Panggung komedi sebagai pengobat rindu
Penulis: Anggra Yusuf | Publikasi: 5 Mei 2024 - 23:49
Bagikan ke:
TUTURA.ID - Panggung komedi sebagai pengobat rindu
Penampilan Teddy Lahinta dalam spesial show bertajuk Perempuan Tanpa Tanda Jasa yang berlangsung di Aula Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Sulteng | Foto: Anggra Yusuf/Tutura.Id

Untuk kedua kalinya komika Teddy Lahinta menggelar spesial show. Tajuknya "Perempuan Tanpa Tanda Jasa" yang berlangsung di Aula Dinas Pendidikan Sulawesi Tengah, Jalan Setia Budi, Palu, Sabtu (4/5/2024) malam. 

Acara yang diinisiasi Teddy dengan sokongan Komunitas Stand-up Indo Palu ini terbatas pada segudang cerita bersama sang bunda. Aksi monolognya juga membawakan lelucon-lelucon komedi dari hasil observasinya terhadap perempuan.

Pengunjung dapat menikmati beberapa stan kuliner dan minuman. Lumayan untuk sekadar mengisi perut dan pelepas dahaga. Selain itu, ada pula stan merchandise dari Motorcycle Enthusiast.

Terdapat sebuah panggung kecil dekat pintu masuk venue yang awalnya akan diisi oleh komika pemula dari komunitas Stand-up Indo Palu.

Namun, rencana tersebut urung berjalan lantaran kesalahan teknis pada pencahayaan panggung. Akhirnya dijadikan semacam tempat karaoke bersama usai acara.

Satu yang menarik ada pula semacam pameran foto sederhana yang menunjukkan kedekatan Teddy Lahinta bersama ibu dan keluarganya. Ini selaras dengan tema hajatan penampilan spesialnya malam itu.

"Bulan ini tepat satu tahun mama berpulang. "Ini sebenarnya bentuk rindu. Karena saya stand-up comedy-an, makanya dibuat dengan konsep special show beserta pameran foto kecil-kecil istilahnya," kata Teddy di sela persiapan, Jumat (3/5) malam. 

Selain Teddy, pertunjukan spesial ini juga diisi penampilan Genta Yotolembah dan Baim Tokichi yang jadi kompatriotnya di Stand-up Indo Palu sebagai komika pembuka.

Sebuah whiteboard yang diisi beberapa foto kenangan Teddy Lahinta bersama keluarganya | Foto: Anggra Yusuf/Tutura.Id

Acara yang dijadwalkan berlangsung sejak sore ini baru nampak ramai saat hari berganti malam. Harga tiket masuk yang dibanderol Rp30 ribu habis tak bersisa di meja pembelian.

Ketika waktu menunjukkan pukul 20.00 Wita, panitia mulai mempersilakan para penonton memasuki ruangan. Sontak kursi-kursi yang berjejer rapi, mungkin jumlahnya sekitar 120-an, langsung terisi penuh. Aksi dari para penampil dimulai.

Performa Genta dan Baim sebagai pembuka dengan jatah waktu sekitar 15 menit berhasil menciptakan rangkaian tawa untuk mengisi ruangan. Materi-materi komedi yang mereka lontarkan tak jauh dari persoalan asmara. Pun demikian, tetap saja ampuh memancing gergeran.

Mendekati pukul 21.00 Wita, sang pemilik acara akhirnya tampil. Sesi pertama berisi lontaran-lontaran pandangannya terhadap Kaum Hawa. "Perempuan itu diciptakan dari tulang rusuk sebelah kiri bagian atas. Bagian yang paling bengkok," kata Teddy dari atas panggung. Tentu saja para penonton meresponsnya dengan tawa berderai seolah bisa menebak akhir dari lontaran tersebut.

Namun, Teddy punya cara lain mengakhiri bit komedi tadi. "Dia dekat dengan lengan untuk dilindungi. Dekat dengan hati untuk dicintai," sambungnya. Kali ini para penonton merespons dengan tepuk tangan.

