Kamis sore, 20 Juli 2023, lalu lintas di perempatan Palu Studio sedang ramai-ramainya. Persinggungan Jalan Moh Yamin, Jalan Veteran, Jalan Juanda, dan Jalan Sisingamangaraja itu salah satu titik padat lalu lintas di Kota Palu, Sulawesi Tengah--terutama pada momen pulang kerja.
Dua orang pria dewasa terlihat sibuk “bekerja” di tengah jalanan nan ramai. Mereka menghampiri kendaraan-kendaraan yang sedang menunggu lampu merah. Meminta belas kasihan para pengendara. Berharap bisa dapat recehan.
Tutura.Id mendekati pria yang terlihat lebih muda. Namanya Andika. Umurnya 24 tahun. Ia mengaku berasal dari Manado, Sulawesi Utara.
Sebelum hidup di jalan untuk meminta-minta, Andika mengaku tinggal pada salah satu panti asuhan di Kota Palu. Lantaran sudah masuk usia dewasa, ia tak boleh lagi tinggal di sana. “Dari kecil saya sudah di Palu,” kata Andika.
Meski begitu, selama bertukar cerita, Andika lebih banyak bicara dengan suara kecil. Ia juga tak menjawab pertanyaan soal keluarganya. Tatapan matanya lebih banyak dilempar untuk memandangi langit, atau jalanan.
Namun, matanya terlihat berbinar-binar, saat menghitung uang hasil berharap belas kasih para pengendara kendaraan bermotor. Rp137.500, jumlah uang yang didapatnya pada hari itu.
Andika mengaku baru akan kembali “bekerja” 10 hari ke depan, atau setelah uangnya habis. Ia bilang bahwa uang tersebut akan dipakai untuk membeli makanan, dan menonton YouTube di warnet, sekitar Pasar Masomba. Namun, pada Jumat (21/7/2023), ia masih terlihat meminta-minta di titik yang sama.
Andika bilang dirinya paham bahwa aktivitas meminta-minta yang dilakukannya dilarang. “Terserah saya lah,” demiian ia berkilah.
Menurut Andika, ia juga pernah diamankan, dan ditawarkan untuk tinggal di rumah singgah. Namun ia menolaknya. “Saya tau ada rumah singgah dari Dinas Sosial, tapi saya tidak mau di sana. Saya tidak suka ditekan. Saya sukanya bebas. Bisa pergi ke mana-mana,” ujarnya.
Aksi meminta-minta seperti yang dilakukan Andika memang dilarang. Kota Palu punya Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2018 tentang Penanganan Gelandangan dan Pengemis. Pada Pasal 21 termaktub larangan tegas ihwal kaum gepeng (gelandangan dan pengemis).
“Melakukan pergelandangan dan/atau pengemisan baik perorangan atau berkelompok dengan alasan, cara dan alat apapun untuk menimbulkan belas kasihan orang lain,” demikian larangannya. Bila melanggar, bisa tercancam hukuman tiga bulan penjara atau denda Rp3 juta.
Bukan hanya pelakunya. Aktivitas memberikan sumbangan juga dilarang dan bisa kena sanksi. “Setiap orang/lembaga/badan hukum dilarang memberi uang dan/atau barang dalam bentuk apapun kepada gelandangan dan pengemis di tempat umum,” bunyi Pasal 22.
Mereka yang memberikan sumbangan bisa dikenakan ancaman hukuman 10 hari penjara dan denda Rp1 juta.
Orang Palu terlalu dermawan
“Jelas mengganggu, lampu merah orang berhenti itu toki-toki suruh buka kaca, itu namanya menggangu lalu lintas,” kata Kepala Dinas Sosial Kota Palu, Susik, yang ditemui Tutura.Id di ruangannya, Senin (17/7/2023).
Ia bicara dengan nada suara keras; demi menegaskan larangan aktivitas meminta-minta yang mulai ramai terjadi di Kota Palu. Susik bilang bahwa setiap aktivitas meminta sumbangan–tak hanya untuk perorangan di jalanan–harus mengantongi izin dari Dinas Sosial.
Dinas Sosial Kota Palu, kata Susik, juga terus melakukan langkah-langkah penertiban. Saban bulan, ada dua razia jalanan yang digelar. Bila dapat laporan, pihaknya akan mengirimkan petugas ke lokasi pelaporan.
Bahkan, selama 2023, lebih dari 20 orang gelandangan, pengemis, dan peminta sumbangan liar yang diamankan oleh Dinas Sosial Kota Palu.
Meski demikian, Susik mengatakan pihaknya sekadar kasih teguran, belum menjurus ke pemberian sanksi–betapa pun ada payung hukum ihwal pemberian sanksi. “Selama ini masih dalam batas teguran, karena biasanya beralasan atas dasar kemanusiaan,” ujar Susik.
Merujuk mekanismenya, pengumpulan sumbangan bisa dilakukan dengan mengirimkan permohonan tertulis kepada Kepala Dinas Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu Satu Pintu–sesuai lokasi permintaan sumbangan.
Ada pula sejumlah berkas yang perlu dilengkapi. Misalnya, fotokopi KTP, atau akta pendirian bila peminta sumbangan berbentuk organisasi sosial.
Bila seluruh berkas telah lengkap, Dinas Sosial akan melakukan verifikasi dan validasi data–paling lama 2 x 24 jam. Setelahnya, Dinas Sosial akan mengeluarkan rekomendasi pertanda aktivitas pengumpulan dana bisa dilakukan.
Dinas Sosial Kota Palu menyebut bahwa selama ini para para gepeng dan peminta sumbangan di Kota Palu lebih banyak berasal dari wilayah Sigi dan Donggala. Mereka pun mengeklaim telah memasang spanduk himbauan, “Stop! Memberikan Sumbangan Tanpa Izin Pemerintah” di sejumlah lampu merah.
“Memang orang Palu ini dermawan sekali. Saking dermawannya, strategi harus diubah. Larangannya untuk masyarakat, bukan buat orang yang meminta sumbangan,” kata Kepala Bidang Perlindungan Sosial dan Masyarakat Dinas Sosial Kota Palu, Hendra Okto Utama.
Sebagai catatan, pengecualian atau beberapa kemudahan bisa diberikan oleh Dinas Sosial Kota Palu, bila permintaan sumbangan yang hendak diedarkan berkenaan dengan situasi darurat atau bencana.