Menjalin hubungan berlandaskan cinta, kepercayaan, dan komitmen yang ditujukan kepada satu orang yang dicintai merupakan relationship goals bagi kebanyakan orang. Namun tidak demikian bagi penganut Friends With Benefits (FWB).
Agak sulit melacak kapan istilah FWB muncul. Dictionary.com sekadar mencatat muasal kata ini di kebudayaan populer yang muncul dalam lirik lagu Head over Feet (1995) milik Alanis Morisette. Penggalan liriknya, "You're my best friend, best friend with benefits.”
Bahasa Indonesia sebenarnya punya istilah yang sepadan: Teman Tapi Mesra (TTM). Istilah itu juga pernah diangkat jadi judul dan tema lagu oleh Ratu pada medio 2005.
Istilah FWB jadi lebih populer pada 2011, beriring sebuah film berjudul sama yang diperankan oleh Mila Kunis dan Justin Timberlake. Film itu mengisahkan dua kawan yang terlibat hubungan seksual intens, tetapi tanpa rasa cinta, jalinan emosional, dan komitmen sebagai kekasih. Layaknya berteman, tapi dengan keuntungan lain. Seks jadi salah satu keuntungan dan mungkin yang terutama.
Tutura.Id coba melacak keberadaan relasi seperti ini di Palu. Kami berjumpa dengan Dyah (28), bukan nama sebenarnya, yang mau berbagi kisah tentang pengalamannya menjalani FWB. Dia mau bercerita, sepanjang identitasnya berikut nama para lelaki yang disebutkannya dalam wawancara boleh disamarkan.
Perempuan yang lahir dan besar di Palu ini sudah lima tahun menjalani relasi FWB. Pun tak hanya dengan satu lelaki. Secara gamblang dia mengaku tidak ada ikatan emosional atau hal romantis bagi dirinya, selama menjalin hubungan dengan laki-laki. Meskipun hubungan itu melibatkan aktivitas seksual.
Ditemui di kediamannya usai shift kerja, Dyah membuka cerita dengan kisah masa lalunya; saat semua ini berawal.
Seingat Dyah, medio 2017, dirinya sempat jalin hubungan romantis dengan satu pria bernama Bimo (nama samaran). Waktu itu Dyah baru saja lulus kuliah. Namun hubungan ini tidak bertahan lama. Dyah dan Bimo pun putus.
Tak lama sendiri, Dyah lantas dekat dengan laki-laki lain bernama Alvin (nama samaran). Bimo pun panas dan meminta Dyah kembali bersama. Permintaan itu ditolak Dyah mentah-mentah. Namun Bimo bersikeras untuk tetap bersama meskipun tahu Dyah masih bersama Alvin.
“Bimo ini tetap mau baku bawa sama saya. Jadi saya iyokan Alvin; Bimo saya iyokan juga,” ujar Dyah mengenang masa lalunya.
Saat itulah Dyah menyadari bahwa menjalin hubungan dengan dua laki-laki dalam waktu bersamaan, bukanlah hal yang sulit dan mustahil baginya. Perlahan-lahan dia menemukan rasa percaya diri dan kesenangan dalam hubungan itu.
Lambat laun, jumlah orang dalam hubungan tersebut bertambah. Bukan hanya Dyah, Alvin, dan Bimo yang terlibat. Melainkan melibatkan tiga hingga empat laki-laki lain pada satu kesempatan.
Semuanya dijalani dengan kasual tanpa kerumitan janji setia. Sebatas mesra saat bersama atau ketika butuh, tiada perasaaan dan komitmen apa pun.
“Saya itu sampai pernah satu hari jalan sama empat orang cowok, dan nanti besok malamnya baru sampai di rumah, gara-gara habis dari hotel. Untung saya bawa mobil pulang sendiri,” kenangnya.
Hubungan ala kadarnya
Ditemui di ruang tengah kediamannya, Dyah sesekali memerhatikan siaran televisi dan mengganti saluran dengan remote di tangannya. Jelas dia tak begitu fokus dengan siaran di hadapannya. Dyah punya banyak semangat untuk berbagi cerita pada malam itu.
“Untuk have fun saja sih, tidak mau juga saya kalau dorang so mau baikat (berkomitmen),” katanya menjawab motif di balik praktik FWB yang dilakukannya.
