Kesederhanaan Sri Asih jadi kelebihan sekaligus kelemahan
Penulis: Andi Baso Djaya | Publikasi: 26 November 2022 - 17:43
Bagikan ke:
TUTURA.ID - Kesederhanaan Sri Asih jadi kelebihan sekaligus kelemahan
Pevita Pearce dalam balutan kostum paling gres tokoh Sri Asih (Sumber: Screenplay Bumilangit)

Butuh waktu tiga tahun berpenuh peluh untuk menghidupkan lagi tokoh pahlawan super Sri Asih dari panel komik menuju layar lebar.

Adaptasi komik karya Bapak Komik Indonesia R.A. Kosasih ini perdana hadir pada 1956. Versi komik beredar dua tahun sebelumnya.

Sungguh disayangkan film karya Turino Djunaidy dan Tan Sing Hwat itu tak menyisakan satu pun salinan, seperti juga kebanyakan film-film Indonesia tempo dulu.

Tersisa hanya secuil publikasi foto dan iklan teks pemutaran film yang ada di beberapa surat kabar. Sekali lagi kita semua diingatkan betapa pentingnya pengarsipan dan preservasi.

Padahal Sri Asih punya tempat teramat penting dalam khazanah perfilman nasional, bahkan dunia, sebab kemunculannya jauh sebelum tren film superhero ala Marvel dan DC yang beberapa tahun belakangan menyihir publik global.

Ketika proyek Sri Asih terbaru bisa tayang luas di berbagai bioskop setelah melewati banyak aral, Sartri Dania Sulfiati alias Upi yang dipercaya menduduki kursi sutradara akhirnya bisa menarik napas lega. Maklum efek pagebluk Covid-19 sempat membuat jalannya roda produksi oleng.

Film yang menghadirkan aksi Pevita Pearce sebagai Sri Asih ini juga seyogianya tayang pada 6 Oktober 2022, bertepatan dengan ulang tahun sang pemeran utama. Hanya saja jadwal tersebut dimundurkan jadi 17 November 2022 demi menyempurnakan beberapa aspek teknis dalam film.

Muaranya tentu saja agar film kedua dari Jagat Sinema Bumilangit (JSB) setelah Gundala—yang tayang 2019—bisa hadir dalam format terbaiknya kepada para penonton.

Format terbaik yang dimaksudkan termasuk menyempurnakan tampilan Computer-Generated Imagery (CGI) agar berbagai efek spesial yang digunakan dalam film jadi lebih mulus.

Berbeda dengan Gundala arahan Joko Anwar, penggunaan CGI dalam film Sri Asih memakan porsi lebih banyak. Penyebabnya lantaran Upi menghadirkan sosok jagoan perempuan titisan Dewi Asih dari kahyangan ini sudah dengan segala kelebihannya sebagai seorang adiwira.

Joko selaku produser kreatif dalam JSB yang turut menyokong penulisan skenario menggaransi cerita Sri Asih bergulir enteng dan blak-blakan.

Para penonton bisa menerka dengan mudah misi besar dalam perjalanan jagat sinema para jagoan komik lokal ini.

Tanpa introduksi berpanjang-panjang, janji Joko langsung terbayar sejak adegan awal dalam wujud Dewi Api yang diperankan oleh Dian Sastrowardoyo.

Ya, siapa menyangka aktris pemeran Cinta yang ikonis dengan dialognya menyebut Rangga jahat menyanggupi tawaran menjadi tokoh antagonis utama. Serupa Thanos di fase The Infinity Saga dalam Marvel Cinematic Universe.

Sri Asih dalam sebuah adegan ketika menyelamatkan para penghuni rusun dari teror Roh Setan (Sumber: Screenplay Bumilangit)

Alur cerita film Sri Asih yang berdurasi 135 menit di luar ekspektasi ternyata bergulir lugas sehingga memudahkan penonton untuk menikmatinya.

Beda dengan plot Gundala yang sedikit bikin mengernyit dan harus ekstra fokus karena ada narasi subtil di balik motivasi tokoh antagonis Pengkor. Ciri khas film-film Joko Anwar.

Kesederhanaan cerita dan tanpa basa-basi itu jadi kelebihan sekaligus elemen kelemahan dalam Sri Asih. Paling menimbulkan pertanyaan, sekaligus mengganggu, adalah penonton tak mendapat penjelasan kronologis terkait kemampuan sang protagonis.

