Rencana penyediaan layanan bus rapid transit atau bus raya terpadu (BRT) di Palu pada 2024 rupanya menimbulkan kekhawatiran sejumlah kalangan. Salah duanya datang dari pekerja di sektor transportasi seperti sopir angkutan kota (angkot) dan ojek online (ojol).
Emon (30), sopir angkot yang biasa mangkal di Kawasan Pasar Tradisional Manonda, menyebut kebijakan itu akan berimbas kepada dirinya dan para sopir pete-pete—sebutan lokal angkot—lainnya.
“Sudah pasti kita kena (kebijakan BRT, red). Kita saja sekarang setengah mati dapat penumpang, apalagi kalau ada transportasi massal,” kata Emon kepada Tutura.Id, Minggu (5/4/2024).
Selama berprofesi sebagai sopir angkot sejak 2012, Emon mengeklaim jika pendapatan hariannya terbilang cukup, tapi kian menurun kala layanan jasa antar jemput berbasis aplikasi mulai mendominasi di Palu dan sekitarnya.
Wacana penyediaan transportasi massal, sambungnya, tentu akan semakin berpengaruh terhadap pundi-pundi mata pencahariannya.
“Awal-awal jadi sopir masih bisa bawa pulang uang sampai Rp250ribu. Kalau sekarang ini, paling tinggi Rp100ribu. Misalnya diberlakukan itu transportasi massal, tidak tahu bagaimana lagi nasib kami,” urainya.
Meski kaget dengan dengan kabar tersebut, Emon mengaku pasrah andai kebijakan itu diterapkan. Ia meyakini masih bisa bertahan di tengah arus modernisasi di bidang angkutan penumpang.
Pun, jika nantinya ada peluang rekrutmen sopir untuk layanan BRT tersebut, Emon tetap tak akan beralih dari profesi yang ia tekuni selama 12 tahun terakhir.
“Saya lebih baik seperti ini (sopir angkot, red). Bisa lebih bebas. Bagi saya, rejeki itu sudah ada bagiannya masing-masing. Saya berpikir nantinya akan ambil trayek Palu-Bangga yang mungkin tidak bersinggungan dengan rute mereka (BRT) nantinya,” imbuhnya.
Ihwal penyediaan BRT, Pemerintah Kota (Pemkot) Palu akan menggandeng PT Bagong Transport, korporasi transportasi bus antarkota dan provinsi berbasis di Malang, Jawa Timur.
Skemanya menggunakan buy the service (BTS) alias Pemkot Palu menyiapkan fasilitas halte dan pemberhentian bus (bus stop), sementara PT Bagong Transport mengurusi penyediaan unit, perkara operasional, serta pemeliharaan.
Adapun wilayah Watusampu, Pantoloan, dan dari arah Bandara Mutiara SIS Aljufri akan jadi tiga koridor utama layanan BRT ini. Untuk melayani koridor ini direncanakan sebanyak 28 unit bus.
Andika (22), salah satu pengemudi ojek daring saat dihampiri Tutura.Id di Jalan Dewi Sartika (6/5), turut merasa khawatir. Andika bilang, kehadiran layanan transportasi massal mirip TransJakarta di Palu berpotensi merebut rute-rute utama yang selama ini jadi sumber pendapatan kalangan driver ojol.
“Saya merasa akan terdampak, apalagi saya driver yang spesialisasinya antar jemput penumpang karena di aplikasi lebih mudah dapat penumpang daripada ambil layanan lain seperti delivery atau belanja makanan/barang,” ucap Andika.
Soal rute, lanjut Andika, ia dan teman-teman kalangan pengemudi ojol kerap ambil opsi di sekitar perumahan, perkantoran, dan pusat perbelanjaan yang selama ini jadi rute utama beroleh penumpang. Jika layanan BRT diberlakukan, para penumpang pasti akan mencoba alternatif baru.
“Ini, kan, barang baru nantinya. Pasti akan banyak yang coba. Kalau orang Palu nyaman, pasti sedikit-sedikit mulai beralih. Kami yang kasihan. Apalagi saya dengar ada rute ke Watusampu dan Pantoloan. Bagi ojol di Palu, dua lokasi tujuan ini merupakan salah dua yang pendapatannya besar,” jelasnya.
Kata Andika, untuk tujuan dari tengah kota menuju Pantoloan atau Watusampu, aplikator biasa mematok tarif antara Rp30.000-50.000, tergantung dari mana titik awal. Sebagai pengemudi ojol, Andika saban hari bisa mengantar 6-9 penumpang.