Komika asal Desa Eeya, Kecamatan Palasa, Parigi Moutong ini juga menyisipkan cerita-cerita soal kekasihnya yang menurutnya begitu rumit. Walaupun di balik itu, dirinya mengakui bahwa perempuan adalah sosok kuat dan selalu menjadi bagian yang tak terpisahkan dari laki-laki. 

Dibandingkan dua orang kompatriotnya yang sebelumnya tampil, Teddy tampak lebih luwes melakukan act out alias melontarkan materi komedi diiringi gerakan. Komika biasa melakukan ini untuk lebih menebalkan materi komedi mereka. Ada satu fragmen ketika Teddy menyirami wajahnya dengan air mineral kemasan botol di atas panggung seusai menyampaikan materi. Kacau betul.

Beriring waktu, Teddy membawa para penonton menyelami kedekatannya dengan mendiang ibunya yang berpulang setahun silam. Kenangan-kenangan tersebut ia sampaikan secara runut, sejak masa kanak-kanak hingga saat menemani sang ibu mengembuskan napasnya yang terakhir.

Harus diakui Teddy punya kemampuan merangkai cerita yang ciamik. Cerita-cerita keseharian nan penuh kenangan bersama sang ibu dengan segala kelebihan dan kekurangannya hadir dengan porsi seimbang. Ritme penampilannya juga terjaga.

Ada kalanya cerita yang disampaikan penuh melankolis sehingga penonton meresponsnya dalam hening. Berikutnya, Teddy menyuguhkan kisah dengan akhiran alias punchline yang bikin rahang pegal oleh tawa.

Seperti menonton film yang ekskalasi konflik dan jalan ceritanya makin mengerucut, penampilan spesial Teddy juga demikian. Memasuki bagian akhir penampilannya, Teddy menceritakan momen sebelum sang bunda mengembuskan napas terakhirnya.

Ia berkisah bahwa kala itu ibunya menderita kanker dan harus menjalani sejumlah pengobatan, mulai dari pengobatan medis hingga cara tradisional lantaran keluarganya tak punya uang untuk berobat. Lirih suara Teddy menyampaikan hal tersebut. Seisi ruangan sontak jadi kikuk. Hening belaka.

Teddy coba menguatkan hatinya dengan mengatakan telah berdamai dengan kesedihannya. Sambil sesenggukan menahan air mata, Teddy berujar hanya kerinduan yang hingga hari ini selalu menghinggapinya.

Aplaus panjang diberikan para penonton. Lampu-lampu ruangan kembali menyala terang. Sulung dari tiga bersaudara itu menuntaskan 90 menit penampilan spesialnya dengan penuh kebanggaan.

Bagaimana perasaanmu setelah membaca artikel ini?
Suka
0
Jatuh cinta
4
Lucu
0
Sedih
1
Kaget
0
Marah
0
Mungkin tertarik
TUTURA.ID - Menengok tumbuh kembang peminat cosplay di Palu
Menengok tumbuh kembang peminat cosplay di Palu
Para penyuka cosplay tak sekadar berkumpul menyalurkan hobi, tapi juga melatih kreatifitas yang bisa mendatangkan…
TUTURA.ID - Tari Mora’akeke ante Barakah di panggung World Dance Day
Tari Mora’akeke ante Barakah di panggung World Dance Day
Sanggar Seni Kaktus menampilkan tari Mora’akeke ante Barakah yang berakar dari ritual meminta hujan dalam…
TUTURA.ID - Kawasan pecinan dan riwayat etnik Tionghoa di Palu
Kawasan pecinan dan riwayat etnik Tionghoa di Palu
Palu memang tak punya pecinan macam Jakarta atau Surabaya. Namun tak berarti tiada "Kampung Cina."…
TUTURA.ID - Kaleidoskop 2022: Seni Budaya
Kaleidoskop 2022: Seni Budaya
Ramai penyelenggaraan konser dan festival musik setelah dua tahun absen jadi peristiwa paling menyita perhatian…
TUTURA.ID - Darurat Kekerasan Seksual Di Sulteng