verbal dan fisik yang dilakukan oleh pacarnya.

Kasus ini menjadi viral di dunia maya Februari silam. Hal yang membuat tindakan kekerasan terjadi berulang karena AS teperdaya memberikan maaf. Pelaku berjanji tak akan mengulangi lagi perbuatannya.

Sukma Prawitasari, psikolog pendamping di rumah konseling Aku Temanmu di Yogyakarta, menyebut pemafaan yang diberikan AS merupakan bagian dari trauma bonding relationship.

Istilah tersebut merujuk pada kondisi individu yang terus menjalin hubungan dan keterikatan emosional kepada pasangan atau seseorang yang telah melakukan tindakan kekerasan maupun pelecehan kepada dirinya.

“Inilah jebakan psikologis. Korban memiliki simpati dan sayang ke pelaku,” kata Sukma dilansir dari DW Indonesia (14/2/2022).

Betul saja. Ternyata janji pelaku untuk tak mengulangi perbuatan kasarnya kepada AS menguap begitu saja. AS kembali mendapat perlakuan kasar, bahkan hingga dianiaya.

Meskipun pelaku kekerasan dalam pacaran didominasi oleh laki-laki, tak jarang juga berlaku sebaliknya (Foto: Shutterstock)

Bunga, bukan nama sebenarnya, juga pernah berada pada titik yang sama. Kepada Tutura.Id, perempuan berumur 21 tahun ini mengaku kerap menjadi korban kekerasan oleh pacarnya.

Padahal selama empat tahun menjalani hubunga pacaran ia mengaku sudah memberikan segalanya untuk sang kekasih, mulai dari perasaan, waktu, hingga materi.

“Kalau soal materi sudah saya tidak pikirkan. Tapi, rasa sayangku cuma dibalas dengan pukulan kalau misalnya saya tidak mengikuti kemauannya. Karena pacarku ini orangnya temperamental,” ujarnya.

Kejadian paling parah terjadi kala Bunga memergoki pacarnya selingkuh bersama perempuan lain. Sang cowok menggunakan jurus playing victim dan berbalik justru memarahi Bunga. Alasannya selingkuh karena merasa selama ini Bunga tidak becus sebagai pacar.

Dengan suara lirih Bunga menyebut alasannya tetap bertahan dalam hubungan yang tak sehat itu lantaran kadung sayang.

Saya tidak bisa saat itu (putus). Mungkin karena sayang dan hubunganku dengan dia sudah lama sekali. Apalagi sudah saling kenal orang tua,” ungkap Mawar.

Hubungan mereka akhirnya kandas setelah sang kekasih yang disebutnya “mokondo” alias modal kont*l doang itu duluan minta putus setelah mendapatkan perempuan lain.

Pengalaman traumatis diperlakukan demikian membuat Bunga hingga saat ini masih enggan membuka hati untuk orang lain.

Kisah pahit berikutnya datang dari seorang laki-laki. Sebut saja namanya Hendra (24). Elegi percintaannya terjadi dalam dua babak. Pertama dengan kekasihnya terdahulu yang bertahan setahun lamanya.

Pacarnya terdahulu amat boros menghabiskan uang tanpa peduli kondisi keuangan Hendra yang sehari-hari bekerja menjadi karyawan toko. Setelah merasa puas memoroti, Hendra ditinggalkan begitu saja tanpa kata putus dan memilih menikah dengan pria lain.

Selepas itu, Hendra kembali menjalin hubungan asmara dengan perempuan lain. Usia hubungan mereka kini telah memasuki tahun ketiga.

Namanya juga bucin, selama kurun waktu tersebut Hendra selalu berusaha menuruti setiap keinginan sang pujaan hati. Ketika coba memberikan nasihat, bukan sikap pengertian yang didapatkannya, melainkan luapan amarah dan ancaman kata putus.

Alasan yang bikin Hendra kukuh mempertahankan hubungan asmaranya yang sekarang karena terlanjur sayang. “Karena dia juga saya bisa move on dari mantanku yang kemarin.”

