Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) Republik Indonesia pada 2016 melakukan Survei Pengalaman Hidup Perempuan Nasional (SPHPN). Dalam survei tersebut terungkap cakupan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) yang dialami oleh perempuan Indonesia; fisik dan seksual, psikis/emosional, dan finansial.
Hasil SPHPN menyebutkan 18,3% perempuan yang sudah menikah dengan rentang usia 15-64 tahun pernah mengalami KDRT secara fisik. Ada 10,6% perempuan mengaku mengalami kekerasan seksual. Sedangkan 24,5% perempuan mengalami kekerasan secara finansial.
KDRT berupa kekerasan psikis atau emosional dialami oleh 20,5% perempuan. Kekerasan ini mencakup pengancaman, mengejek, melontarkan sebutan yang tidak pantas oleh pasangan. Termasuk perdayaan mental alias gaslighting yang dilakukan oleh pasangan.
Taktik manipulatif
Perilaku gaslighting yang dilakukan oleh pasangan terkadang tidak terdeteksi secara cepat. Sebab perilaku ini bermain dalam area perasaan. Gaslighting adalah taktik manipulatif terhadap pasangan karena ingin berkuasa atas sesuatu dengan membuat kita tidak percaya dengan diri sendiri.
Menurut The Journal of Perinatal and Neonatal Nursing yang ditulis Ahern, K. (2018), gaslighting sering terjadi dalam sebuah hubungan, termasuk dalam pernikahan.
Perilaku gaslighting dikelompokan sebagai bentuk pelecehan atau kekerasan secara emosional. Pelaku akan sering melakukan manipulasi terhadap pasangannya, mulai dari sering berbohong, playing victim, dan lainnya.
Istilah gaslighting ini tercipta dari film berjudul Gas Light (1938). Kisahnya tentang seorang suami yang kerap memanipulasi istrinya secara perlahan dengan membuatnya berpikir bahwa sang istri sakit jiwa.
Si suami kerap memutarbalikkan fakta dengan cara-cara yang ia susun sedemikian rupa untuk mengelabui sang istri. Akibatnya tokoh istri tidak lagi dapat memercayai realita, bahkan dirinya sendiri.
Perilaku gaslighting bisa berupa mengejek, menuduh, mempermalukan, hingga memutarbalikkan fakta ketika sedang melakukan kesalahan ke pasangannya. Pelaku gaslighting biasanya sudah sangat mahir dalam menciptakan suasana yang membuat pasangannya merasa kebingungan atas reaksinya sendiri.
Lalu akan mulai mempertanyakan keadaan dan malah meragukan dirinya sendiri. Pada tahapan paling parah, korban tidak akan mampu memvalidasi kebenaran dari perasaannya.
Pernah heboh di Twitter
Salah satu kasus gaslighting yang sempat mendapatkan perhatian adalah kasus perempuan berinisial R. Pada awal Tahun 2020 lalu, si R membagikan kisahnya melaui utas di Twitter dengan awal cuitan “Guys, I need ur help”.
Dari utas tersebut terungkap bahwa R adalah seorang wanita yang mengalami kekerasan seksual dan gaslighting dari pasangannya yang berinisial NC.
Kasus ini berawal dari R dan NC yang memutuskan tinggal bersama tanpa ikatan pernikahan. Selama dua tahun menjalani hubungan, ternyata R sudah empat kali hamil.
Setiap kali hamil, R dipaksa melakukan aborsi dengan meminum obat. R yang merasa tindakan ini adalah hal yang salah merasa begitu tertekan. Dia juga merasa tidak lagi berharga dan merasa begitu gila. R juga merasa semua kondisi tersebut terjadi karena salahnya.
NC sebagai pasangan justru tidak membantu sama sekali. NC bahkan kerap memanipulasi dirinya dengan selalu berkata mencintainya dan menyayanginya. Tapi di satu sisi, NC kerap mengancam R akan meninggalkannya jika apa yang terjadi (hamil dan aborsi) sampai diketahui orang lain.
Selama dua tahun bungkam dan ketakutan, akhirnya R memberanikan diri mengungkap tentang hubungannya yang sangat tidak sehat itu.
Banyak pihak menilai apa yang dilakukan NR adalah bentuk perilaku gaslighting terhadap R.
Bisa kena sanksi hukum
Perdayaan mental alias gaslighting sebenarnya termasuk kategori kekerasan psikis dan diatur dalam UU Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (PKDRT).
Laman hukumonline.com menulis bahwa pelaku--entah suami atau istri--bisa kena jerat pasal 5, pasal 7, dan Pasal 45 ayat 1 UU PKDRT.
Beberapa hal yang bisa dilakukan jika menjadi korban gaslighting, antara lain menyimpan bukti sebagai bahan aduan ke polisi, menentukan batas, menjaga jarak dengan pelaku, berdiskusi dengan orang lain termasuk kepada psikiater dan konsultan pernikahan, atau mengakhiri hubungan.
gaslighting kementerian pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak Kemen PPPA pacaran hubungan psikologi