Puan pengemudi ojek daring rentan jadi korban diskriminasi dan pelecehan
Penulis: Mughni Mayah | Publikasi: 5 Maret 2023 - 12:36
Bagikan ke:
TUTURA.ID - Puan pengemudi ojek daring rentan jadi korban diskriminasi dan pelecehan
Bagi perempuan, menjadi seorang pengemudi ojek daring rentan mendapatkan dikriminasi dan pelecehan (Ilustrasi: Shutterstock)

“Salam satu aspal”. Demikian slogan andalan yang kerap kita dengar saban kali para pengemudi ojek daring saling berkomunikasi. Ungkapan tadi bukan hanya slogan penyemangat, tapi juga bukti ikatan persaudaraan yang kuat antarsesama pengemudi.

Mendapatkan dukungan dan saling menularkan semangat jadi sangat berarti sebelum menyusuri aspal jalan untuk mencari rezeki. Tak peduli panas menyengat atau air hujan mengguyur sekujur badan.

Jika belum mendapatkan orderan, para pengemudi ini biasa memarkir kendaraannya di satu lokasi. Biasanya di bawah rindang pepohonan dekat trotoar jalan. Terkadang juga mereka menunggu di pangkalan yang terbuat dari papan atau tripleks.

Kondisi seperti itu terlihat ketika saya menyusuri Jalan Basuki Rahmat, Birobuli Utara, pada sebuah siang yang terik (2/3/2023). Beberapa pria mengenakan jaket hijau milik salah satu aplikasi ojek daring tampak bergerombol dekat trotoar. Mereka berteduh di bawah pohon sembari menanti datangnya pesanan.

Beberapa ratus meter dari lokasi tersebut, di sebuah pojokan tempat orang berjualan minuman pop ice, tampak tiga orang puan sedang bercakap-cakap. Warna jaket yang mereka kenakan berbeda, tapi masih satu jenis pekerjaan dengan rombongan lelaki yang barusan saya lewati.

Tak berselang lama, satu orang pengemudi buru-buru melaju. Saya menghampiri dua yang tersisa sambil memesan satu minuman dingin sebagai penuntas dahaga dan pengusir gerah.

Lemparan senyum tulus yang mereka berikan bikin saya tak ragu untuk membalasnya sembari memperkenalkan diri.

“Mami,” ujar salah satu di antara mereka yang mengenakan jaket hijau dan topi hitam. “Mami ini orangtuanya ojek online di sini,” timpal Susanti (35) rekan sesama driver yang berjaket kuning berusaha menjelaskan.

Setelah berbasa-basi tak berapa lama, kedua puan itu akhirnya mulai membuka asal-usul tentang diri mereka kepada saya.

Susanti aslinya berasal dari Flores, Nusa Tenggara Timur. Sementara Mami yang punya nama asli Echy Abigail mewarisi jejak dialek Flores dari mendiang suaminya.

Mami yang kini berusia 49 mengaku sudah sejak lima tahun silam memutuskan jadi pengemudi ojek daring setelah suaminya berpulang karena sakit.

Alhasil Mami menjalani peran ganda sebagai ibu sekaligus pencari nafkah utama. Demi menjaga dapur tetap ngebul karena ada tiga orang anak menanti di rumah. Belum lagi membayar berbagai cicilan.

Menjadi pengemudi ojek daring kemudian jadi pilihan. Selain untuk membiayai kebutuhan hidup sehari-hari, penghasilan dari aktivitas mengantar pesanan dan penumpang juga untuk membiayai sekolah anak-anaknya.

“Pasti saya bisa tanggung anak-anakku,” sambung Mami seraya mengepalkan tangan di dadanya penuh semangat.

Serupa nasib buruk tak dapat ditebak, kehidupan tak selalu memberi jalan mulus bagi pekerja perempuan sepertinya.

“Saya pernah diganggu,” ujar Mami lirih. Bahu yang tadi terangkat saat mengepalkan tangan, seketika melandai.

Dikisahkannya, siang itu seperti biasa Mami menerima orderan penumpang dari aplikasi ponselnya. Sesuai titik jemputan, penumpang meminta diantarkan menuju sebuah rumah sakit besar di Kota Palu.

Mami yang supel dan ramah mengobrol dengan siapa saja coba berinteraksi dengan sang penumpang.

Saat asyik mengobrol, Mami tersentak kaget lantaran kedua tangan sang penumpang tiba-tiba nangkring di pundaknya.

Karena merasa risih, Mami coba menegur. “Maaf, pak. Jangankan orang lain, dengan keluarga sendiri saja saya risih.”

Penumpang beralasan karena ia takut. Mami beri saran lebih baik menggenggam pegangan jok belakang motor. Ternyata tangan sang penumpang bergeming.

Bahkan kini genggamannya makin keras meremas. Spontan Mami menghentikan laju motor dan menyuruh sang penumpang turun.

Mami tegas menegur dan mengancam akan lapor ke pihak kepolisian jika sang penumpang tetap mengulangi perbuatannya.

Ultimatum tadi bikin sang penumpang jeri dan meminta maaf. Berjanji tidak mengulangi lagi. Perjalanan pun dilanjutkan hingga ke titik tujuan.

