Proses Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 sudah memasuki tahapan pengajuan bakal calon anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota sebagaimana tertuang dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 10 Tahun 2023.
Bila merujuk Surat Pengumuman KPU Nomor 19/PL.01.4-PU/05/2023, pendaftaran para bakal calon legislatif (bacaleg) terhitung sejak 1-14 Mei 2023.
Selama proses itu, tentu akan terjadi dinamika antar pihak yang berkepentingan. Salah satunya, soal sengketa pemilu. Sengketa pemilu terjadi karena adanya gesekan antara peserta pemilu; atau peserta pemilu dan penyelenggara akibat pelanggaran hak-hak yang diatur dalam pemilu.
Untuk mengantisipasi situasi macam itu, Bawaslu Morowali menggelar agenda rapat kerja bertajuk “Teknis Penyelesaian Sengketa Pemilihan Umum Tahun 2024” yang berlangsung di Kantor Bawaslu Morowali, Kompleks Perkantoran Bumi Fonuasingko, Desa Bente, Bungku Tengah, Kamis (4/5/2023).
“Rapat kerja teknis (rakernis) ini pada dasarnya membahas tentang penyelesaian sengketa acara cepat dan dugaan pelanggaran pemilu yang harus diselesaikan oleh panitia pengawas pemilu kecamatan (Panwascam),” kata anggota Bawaslu Morowali, Elsevin Lansinara saat dihubungi Tutura.Id, Selasa (9/5/2023).
Elsevin menjelaskan, dalam proses Pemilu 2024, Panwascam diberi wewenang untuk menyelesaikan sejumlah dugaan pelanggaran pemilu yang terjadi untuk lansekap kecamatan. Itu merujuk tugas, wewenang, dan kewajiban Panwascam yang diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 pasal 105 hingga pasal 107.
“Kalau ditingkatan kecamatan itu, paling umum dugaan penempatan alat peraga kampanye (APK), dan/atau tahapan kampanye di luar aturan yang ditetapkan. Nah, penyelesaian sengketa acara cepat ini, sebisa mungkin diputuskan di tempat atau lokasi dimana sengketa berlangsung,” jelas Koordinator Divisi (Kordiv) Penanganan Pelanggaran dan Penyelesaian Sengketa, Bawaslu Morowali ini.
Pelanggaran administrasi pemilu tak sekadar soal penempatan APK parpol peserta pemilu, calon legislatif atau calon perseorangan (DPD dan capres/wapres).
Kadang kala juga soal kampanye yang belum saatnya dilakukan atau berada di lokasi yang sama sekali dilarang seperti rumah ibadah, atau soal netralitas aparat sipil negara (ASN).
Selain menangani dugaan pelanggaran, Panwascam juga punya ranah untuk menyelesaikan sengketa pemilu sebagaimana diatur dalam Peraturan Bawaslu (Perbawaslu) Nomor 9 Tahun 2022 pasal 6 hingga pasal 7.
Dalam agenda itu, Bawaslu Morowali juga sedang membahas mengenai sengketa pemilu yang berpotensi muncul ketika masa pendaftaran bakal calon yang akan berkontestasi pada Pemilu 2019.
“Sengketa pemilu juga muncul ketika tahapan pengajuan bacaleg. Objek sengketa itu karena kekeliruan penetapan atau keputusan yang diterbitkan KPU. Di satu sisi terkadang KPU sudah sesuai aturan, tetapi bisa jadi sengketa karena perbedaan tafsir dari peserta pemilu,” terang Elsevin.
Berdasarkan UU 7/2017 pasal 467 menyebutkan bahwa objek sengketa pemilu terdiri atas keputusan KPU, keputusan KPU provinsi, dan keputusan KPU kabupaten/kota. Salah satu objek sengketa pemilu berkaitan dengan ini biasanya berupa keputusan KPU tentang penetapan calon.
Selain sengketa pemilu, masalah hukum yang kerap timbul dalam proses pemilu, adalah perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU), dan tindak pidana pemilu. Karena keempatnya punya sebab berbeda, maka beda pula mekanisme penyelesaiannya.
Pada kasus pelanggaran administratif dan sengketa pemilu, umumnya diselesaikan oleh Bawaslu, karena keputusan Bawaslu bersifat final dan mengikat, sebagaimana tertuang dalam UU 7/2017 pasal 468 hingga pasal 469.
Namun, ada kalanya sengketa pemilu bisa berlanjut hingga ke tingkat Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) yang juga telah diatur pada UU 7/2017 pasal 469 hingga pasal 471. Perkara ini bisa terjadi setelah upaya penyelesaian secara administrasi di Bawaslu digugat oleh pemohon.
Dalam kasus PHPU yang acapkali terjadi ketika hasil pemilihan legislatif (pileg) dan/atau pemilihan presiden (pilpres) berbeda dengan hasil perhitungan parpol pengusung atau calon yang bersangkutan. Kasus ini biasanya berlanjut hingga ke ranah Mahkamah Konstitusi.
Selain Bawaslu, PTUN, dan MK, masih ada dua lembaga lainnya yang memiliki kewenangan dalam mengadili perkara hukum selama pemilu, yakni Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) dan Mahkamah Agung (MA).
DKPP berkewenangan melakukan penyelesaian terhadap pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh penyelenggara pemilu seperti KPU dan Bawaslu. Sementara MA, berwenang mengadili perselisihan pelanggaran administrasi pemilu.
Elsevin mengatakan pihak Bawaslu Morowali selama sepekan terakhir juga selalu bergantian untuk mengawasi jalannya pendaftaran bacaleg yang berlangsung di kantor KPU Morowali.
Acara yang dilakukan oleh Bawaslu Morowali ini juga mendapat respon positif dari anggota Bawaslu Sulawesi Tengah, Muh. Rasyidi Bakri yang juga berkesempatan hadir.
Koordinator divisi (Kordiv) Hukum dan Penyelesaian Sengketa, Bawaslu Sulteng ini, berharap agar pemangku kepentingan seperti pemerintah daerah, parpol, dan organisasi masyarakat sipil bekerjasama demi kesuksesan Pemilu 2024 nanti.
pemilihan umum pemilu pemilu 2024 KPU Bawaslu Morowali pelanggaran sengketa hukum