Dudukan kursi pajang yang tanpa pemisah. Di dua kursi yang saling berhadapan itu, para penumpang akan duduk bersebelahan.
Bila tiba masa ramai, penumpang akan duduk berhimpitan. Berbagai aroma pun tak terelakan. Belum lagi suara berisik bila penumpang saling bercerita.
Alunan merdu lagu-lagu pop Bugis dan lagu populer dari artis era 80-an, seperti Dian Piesesha atau Pance Pondaag, biasanya kerap hadir menemani perjalanan. Lumayan bikin mood kembali enak dan nyaman saat mengemudi.
Ya, begitulah Tasman (65) mengenang suasana dalam mobil carry warna birunya sekitar 20 tahun silam. Saat di mana taksi masih merajai jalanan di Kota Palu.
Istilah taksi ini merujuk angkutan kota (angkot) yang melayani kebutuhan transportasi umum warga Kota Palu. Orang Palu menyebutnya taksi, sementara warga Kota Makassar mengakrabinya dengan sebutan pete-pete.
Saat itu taksi masih menjadi primadona transportasi di Kota Palu, selain ojek pangkalan dan taksi yang memiliki argometer (sebutannya argo). Saban orang ingin bepergian dengan transportasi umum, naik taksi jadi pilihan paling ekonomis.
Minusnya, ketiadaan trayek yang jelas sehingga masa waktu tempuh tidak bisa terukur. Bisa 15 menit hingga berjam-jam karena beberapa sopir mengambil penumpang dengan tujuan sangat acak.
Bisa saja penumpang naik dari Pasar Masomba namun dibawa menyebrang ke Palu Barat, baru diantar ke tempat tujuan. Tapi bisa saja penumpang diturunkan di tengah jalan karena tenyata ada lebih banyak penumpang lain yang tidak searah jalurnya.
Ketidaan trayek inilah menjadi salah satu kemunduran dari taksi. Warga Kota Palu pelan-pelan meninggalkan taksi dan beralih ke kendaraan pribadi. Saat kepemilikan sepeda motor dan mobil pribadi lebih mudah. Opsinya bisa bayar tunai atau mencicil.
Keberadaan taksi semakin terpuruk ketika terjadi perkembangan alat komunikasi dan kemajuan internet.
Aplikasi pemesanan daring tersedia dengan mudah. Angkutan umum akhirnya kalah bersaing dengan taksi online ataupun ojek online.
Semakin memprihatinkan
Tasman rupanya tak menampik kenyataan tersebut. Saat ditemui pada Sabtu (25/11/2023), pria yang tetap bersetia di belakang kemudi angkot ini mengaku bila tempat mencari nafkahnya kini sudah kalah pamor dengan kendaraan sewa online.
Walaupun demikian, Tasman mengaku masih memiliki harapan besar bila angkot tetap bisa bertahan di Kota Palu. Tidak lenyap sepenuhnya dari jalanan Kota Palu, seperti halnya bemo (becak motor) beroda tiga yang biasa beroperasi di sekitar Pasar Manonda, Palu Barat.
Tasman mengungkapkan saat ini sangat jarang bisa mendapatkan penumpang penuh. Biasanya dia mangkal di simpang empat Pasar Manonda. Saat bertemu dengan Tutura.Id, dia mengaku telah menunggu penumpang selama tiga jam.
“Dulu saya masih jadi sopir masih dapat tarif angkot yang Rp1500-an, memang kecil tapi penumpang banyak. Penghasilannya cukup menghidupi dibanding sekarang,” kenang Tasman.
Kini untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, Tasman mengaku ikut kerja serabutan. Terkadang menjadi peternak hingga mengangkut barang untuk menutupi kekosongan penumpang.
Tasman kemudian menawari untuk melongok tempat taksi angkot suka ngetem di Terminal Tipe C Manonda, Jalan Labu, tak jauh dari Pasar Manonda. Tampak beberapa mobil taksi angkot sedang parkir menunggu penumpang.
Di terminal ini, Ridwan (54) terlihat tengah bersantai di dalam angkotnya sembari mengisap rokok. Kondisinya tak jauh berbeda dengan sopir angkot lain yang tengah menunggu penumpang. Beberapa dari mereka rebahan di atas kursi halte terminal.
Suasana di terminal juga tampak sepi. Terminal ini sejatinya memiliki beberapa jalur trayek dari Donggala, Wani, Sigi hingga beberapa tempat lainnya di wilayah Palu Timur.
Ada pun papan penunjuk rute dalam terminal menuju Watusampu dan Mantikole hanya sekadar tulisan. Sebab trayek ini tidak berlaku di kehidupan nyata.
Terminal ini dulunya lebih akrab dengan sebutan Terminal Donggala. Pasalnya kebanyakan angkot yang mangkal di terminal ini menuju ke Donggala. "Sekarang di sini rute tinggal satu. Hanya ke Palu-Bangga saja pake tarif Rp25.000-Rp30.000,” ungkap Ridwan.
Mengomentari situasi saat ini, Ridwan mengaku tak bisa lagi mencegah situasi zaman yang telah berubah. Sama seperti Tasman, dia tetap optimistis dengan rezeki yang tak terduga datang dari Sang Pencipta.
Berdasarkan data yang dimiliki oleh Dinas Perhubungan Kota Palu, jumlah taksi angkot mengalami penurunan dari tahun ke tahun. Pada Tahun 2021 tersisa 46 unit angkot, sementara tahun lalu berkurang lagi menjadi 40 unit saja.
Nostalgia masa keemasan
Ridwan pun berbagi kenangan saat masa emas kejayaan taksi angkot. Dia ingat betul era 90-an yang jadi zaman keemasan angkot merajai moda transportasi di Kota Palu.
Saat itu jumlah kendaraaan roda empat masih kurang. Toyota Kijang dan Mitsubishi termasuk dua merek mobil yang sangat populer di Palu.
Dalam satu waktu Ridwan bisa memboyong penumpang hingga 15 orang saat pagi hari. Biasanya siswa-siswi sekolah. Setelah itu, tanpa perlu lama menunggu, hanya perlu menyambangi halte-halte, angkot bisa kembali penuh terisi.
“Masa itu orang-orang sampe lari-lari ba kejar kitorang. Sekarang ini, barang berapa meter kita yang mesti jemput. Dapat lima orang penumpang saja so syukur,” imbuh Ridwan.
Sementara itu, Agusmiati seorang guru ASN, mengaku hingga kini masih setia menggunakan taksi angkot. Dia masih mengandalkan angkutan itu untuk pulang-pergi ke sekolah.
Agusmiati ikut nimbrung mengenang tentang masa-masa kejayaan angkot. Dia mengenangkan halte bus di Jalan Sis Aljufri yang kerap digunakan siswa untuk menunggu angkot lewat.
Para siswa punya kebiasaan mengumpulkan uang sekaligus. Uang ini akan diberikan kepada siswa yang rumahnya paling jauh dari sekolah. Sebab siswa inilah yang paling terakhir diantar sopir. Setiap siswa yang turun akan selalu mengatakan kalimat yang sama.
“Kiri Om, belakang yang bayar,” kenang Agusmiati menirukan gaya siswa kala itu.
Agusmiati berharap meskipun jumlah taksi angkot semakin berkurang, moda transportasi umum ini bisa kembali berjaya. Hanya saja harus dibarengi sejumlah pembaharuan. Seperti perbaikan fasilitas dan rute trayek yang jelas.
“Saya berharap angkot yang seperti dulu bisa kembali,” tutupnya.