Keesokan malamnya, penumpang yang sama tiba-tiba menghubungi Mami. Alasannya menghubungi langsung karena tidak tahu cara memesan ojek lewat aplikasi. Pemesanan sebelumnya dibantu oleh keponakannya.

Sang penumpang kali ini minta diantarkan ke daerah lokalisasi. Bukan hanya tegas menolak pesanan tersebut, Mami bahkan mengganti nomor ponselnya.

Susanti (kiri) dan Echy Abigail alias Mami berusaha tegar menjalani profesinya sebagai pengemudi ojek daring meski kerap jadi korban diskriminasi (Foto: Mughny Mayah/Tutura.Id)

Pengalaman berbeda diceritakan Susanti. Ia kerap mendapatkan penumpang yang membatalkan pesanan sepihak saat tahu dirinya perempuan.

Lebih parah lagi, pembatalan dilakukan ketika Susanti sudah tiba di titik penjemputan.

“Saya sudah sampe. Tinggal ba antar. Langsung dia cancel lantaran dia tahu saya perempuan. Habis itu dia langsung pigi tanpa bilang apa-apa lagi,” kenangnya.

Melansir detik.com (15/10/2019), Komisi Nasional Perempuan mencatat dari 406.178  kasus kekerasan terhadap perempuan yang diadukan pada tahun 2019, dua di antaranya terjadi di transportasi daring.

Bentuk pelecehan seksual itu mulai yang sekadar verbal ataupun lewat chat. “Kemudian pernah ada masanya nomor telepon masih sering dihubungi setelah itu. Jadi pelecehan seksual itu paling dominan walaupun ada beberapa kasus yang muncul percobaan perkosaan,” tutur Ketua Komnas Perempuan Azriana Manalu.

Kekerasan seksual terhadap pengemudi transportasi daring yang beroperasi di jalanan senada dengan hasil survei Koalisi Ruang Publik Aman (KRPA).

Termaktub dalam Catatan Tahunan Komnas Perempuan 2021, pelecahan seksual paling sering terjadi di jalanan umum, kawasan permukiman, transportasi umum, pusat perbelanjaan, dan tempat kerja.

Padahal bagi para pekerja ojek daring, jalanan umum adalah rute utama untuk mengais rezeki demi menutupi biaya hidup yang terus meningkat. Tak banyak kesempatan yang bisa dipilih untuk beralih mencari pekerjaan lain.

Efek dari peristiwa tersebut menyebabkan Mami dan Susanti memutuskan hanya menerima orderan pada siang hari. Pun kini harus memberitahu identitas gendernya pada penumpang. Agar pembatalan sepihak yang dilakukan oleh konsumen tak memengaruhi jumlah pendapatan mereka.

“Kalau dibatalkan terus menerus jadi sunyi orderan. Biasa dapat peringatan juga dari sistem,” keluh Susanti.

Rocky Gerung, pengajar Filsafat Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia, pernah menulis bahwa pada tubuh perempuan, melekat seluruh jenis ketidakadilan. Ia penerima terendah produksi ekonomi, nonsubyek dalam sistem hukum, sasaran penghukuman moral dalam politik agama, juga umpan dalam politik media.

Ketidakdilan itu pula yang dirasakan Mami dan Susanti dalam menjalani profesinya. Alhasil pengemudi perempuan dituntut punya mental dan fisik kuat untuk menghadapi semua kasus ketimpangan gender dan bayang-bayang pelecehan yang dialaminya. Seorang diri.

Bagaimana perasaanmu setelah membaca artikel ini?
Suka
4
Jatuh cinta
0
Lucu
0
Sedih
2
Kaget
0
Marah
0
Mungkin tertarik
TUTURA.ID - Kasus ''gang rape'' di Touna: Ganti rugi korban, dan pemberatan hukuman pelaku
Kasus ''gang rape'' di Touna: Ganti rugi korban, dan pemberatan hukuman pelaku
Seorang anak berusia 13 tahun diperkosa oleh 13 lelaki. Polisi cuma mengacu pada UU Perlindungan…
TUTURA.ID - Satgas PPKS Untad: Kami tak pandang bulu dalam kasus kekerasan seksual
Satgas PPKS Untad: Kami tak pandang bulu dalam kasus kekerasan seksual
Satgas PPKS Untad resmi terbentuk. Mereka berjanji akan bertindak profesional dalam penanganan kasus--termasuk menyapu relasi…
TUTURA.ID - Kisah cinta biseksual: Ditinggal nikah pacar, susun skenario menikahi gay
Kisah cinta biseksual: Ditinggal nikah pacar, susun skenario menikahi gay
Pernah dilecehkan secara seksual oleh anggota keluarga dekat bikin Farah trauma terhadap laki-laki. Menjalin hubungan…
TUTURA.ID - Ramai dukungan untuk anak korban pemerkosaan di Parigi Moutong
Ramai dukungan untuk anak korban pemerkosaan di Parigi Moutong
Dukungan pada anak korban pemerkosaan 11 orang di Parimo terus mengalir. Menteri PPPA khusus terbang…
TUTURA.ID - Darurat Kekerasan Seksual Di Sulteng