Jika melongok komposisi para personel, Lomba Sihir pantas masuk kategori supergrup. Sebuah terminologi yang berarti para anggotanya memiliki kiprah solo yang sukses, merupakan anggota grup lain, atau dikenal dalam profesi musik yang lain.
Baskara Putra (vokalis) moncer bersama .feast. dan Hindia, Rayhan Noor (gitaris) produktif merilis proyek solo, tergabung dalam Glaskaca, Natasha Udu (vokalis) pada Oktober 2022 merilis single solonya, Tristan Juliano (kibordis) dengan Mantra Vutura, lalu terakhir Enrico Octaviano (drummer) menggawangi Martials bersama Rayhan.
Titik mulanya dari Baskara yang mengajak Tristan, Udu, Rayhan, dan Enrico dalam proses rekaman album “Menari dengan Bayangan” milik Hindia. Lalu berkembang jadi band pengiring tiap Hindia manggung.
Seiring berjalannya waktu, formasi band pengiring tadi menjadi entitas baru dengan nama Lomba Sihir. Sapaan perkenalan mereka hadir lewat album debut Selamat Datang di Ujung Dunia yang rilis 26 Maret 2021 di bawah label Sun Eater, label yang juga menaungi .feast dan Hindia.
Album yang memuat 12 lagu itu rupanya tak butuh waktu lama untuk memikat hati pendengar musik di tanah air. Peserta Lomba Sihir, sebutan untuk penggemar mereka, tumbuh di mana-mana.
Seturut melonggarnya tali kekang kebijakan PPKM lantaran pandemi, jadwal manggung band ini makin menggila. Padat merayap. Hal yang kemudian bikin bassis Wisnu Iksantama mundur dari formasi.
Kepopuleran tersebut jadi alasan utama Escape menghadirkan band ini dalam perhelatan "Perjalanan Menuju Romantisasi" yang berlangsung di Sirkuit Panggona, Palu, 4 Maret 2023.
Siang sebelum naik pentas, Lomba Sihir yang datang minus Baskara menyempatkan waktu mengunjungi kantor Tutura.Id. Salah satu topik obrolan kami terkait industri musik populer Indonesia hari ini. Seperti apa jawaban mereka? Simak selengkapnya.
Bagaimana kalian memaknai tahun 2022?
Rayhan: Tahun yang seru. Akhirnya kembali lagi bermain live di mana-mana.
Natasya: 2022 pengalaman baru, lah, buat kita.
Enrico: Ekonomi kreatif mulai gerak lagi.
Termasuk ekonomi dari penyelenggaraan konser. Namun, di sisi lain tidak sedikit konser dan festival yang berakhir antiklimaks. Kalian termasuk band yang pernah batal main di festival musik. Bagaimana perasaannya?
Natasya: Sedih. Selalu sedih kalau ada acara event yang cancel. Maksudnya berarti ada masalah penyelenggara juga, mungkin ada hal lain yang belum siap juga. Kita juga sudah banyak prepare.
Kalian tahu batal manggung persisnya kapan?
Enrico: Hari H
Rayhan: H minus 5 jam.
Enrico: Ya, sebenarnya udah jaga-jaga, tapi kita tetap kaget lah. Tetap sedih juga.
Bagaimana kalian mengatur waktu antara Lomba Sihir dengan proyek pribadi masing-masing?
Tristan: Oh, komunikasi. Selalu ngasih tahu di grup kalau lagi ada jadwal mengurusi produksi lain. Yang penting jadwalnya kebagi.
Natasya: Sebenarnya pas awal mulai Lomba Sihir, tuh, kita memang sudah pada punya proyek sendiri sendiri. Jadi pas kita mau bentuk Lomba Sihir, kami sudah sepakat sebisa mungkin saling mendukung atau mendukung proyek lainnya di luar Lomba Sihir.
Misalnya Tristan ada urusan di luar kita. Kami cari jalan tengahnya. Oh, ya sudah kalau begitu kita ganti hari atau gimana gitu. Sebenarnya, sih, atur waktu dan komunikasi.
Rayhan: Sama komitmen juga, sih, sebenarnya.
Kalau benar-benar tidak ada jalan tengahnya, bagaimana?
Enrico: Kalau kita ada simulasi yang sudah kita sepakati bersama untuk menghadapi beberapa kasus.
Misalkan kalau ada kasus yang A, harus berlaku apa. Ada yang B, kita harus berlaku apa. Perkiraannya sudah ada gitu dengan catatan.
Jadi ibaratnya kami enggak sakit hati lagi karena semua sudah diobrolin sebelumnya sesuai kesepakatan kami berlima.
Apa parameter sebuah lagu yang bagus menurut kalian ?
Enrico: Lagu yang bagus adalah semua lagu menurut orang yang bilang itu bagus. Karena lagu itu seni. Dan seni itu subjektif. Bagus atau jelek enggak absolut, lah.
