Meneropong polemik saham dan kontrak Vale Indonesia
Penulis: Muammar Fikrie | Publikasi: 22 September 2022 - 04:07
Bagikan ke:
TUTURA.ID - Meneropong polemik saham dan kontrak Vale Indonesia
Pekerja di area Vale Indonesia. - (KAISARMUDA/Shutterstock.com)

Vale Indonesia tengah bersiap memasuki babak baru. Kontrak karya raksasa nikel ini bakal usai pada 28 Desember 2025. Berakhirnya kontrak karya bakal menggiring perusahaan dengan nama emiten INCO itu pada era Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK). 

Namun aral melintang. Konsesi Vale tengah jadi diskurus elite, dan mengundang polemik di media massa. Sejak Juni 2022, sejumlah politisi di Komisi VII DPR mendesak pemerintah agar tak serta merta kasih konsesi. 

Pekan lalu (8/9), panitia kerja (Panja) Vale Indonesia gelar rapat dengar pendapat di Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta. Tiga gubernur yang areanya jadi wilayah konsesi Vale lempar pernyataan keras dalam rapat. Orang nomor satu dari Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, dan Sulawesi Tenggara kompak menolak perpanjangan kontrak.

Berikut rangkuman poin-poin penting yang perlu diketahui untuk memahami polemik konsesi Vale.

Komposisi saham Vale Indonesia

Undang-Undang No 3/2020 tentang Minerba mewajibkan pemegang IUPK untuk melepas 51 persen sahamnya kepada entitas domestik.

Vale sudah dua kali melakukan divestasi saham ke pihak lokal. Pada 1990, mereka lempar 20 persen saham via Bursa Efek Jakarta. Selanjutnya, pada 2019, mereka melepas dengan persentase sama kepada MIND ID, badan usaha milik negara (BUMN) yang jadi induk di sektor tambang.

Kini masih tersisa 11 persen saham yang perlu dilepas. Bila merujuk UU Minerba, saham bisa diberikan kepada pemerintah pusat (lewat BUMN, pemerintah daerah (via BUMD), atau badan usaha swasta nasional.

Sejauh ini, Vale Canada Limited dan Sumitomo Metal Mining siap melepas 11 persen saham mereka. Keduanya merupakan entitas transnasional yang jadi pemegang saham mayoritas di Valle Indonesia. Gabungan sahamnya mencapai 58,82 persen.

CEO Vale Indonesia, Febriany Eddy, juga telah bicara ihwal kemungkinan pelepasan saham. “Kami salah satu perusahaan dengan tata kelola yang baik. Manajemen saat ini—siapa pun pemegang sahamnya—berkewajiban melaksanakan apa pun yang terbaik bagi Vale,” kata Febri, dilansir Bisnis Indonesia (14/9).

Luasan lahan Vale Indonesia  

Vale pertama kali beroleh kemewahan pada 1968, saat masih bernama INCO (International Nickel Indonesia), lewat kontrak karya yang diteken Presiden Soeharto. Kontrak karya tersebut menandai pemberian area eksplorasi hingga 6,8 juta hektare yang terbentang di Sulsel, Sulteng, dan Sultra. 

Area itu sudah belasan kali mengalami penciutan. Kini ada tiga blok utama yang jadi wilayah kerja Vale yakni Sorowako (Sulsel), Pomala (Sultra), dan Bahodopi (Sulteng). 

Adapun wilayah Vale saat ini terdiri dari: 70.566 hektare di Sorowako, Luwu Timur, Sulsel; 22.699 hektare di Bahodopi, Morowali, Sulteng; dan 24.752 hektare di Pomala, Kolaka, Sultra. Total area konsesinya 118.017 hektare.

Dari ketiga blok tersebut hanya Sorowako yang aktif. Alhasil hanya Sulsel dan Luwu Timur yang beroleh pemasukan dana bagi hasil (DBH). Sedangkan Sulteng dan Sultra hanya beroleh pendapatan mini dari sewa lahan. 

Muncul pula wacana untuk relinquish (penciutan dan pengembalian lahan). Konon bila ada area yang dianggap kurang penting, Vale bersedia melepaskan. Hal macam ini bukan perkara baru. Pada 2014, contohnya, Vale mengembalikan sekitar 72.047 hektare pada pemerintah Indonesia. 

Polemik di level elite

Polemik ihwal Vale mulai mengemuka medio tahun ini. DPR ragu bila saham ditadah oleh MIND ID, sebagai pengantre pertama mewakili pemerintah pusat. 

Sebagai catatan, pada 2020, ongkos pembelian saham Vale mencapai Rp5,5 triliun. Sialnya, pada 2021, MIND tidak kebagian deviden. DPR juga mendorong Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk mengaudit divestasi saham tersebut.

Bila MIND ID gagal dapat saham, maka kesempatan selanjutnya akan jatuh ke pemerintah daerah, yang bisa ambil saham lewat BUMD. