Keteguhan Masriani Syukri mewujudkan asa menjadi penyanyi
Penulis: Nasrullah | Publikasi: 5 Juli 2023 - 17:53
Bagikan ke:
TUTURA.ID - Keteguhan Masriani Syukri mewujudkan asa menjadi penyanyi
Masriani Syukri hingga sekarang terus menyanyikan lagu-lagu daerah dalam berbagai kesempatan (Sumber: instagram.com/masrianisyukri)

Bagi sesiapa yang mengikuti perkembangan musik daerah populer Kaili sejak dasawarsa 90-an, sosok dan suara Masriani Syukri tentu sudah tak asing. Mulai dari sampul depan pita kaset hingga VCD karaoke memajang foto dan namanya.

Ambil contoh album kompilasi Dangdut Kaili Abadi produksi Royal Sound Records rilisan 1994. Atau album Lagu-Lagu Daerah Kaili yang tiga tahun berselang diedarkan oleh Libel Records. Timbre suara Masriani yang tipis dengan vibrato mengisi dua album tersebut.

Lantaran kecintaannya terhadap dunia tarik suara, terlebih pada lagu-lagu daerah Kaili, ia bersama mendiang suaminya, Joce Moh. Yusuf Pakaya, kemudian mendirikan sendiri perusahaan rekaman bernama MS Records pada awal dekade 2000-an.

Kala itu merilis album lagu daerah dalam format VCD karaoke sudah menjamur. Maka ia dan mendiang suaminya berbagi tugas.

Paitua (suami, red.) urusan ba rekam gambar untuk videoklipnya, saya mengawasi tahap editing dan produksian musiknya,” ujarnya saat dihubungi Tutura.Id via telepon, Rabu (5/7/2023).

Kebanyakan produksinya tentu saja lagu-lagu daerah Kaili, mulai dari ciptaan Hasan Bahasyuan, Salim Bachmid, hingga Masriani sendiri.

Demi mengikuti tren industri musik kekinian yang bergerak ke ranah digital, MS Recods turut melakukan akselerasi. Salah satunya dengan memanfaatkan platform YouTube sebagai etalase—atau bisa disebut sekaligus kanal distribusi—dalam setiap perilisan karya. Paling gres berjudul “Lentora Kandea ri Palu”.

Sementara untuk proses rekaman, Masriani mengaku semua kini bisa dilakukan di Palu. Tentu berkat dukungan perangkat teknologi rekaman yang lebih mudah bisa diakses ketimbang era masih analog. Pun lebih memudahkan penyanyi karena sekarang serba digital. Bisa lebih praktis.

Masriani ingat betul pengalaman pertamanya masuk studio rekaman. Kala itu masih awal dekade 90-an. “Saya rekaman lagu ‘Nopinda’ di studionya RRI Palu. Masih pakai pita. Jadi, kalau ta salah sedikit ulangi dari pertama lagi. Capek betul,” cakapnya mengenang sembari tertawa.

Perjalanannya sebagai penyanyi lantas membawanya menyambangi kota-kota lain, semisal Manado, Makassar, Surabaya, dan Jakarta.

“Waktu di Surabaya, saya rekaman di Studio Nirwana Di situ tempatnya Gombloh pernah rekaman juga,” kata Masriani.

Selain dikenal karena alunan suaranya, Masriani juga rancak mengikuti alunan musik sebagai penari. Kebolehan itu diperlihatkannya dalam acara resepsi pernikahan salah satu kerabatnya yang berlangsung di Aula Museum Provinsi Sulawesi Tengah, Sabtu (24/5).

Dalam acara tersebut, Masriani ditemani dua penari anak diminta melakukan Tari Mokambu. Tarian karya Hasan Bahasyuan biasanya dilakukan saat penjemputan tamu.

“Saya pernah ikut festival tari se-Indonesia di Jakarta. Kontingan Sulteng waktu itu bawa Tari Meaju (tarian perang, red.). Saya jadi tadulakonya. Akhirnya masuk 10 besar dari 27 provinsi. Itu berkesan sekali,” kenangnya.

Walaupun usianya kini sudah tak muda lagi, ia masih kerap mendapat panggilan untuk mengisi acara-acara kebudayaan, mulai dari tari tradisional, menyanyikan lagu-lagu daerah, atau kombinasi keduanya.

“Walaupun tua, jiwa semangat itu masih tetap ada. Belum tentu yang muda itu merasakan seperti yang kita rasakan sekarang ini,” ujar Masriani.

Masriani Syukri (kiri) berduet dengan Layla Bahasyuan saat tampil di Selebrasi Festival 2023 (Foto: Anggra Yusuf/Tutura.Id)

Ibu mendukung, ayah menolak

Putri dari pasangan H. Syukri dan Andi Djawaru Malonda ini sejak kecil sudah bercita-cita jadi penyanyi. Siapakah sosok yang menginspirasi niatan tersebut? “Laila Bahasyuan,” cepat Masriani menjawab.