Natasya: Setuju banget, kayak mungkin menurut saya musik bagus, tuh, kalau misalnya punya melodi yang enak. Tapi mungkin buat Enrico atau Rayhan lagu bagus itu dari segi produksiannya.
Tristan: Musik yang bagus itu adalah musik yang terdengar bagus oleh pendengarnya. Tapi pendengar pertama adalah penciptanya sendiri. Jadi kalian harus ciptakan lagu yang bikin kalian happy.
Dalam mendengarkan lagu, impresi pertama itu dari segi musik atau lirik?
Rayhan: Itu juga orang beda-beda, sih. Kalau saya pribadi, lagu yang oke, tuh, yang bisa bikin kita ngerasain sesuatu. Mau senang, sedih, marah, atau apa pun itu at least kita bisa merasakan sesuatu dari lagu itu.
Setelah Wisnu Ikhsantama mundur penghujung tahun 2022, terpikir cari penggantinya?
Enrico: Oh, sudah ada. Laptop saya. Ha-ha-ha. Karena teknologi sekarang udah maju pesat. Jadi semua bisa kita coba dulu sampai ketemu solusinya. Nah, untuk hal ini solusinya ada banyak. Salah satunya laptop.
Natasya: Saya menganggap kita main band itu bukan kayak kerja bareng di kantor. Pas ada yang cabut kita bisa langsung cari yang lain. Rasanya kalo kita di band itu beda lah yah. Sudah kayak anggota keluarga. Kalau ada yang hilang enggak akan semudah itu bisa kita bisa gantikan. Rasanya kayak gitu.
Rayhan: Dan yang diperhatikan bukan hanya dari segi teknis doang. Percuma, misalnya, mainnya jago atau ganteng, tapi mengobrol sama kami enggak nyambung. Jadi kayaknya untuk sekarang ini kami belum terpikirkan mencari personel pengganti.
Natasya: Ya, masih trauma mas. Ha-ha-ha.
Terkait peringatan Hari Musik Nasional, bagaimana kalian melihat industri musik Indonesia saat ini?
Rayhan: Bagus, sih. Beberapa tahun terakhir orang-orang sudah mulai nyadar bahwa industri musik kita berkembang pesat dan ke arah yang lebih baik.
Tapi kayaknya masih banyak pekerjaan rumah di industri ini. Banyak banget yang perlu kita benerin. Mulai dari sistem royalti, infrastruktur, venue konser, dan banyak lagi.
Tristan: Senangnya sekarang festival-festival musik juga makin digandrungi dan menggandeng banyak musisi dari berbagai genre. Jadi masyarakat disuguhkan beragam genre musik.
Pelecehan seksual dan bias gender masih sering terjadi, termasuk di industri musik. Menurut kalian apa yang harus dilakukan ?
Enrico: Menurut saya, sih, pelecehan seksual sudah harusnya enggak boleh ada dengan alasan apa pun. Coba bayangkan itu dilakukan kepada keluarga lu. Apa yang terjadi?
Maksudnya jangan deh. Termasuk dengan tidak menjadikan hal itu sebagai lawakan atau candaan. Karena itu sama sekali enggak lucu, sih.
Rayhan: Tugas kita semua untuk menyebarkan kesadaran bahwa itu bukan hal yang baik untuk dilakukan. Yang kedua tugas kita juga untuk melindungi satu sama lain, apa pun gendernya.
Natasya: Soal bias gender, itu real banget. Terutama saya yang perempuan. Dulu, kan, saya ngantor. Karena saya terhitung muda dan perempuan, tiap berpendapat saat meeting atau ketemu bos selalu enggak didengarkan.
Yang didengerin biasanya laki-laki atau yang perempuan yang mungkin menarik atau gimanalah. Saya ngerasain banget.
Apa yang saya lakukan adalah jadi orang yang lebih speak up akhirnya. Ngotot-ngototan, deh, enggak apa-apa.
Tristan: Mau menambahkan. Bahkan kayak pelecehan sekelas yang ‘cat calling’ itu sebenarnya mungkin kecil, tapi kalau terus dilakukan lama-lama orang sangat menganggap itu normal, padahal sama sekali enggak.
Natasya: Untungnya saya hidup di lingkungan band yang orang-orangnya sangat baik seperti mereka ini. Menganggap semua equal. Jadi, i love you guys. Ha-ha-ha.
Ada persembahan apa dari Lomba Sihir untuk tahun ini?
Rayhan: Kalau untuk Lomba Sihir, dalam waktu dekat akan ada lagu baru yang semoga segera bisa rilis. Kami juga sedang merencanakan bikin sebuah tur.
Natasya: By the way, ini pertama kali kami umumkan di media lho.
Rayhan: Ya, semoga bisa diumumkan dan dilakukan segera.
Semuanya: Amiiiiiiiiin.
Lomba Sihir musik .feast Hindia industri musik konser festival bias gender pelecehan seksual Hari Musik Nasional Romantisasi Escape