Berbagai tantangan dalam menyelesaikan kasus kekerasan dalam pacaran (Sumber: Komnas Perempuan)

Demikian segelintir pengalaman terkait Kekerasan Dalam Pacaran (KDP) alias dating violence.

Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak mendefinisikannya sebagai tindak kekerasan terhadap pasangan yang belum terikat pernikahan. Bentuk KDP meliputi kekerasan fisik, emosional, ekonomi, dan pembatasan aktivitas.

Sementara menurut Dr. Jill A. Murray dalam buku But I Love Him: Protecting Your Teen Daughter from Controlling, Abusive Dating Relationships (Harper Perennial, 2001), penggunaan kekerasan dalam berpacaran untuk mendapatkan serta mempertahankan kekuasaan atau kontrol terhadap pasangan.

Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan menggolongkan KDP termasuk kekerasan di ranah personal . Dari 2098 kasus kekerasan di ranah personal yang terjadi kurun 2022, Komnas Perempuan mencatat pengaduan terkait KDP mencapai 422 kasus.

Jika mengacu catatan dari lembaga layanan bagi perempuan korban kekerasan yang dikelola oleh negara maupun atas inisiatif masyarakat, termasuk lembaga penegak hukum, sepanjang tahun lalu pengaduan tindak kekerasan terhadap perempuan tercatat sebanyak 9806 kasus.

Paling dominan terjadi adalah kekerasan di ranah personal yang mencapai 8172 kasus. Sebanyak 3528 kasus pelakunya dilakukan oleh pacar.

Jumlah kasus di lapangan bisa jadi lebih banyak dari yang tercatat karena tak semua korban berani melapor. Bisa juga karena laporan tidak ditindaklanjuti karena dianggap hanya persoalan sepele.

Padahal korban mendapat jaminan perlindungan payung hukum. Pelaku kekerasan fisik bisa dilaporkan dengan dugaan penganiayaan. Jika kekerasan psikis bisa dilaporkan menggunakan pasal pemaksaan dengan kekerasan dan ancaman.

Secara perdata, korban KDP juga bisa mendaftarkan gugatan perbuatan melawan hukum sebagai penggugat di pengadilan negeri sesuai dengan domisili/tempat tinggal.

AS juga telah melaporkan tindakan kekerasan yang dilakukan mantan kekasihnya ke Polres Tangerang Selatan dengan menyertakan bukti hasil visum. “Tidak ada kata mediasi,” tegas AS.

Bagaimana perasaanmu setelah membaca artikel ini?
Suka
4
Jatuh cinta
0
Lucu
0
Sedih
1
Kaget
0
Marah
0
Mungkin tertarik
TUTURA.ID - Bentuk dan jenis kekerasan seksual dalam UU TPKS
Bentuk dan jenis kekerasan seksual dalam UU TPKS
UU TPKS telah disahkan sejak awal 2022. Sementara aturan-aturan turunan yang bikin penanganan kasus kekerasan…
TUTURA.ID - Garong penutup saluran air trotoar asyik beraksi
Garong penutup saluran air trotoar asyik beraksi
Penutup saluran air yang ada di sepanjang trotoar berulang kali jadi sasaran pencurian. Harus ada…
TUTURA.ID - Membentuk pemimpin masa depan dari kalangan mahasiswa
Membentuk pemimpin masa depan dari kalangan mahasiswa
Mahasiswa sebagai kelompok muda bukan hanya mesti jadi pemilih cerdas, tapi juga harus mempersiapkan diri…
TUTURA.ID - Perayaan Hari Kasih Sayang selain Valentine's Day
Perayaan Hari Kasih Sayang selain Valentine's Day
Bukan Valentine’s Day-nya yang esensial, tapi saling berbagi kasih sayang kepada sesama. Penting untuk mental…
TUTURA.ID - Darurat Kekerasan Seksual Di Sulteng