“Saya ingat sekali waktu pertama kali saya lihat dia (Laila, red.) menyanyi, dalam hatiku langsung bilang begini, ‘Ya Allah kapan saya bisa seperti dia?’,” ungkapnya.

Lantaran sudah terpincut dunia tarik suara, Masriani kecil mulai mengasah kemampuan vokalnya dengan belajar autodidak.

“Kakak saya, Ilham Syukri, sering main gitar. Jadi kalau setiap dia di teras main gitar saya ikut nimbrung. Nyanyi-nyanyi. Dari situ saya latihan vokal,” kenangnya lagi.

Beranjak remaja, tepatnya kelas 3 SMP, Masriani coba peruntungan ikut lomba menyanyi. Meskipun tak beroleh juara, paling tidak ia sudah dapat pengalaman bernyanyi di depan orang banyak. Sebuah bekal yang kelak sangat berharga baginya.

Ketika tamat SMP, ia pun bertemu dengan idolanya, Laila Bahasyuan. Melalui jalur ini ia dikenalkan kepada maestro Hasan Bahasyuan yang notabene kakak Laila.

Pertemuan ini bikin Masriani punya kesempatan lebih memperdalam soal keterampilan tarik suara dan menari. Niatnya makin teguh.

Namun, keinginannya menjadi penyanyi tak beroleh restu dari ayahnya, H. Syukri. Beda cerita dengan sang ibu dan saudara-saudaranya yang tiada henti memberi sokongan.

Laiknya sebagian remaja lain dengan semangat membuncah, Masriani selalu saja punya trik untuk bisa terus menyanyi tanpa sepengatahuan sang ayah. “Pernah lantaran tidak dikasih menyanyi sama papaku, jam 7 malam saya di kamar ba kunci pintu. Saya ba make up habis itu lompat jendela. Ha-ha-ha.”

Semisal ia tidak nekat melakukan aksi berani mengelabui sang ayah demi mewujudkan asa menjadi penyanyi, mungkin kita tak akan mengenal sosok Masriani yang sekarang.

Hati sang ayah luluh saat akhirnya melihat buah hatinya yang penuh talenta ini tampil di layar kaca TVRI membawakan lagu “Randa Ntovea” ciptaan Hasan Bahasyuan.

“Jadi saya bilang sama mamaku supaya kasih duduk papa di depan televisi. Mamaku bilang sudah, ‘Putar dulu televisi, siapa tau ada anakmu menyanyi di situ.’ Pertamanya ba caci maki dulu papaku. ‘Bah, kapan juga jadi penyanyi anakku itu.’ Tidak lama muncul sudah saya menyanyi di TVRI Palu stasiun Manado. Saya ba intip papaku menonton dari kamarku. Ba diam papaku, dia nonton terus saya sampai menangis sendiri papaku,” ungkap Masriani lirih.

Momen tersebut ibarat lampu hijau dari sang ayah untuk segala aktivitas berkesenian yang dilakukan Masriani.

Perihal posisi lagu-lagu daerah, khususnya Kaili, di tengah pesatnya modernisasi sekarang, perempuan berumur 58 tahun ini mengaku senang.

“Perkembangan musik daerah sekarang sudah bagus. Banyak anak muda yang kreatif. Mereka mengolaborasi musik etnik dengan musik modern. Malah ada yang bikin pertunjukan lagu daerah hingga ke luar Sulteng,” pungkasnya.

Bagaimana perasaanmu setelah membaca artikel ini?
Suka
3
Jatuh cinta
1
Lucu
0
Sedih
0
Kaget
0
Marah
0
Mungkin tertarik
TUTURA.ID - Mengenal Bada Kumba, bedak dingin Suku Kaili yang lebih dari sekadar tabir surya
Mengenal Bada Kumba, bedak dingin Suku Kaili yang lebih dari sekadar tabir surya
Bedak dingin khas Kaili, Bada Kumba masih tetap eksis hingga kini. Tabir surya berbahan alami…
TUTURA.ID - Festival Dade Reme Vula, upaya membangkitkan kembali tradisi perayaan saat bulan purnama
Festival Dade Reme Vula, upaya membangkitkan kembali tradisi perayaan saat bulan purnama
Dulunya orang Kaili kerap melakukan pesta rakyat saat Bulan Purnama tiba. Tradisi ini kembali dihidupkan…
TUTURA.ID - Melestarikan tradisi dan budaya di Balumpewa melalui Festival Literasi
Melestarikan tradisi dan budaya di Balumpewa melalui Festival Literasi
Untuk pertama kalinya Forum TBM Kab. Sigi menggelar kegiatan Festival Literasi di Desa Balumpewa, Dolo…
TUTURA.ID - Nova Ruth dan Grey Filastine: Arka Kinari adalah kapal kebudayaan
Nova Ruth dan Grey Filastine: Arka Kinari adalah kapal kebudayaan
Nova Ruth dan Grey Filastine mengarungi samudra mengandalkan kapal layar Arka Kinari. Menyebarkan pesan tentang…
TUTURA.ID - Darurat Kekerasan Seksual Di Sulteng