Dyah mengaku selama melakoni FWB, dirinya tak melakukan hubungan seksual di kos atau tempat si lelaki. Dirinya lebih nyaman di rumah atau check-in di hotel. Di rumah saat orang tuanya lagi dinas luar kota dan saudaranya sedang pergi. Tidak ada yang mengetahui aktivitas seksnya, kecuali dirinya dan sang partner.
Perempuan yang saat ini mengaku single itu mengaku tidak memiliki trauma atau trust issue terhadap sebuah hubungan. Meskipun hubungan ayah dan ibunya tidak seharmonis keluarga lainnya. Keduanya memang sudah bercerai dan ayahnya kini memiliki istri lain.
“Malah kayaknya dorang itu (teman laki-lakinya) yang trauma dengan saya barangkali,” ujar Dyah sambil terkekeh.
Hubungan ala kadarnya bagi Dyah adalah relasi ideal, tanpa beban dan minim risiko. Selaras dengan karakternya yang tidak suka ambil pusing dan cuek soal perasaan.
Ia merasa dirinya berbeda dengan perempuan lain yang tergantung dengan emosional dan memimpikan hubungan romantis. Dyah adalah tipe realistis dalam memandang cinta dan sebuah hubungan.
Di matanya, tidak ada pria yang tahan dengan satu perempuan atau hubungan tunggal. Dia yakin sifat dasar lelaki tidaklah setia pada satu pasangan. Secara naluriah, kata Dyah, lelaki mendambakan perempuan lain meskipun telah memiliki pasangan.
“Laki-laki itu sudah habit-nya begitu, mau kau bilang harus setia, dorang itu tidak mungkin pure setia. Pasti ada juga dorang suka liat atau chat perempuan lain. Cuma kamorang tidak tahu saja. Jadi saya pilih tidak baper berlebihan. Biarkan mereka dengan habit begitu,” katanya.
Kini Dyah sedang “lari” dari seorang pengusaha yang berstatus suami orang. Awalnya, Dyah hanya berhubungan secara kasual tanpa melibatkan perasaan dengan lelaki ini.
Namun si pengusaha agaknya jatuh cinta dan mengejar-ngejarnya. Dyah ketakutan dan menghindar, serta menonaktifkan aplikasi WhatsApp miliknya.
Risiko yang mengintai
Catatan Tahunan (Catahu) 2021 yang dirilis Komnas Perempuan memberi sorotan khusus pada Kekerasan Gender Berbasis Siber (KGBS) atau kadang juga disebut Kekerasan Gender Berbasis Online (KGBO).
Ada 510 kasus KGBS sepanjang 2020. Dari total jumlah tersebut, 71 kasus di antaranya berupa revenge porn atau non-consensual phornography. Bentuknya bisa berupa menyebar foto atau video intim tanpa persetujuan dengan niat balas dendam atau mempermalukan korban.
Kutipan dari Catahu 2021 Komnas Perempuan berikut menarik diperhatikan, “Revenge porn hanya ditemui di ranah personal karena memang ada relasi personal antara pelaku dan korban.”
Relasi FWB rentan dengan pertikaian yang bisa berujung dendam. Terutama saat salah seorang merasa tersakiti; atau meminta komitmen lebih yang tak bisa dipenuhi oleh partnernya. Potensi balas dendam seperti revenge porn rentan terjadi.
Risiko lain yang perlu diwaspadai ialah pola FWB yang bebas dalam berganti-ganti pasangan. Aktivitas macam ini rentan dengan penyakit menular seksual (PMS).
Sekadar informasi, Dinas Kesehatan Sulawesi Tengah menyebut sepanjang 2002-2021, ada 1.117 kasus HIV di Palu. Itu sekitar 47,4 persen dari total kasus HIV di Sulteng yang mencapai 2.519 kasus. Adapun jumlah kasus AIDS di Palu mencapai 1.016.
Aktivitas seksual tanpa pengetahuan cukup--yang berbuntut pada seks tak aman--jadi pemicunya. Perihal perkara tersebut, Tutura.Id juga bertanya pada Dyah soal keamanan aktivitas seksualnya.
“Iyalah harus aman, pakai pengaman selalu,” ujarnya bersusul tawa.
Catatan redaksi: Artikel ini telah diperbarui dengan penambahan informasi seputar kasus HIV dan AIDS di Palu.
Friends With Benefits FWB komitmen pacaran cinta Komnas Perempuan revenge porn kekerasan gender teman tapi mesra