“Sudah cukup pihak aplikator mematok potongan tinggi untuk tiap orderan kami. Jangan lagi sumber pemasukkan makin sedikit karena adanya transportasi massal, kecuali rutenya dibatasi,” terangya.
Respons berbeda dituturkan Intan (46). Warga asal Pantoloan ini justru menyambut baik program dari Pemkot Palu.
“Kami warga Palu di bagian pinggiran merasa senang karena akhirnya akan ada layanan bus seperti TransJakarta yang nantinya ada di sini. Kalau nyaman dan murah lebih bagus lagi,” tutur Intan.
Hanya saja, sambung Intan, pihak penyedia layanan BRT ini perlu memikirkan nasib para pengemudi ojol, ojek pangkalan, dan angkot yang jumlahnya masih cukup lumayan di wilayah utara Palu.
Ia berharap ada solusi yang adil untuk para pencari nafkah di jalanan itu.
“Kalau misalnya jadi (BRT, red), bagaimana kalau sopir-sopir rute Mamboro-Pantoloan yang diprioritaskan kalau ada rekrutmen sopir untuk BRT. Kalau tidak diberdayakan, mereka mau mencari di mana lagi,” harapnya.
View this post on Instagram
Kewajiban pemda menyediakan transportasi darat
Kepala Dinas Perhubungan (Dishub) Palu, Trisno Yunianto, menjelaskan jika rencana penyediaan layanan transportasi umum bukan sekadar demi mengurai kemacetan di ibu kota Sulteng, tapi juga sebagai kewajiban pemerintah daerah sesuai peraturan perundang-undangan.
“Pemerintah daerah berkewajiban menyediakan moda angkutan darat. Selain itu, program ini juga salah satu dari 53 program Wali Kota Hadianto Rasyid dan Wakil Wali Kota Reny Lamadjido yang akan direalisasikan,” ungkap Trisno saat dihubungi Tutura.Id, Rabu (8/5).
Pernyataan Trisno cukup beralasan. Sesuai Undang-Undang 23/2014, pemerintah pusat berwenang atas kebijakan, standar, maupun pengawasan atas transportasi darat lintas provinsi.
Sedangkan pemerintah daerah bertanggung jawab atas pengoperasian hingga pengawasan transportasi darat di wilayahnya.
Hal lain, penyediaan BRT ini juga upaya mereformasi dan merevitalisasi moda transportasi yang masuk dalam bidang ekonomi program Hadi-Reny selama menjabat.
“Soal angkot, kita bisa lihat, mati enggak, hidup juga enggak? Kita bilang angkot mati, tapi masih ada. Kita bilang hidup, tapi tidak pernah jalan. Trayeknya tidak pernah dipakai,” kata Trisno.
Trisno juga tak membantah jika hadirnya layanan BRT di Palu bakal berpengaruh terhadap angkutan berbasis aplikasi.
Namun, sesuai kajian Pemkot Palu pada 2023, layanan BRT juga akan berkolaborasi dengan angkot maupun ojol.
Menurut Trisno, dibanding naik angkot atau ojol yang menuju Pantoloan yang terbilang mahal, layanan BRT bisa jadi solusi karena bakal dipatok tarif murah.
“Misal, Jalan Gajah Mada itu disiapkan sebagai koridor utama layanan BRT karena sudah ada halte di sana. Nah, misalnya ada rute menuju Taman Gor dan di luar rute itu, bisa disambung feeder. Bisa pakai angkot atau ojol kalau ke tujuan akhir. Nantinya akan ada evaluasi terkait program ini. Jadi tidak perlu khawatir,” terangnya.
Feeder yang dimaksudkan Trisno adalah kendaraan pengumpul atau pengumpan yang dapat menjangkau kawasan permukiman warga, lalu mengantar penumpang ke halte-halte terdekat.
Di Jakarta, feeder telah terintegrasi dari kawasan perumahan warga menuju lokasi halte dan stasiun kereta. Seperti Bus Kota Terintegrasi Busway (BKTB) yang terhubung dengan halte yang jadi tempat persinggahan bus TransJakarta. Atau, Kereta Api (KA) yang terintegrasi dengan rute kereta cepat Jakarta-Bandung, Whoosh.
Khusus di Palu, lanjut Trisno, feeder baru bisa diupayakan mulai tahun depan. Adapun BRT yang berkapasitas 20-25 kursi per unit rencananya akan diresmikan bertepatan dengan Hari Ulang Tahun (HUT) Kota Palu, September mendatang.
transportasi umum angkutan umum bus brt pekerja sopir driver pengemudi ojek online ojol Pemerintah Kota Palu Dinas Perhubungan Kota Palu