Ihwal mengapa Alana jadi sosok terpilih yang mewarisi kekuatan pahlawan super maha dahsyat Dewi Asih yang sebelumnya menitis dalam raga Nani Wijaya (Najwa Shihab) tiada terjabarkan.

Fragmen singkat tentang kehidupan Alana kecil di panti asuhan juga langsung memperlihatkan bahwa kekuatan besar telah dimilikinya. Bagaimana ia mulai menyadari dan bisa menggunakan kekuatan itu absen dijelaskan.

Problem serupa terulang dalam babak penceritaan Alana dewasa di masa kiwari. Betul bahwa ketangkasannya bertarung berasal dari tempaan Sarita Hamzah (Jenny Chang) yang mengadopsinya dari panti.

Tapi, bagaimana ia dengan enteng mempergunakan pernak-pernik yang menyatu dengan kostum Sri Asih menjadi senjata, termasuk kemampuan terbang dan menggandakan diri, juga tak terjelaskan.

Kita, para penonton, melulu diperlihatkan bagaimana Alana bergelut mengontrol emosinya agar tak melampaui batas sesuai godaan Dewi Api. Keberhasilannya mengontrol emosi juga berlangsung tanpa upaya penggalian lebih dalam. Lagi-lagi dituntaskan dengan cara sederhana.

Hantaran cerita untuk menjelaskan perkara beda varian kostum yang digunakan Sri Asih dalam film ini pun terkesan dipaksakan. Terkesan semata demi mengakomodir perbedaan yang terjadi saat kemunculan perdananya yang singkat dalam Gundala.

Terlepas dari minor-minor yang membingungkan tadi, kehadiran Sri Asih tetap saja sepatutnya mendapat sambutan meriah. Ada banyak aspek peningkatan yang tertuang dibandingkan Gundala Putera Petir.

Paling kasat mata tentu saja aspek CGI. Duel pamungkas yang mempertemukan Sri Asih versus Roh Setan begitu memanjakan mata.

Koreografi laga dan bagaimana pergerakan kamera merekamnya juga tak melelahkan mata saat mengikutinya. Usaha keras Pevita yang mendedikasikan waktunya selama 1,5 tahun di bawah gemblengan tim Iko Uwais tak mengkhianati hasil.

Jejeran para pemain yang terlibat, mulai dari Jefri Nichol (Tegar), Christine Hakim (Eyang Mariani), Dimas Anggara (Kala), kemunculan duo Ario Bayu (Ghazul) dan Aqi Singgih (Ganda Hamdan), dan terutama Reza Rahadian (Jatmiko) menambah bobot lebih dari departemen akting.

Hal lain yang tak kalah penting untuk dirayakan ada di bagian mid-credit scene. Makanya jangan terburu beranjak meninggalkan kursi bioskop saat film memunculkan credit title.

Bagaimana perasaanmu setelah membaca artikel ini?
Suka
3
Jatuh cinta
0
Lucu
0
Sedih
0
Kaget
0
Marah
0
Mungkin tertarik
TUTURA.ID - Sumbangsih genre horor dalam perfilman Indonesia
Sumbangsih genre horor dalam perfilman Indonesia
Jumlah penonton film Indonesia di bioskop sepanjang 2022 berhasil mencetak sejumlah rekor. Genre horor masih…
TUTURA.ID - Marugame Udon: Waralaba restoran Jepang yang dinantikan warga Palu
Marugame Udon: Waralaba restoran Jepang yang dinantikan warga Palu
Marugame Udon, dengan menu khas Jepang, bisa melengkapi waralaba restoran di Palu yang selama ini…
TUTURA.ID - Black Panther: Wakanda Forever yang sangat sentimentil
Black Panther: Wakanda Forever yang sangat sentimentil
Sekuel film Black Panther tanpa Chadwick Boseman yang meninggal dua tahun silam. Seru sekaligus sentimentil.
TUTURA.ID - Panggung komedi sebagai pengobat rindu
Panggung komedi sebagai pengobat rindu
Ada banyak cara untuk mengenang kepergian orang tersayang. Bagi komika Teddy Lahinta, panggung…
TUTURA.ID - Darurat Kekerasan Seksual Di Sulteng