Perempuan kian sering jadi pelaku tindak kriminal narkotika dan obat-obatan terlarang.
Catatan Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) Sulawesi Tengah menyebut ada 9 perempuan yang jadi tersangka kasus narkoba sepanjang 2022. Angka itu setara dengan 12,8% dari total 70 tersangka kasus narkoba yang ditangani BNNP Sulteng--61 orang sisanya ialah lelaki. Secara keseluruhan BNNP Sulteng menangani 48 kasus narkotika
Teseretnya perempuan dalam kasus narkoba bisa pula ditengok dalam data Kepolisian Daerah Sulteng. Pada Januari-Oktober 2022, Polda Sulteng meringkus 590 tersangka kasus narkoba; dan 54 orang di antaranya perempuan. Setara dengan 9% dari total tersangka.
Kabar soal keterlibatan perempuan dalam jejaring narkoba di Sulteng memang sering terdengar sepanjang 2022.
Pada pekan terakhir Desember 2022, misalnya, BNNP Sulteng meringkus dua perempuan dalam kasus peredaran sabu-sabu; salah satunya bahkan berstatus staf di Kejaksaan Negeri (Kejari) Palu.
Perempuan berinisial I itu disebut mengedarkan sabu-sabu yang merupakan hasil sitaan. Ia diduga menggelapkan 117 gram sabu-sabu yang sedianya akan dimusnahkan oleh Kejari Palu.
Sebelumnya, pada awal November 2022, polisi juga meringkus seorang ibu rumah tangga di Bangai Kepulauan. Perempuan berusia 39 tahun itu ditangkap bersama alat bukti berupa 1,43 gram sabu-sabu.
Dua pekan berselang, tiga orang warga Tojo Una-Una diringkus lewat razia. Dua di antaranya merupakan perempuan dan berstatus ibu rumah tangga.
Sebagai catatan, pada 2022, Polda Sulteng menangani 684 kasus narkoba. Angka itu sekaligus mengonfirmasi kenaikan kasus narkoba setiap tahun. Sebelumnya, kasus narkoba yang ditangani Polda Sulteng mencapai 319 (2019), 340 (220), dan 422 (2021).
Perempuan; pelaku sekaligus korban
Kecenderungan keterlibatan perempuan dalam kasus narkoba terjadi pula di level nasional, dan global. Perkataan Kepala BNN, Petrus Reinhard Golose, turut mengonfirmasi hal tersebut.
"Waktu kunjungan saya ke NTB, saya melihat 80 persen pengguna di LP itu yang menghuni adalah dari kasus narkotika,” kata Petrus, seperti dikutip TVOne, Kamis (29/12/22). "Yang lebih menarik lagi dari keseluruhan penghuni itu yang menjadi kurir itu adalah perempuan.”
Pernyataan Petrus itu selaras pula dengan prevalensi pengguna narkoba di kalangan perempuan yang mengalami kenaikan dari 0,20% (2019) menjadi 1,21 % (2021).
Adapun Kantor PBB Urusan Obat-obatan dan Kejahatan (UNODC) membagi tiga kelas tingkatan dalam perdagangan narkoba, yakni: tingkat tertinggi (lead role), tingkat menengah (intermediate), dan tingkat bawah (drug mules).
Pada level global, UNODC mengonfrimasi bahwa perempuan lebih banyak terlibat pada level terbawah. Mereka menjadi pengedar narkoba skala kecil, dan kurir. Di sisi lain, meski lelaki lebih mendominasi, UNODC menulis bahwa perempuan juga bisa berada di kasta teratas alias mengendalikan jejaring peredaran narkoba.
Laporan LBH Masyarakat, yang ditulis oleh Novia Puspitasari dan terbit pada 2020, secara khusus membahas keberadaan kurir perempuan dalam jejaring narkoba di Indonesia.
Laporan itu mendokumentasikan 55 kasus yang melibatkan perempuan sebagai kurir narkoba. Kebanyakan dari mereka (25 kasus) terjun ke perdagangan narkoba dengan alasan untuk "memenuhi kebutuhan hidup". Tak heran bila kemiskinan atau perkara ekonomi sering disebut sebagai pemicu keterlibatan perempuan sebagai kurir narkoba.
Alasan lain yang terungkap ialah "diminta pasangan" (13), dan "diperintah tahanan" (11). Enam kasus lainnya punya beberapa dalih, misal "diperintah buron" (3), "diperintah orang tua" (1), "pulang ke Indonesia" (1), dan "demi sebungkus rokok" (1).
Dari rentetan alasan di atas, terlihat jelas banyak dari kaum hawa masuk dalam jejaring perdagangan narkoba lantaran permintaan atau paksaan dari luar.
Permintaan dari pasangan paling sering terjadi. Pasalnya perempuan cenderung menjaga nilai-nilai normatif terhadap pasangan—seperti cinta dan kesetiaan. Dalam hegemoni budaya patriarki, lelaki juga kerap menanamkan pengaruh lewat kekerasan fisik, mental, dan ekonomi.
Komnas Perempuan pun pernah mengomentari perkara ini. Mereka bilang perempuan acap kali berada dalam posisi lemah. “Seringkali dipaksa atau dimanipulasi melakukan tindakan-tindakan kejahatan yang berisiko langsung untuk tertangkap dan berhadapan dengan hukuman mati," tulis Komnas Perempuan.
Contoh permintaan atau paksaan dari pihak luar juga bisa terlihat dalam sejumlah kasus. Di Lampung, seorang ibu berinisial NR terpaksa jadi kurir lantaran diminta anaknya yang sedang di penjara. Ada pula seorang pelajar di Mojokerto yang sedang hamil 7 bulan dan tergiur jadi kurir lantaran janji sebungkus rokok.
Masalahnya, seperti tertulis dalam laporan LBH Masyarakat, “Sistem hukum Indonesia lalai untuk mengakomodir realita yang terjadi pada perempuan kurir narkotika tersebut.”
Pada pengujung laporan, LBH Masyarakat merekomendasikan agar ada jaminan bantuan hukum yang berkualitas bagi perempuan yang terjerat kasus perdagangan narkoba. Pun ada kebutuhan untuk melakukan pelatihan sensitif gender dan hak asasi manusia bagi aparat penegak hukum yang menangani kasus perempuan kurir narkoba.
Perempuan kasus narkoba narkoba kejahatan komnas perempuan Polda Sulteng BNNP Sulteng BNN kriminal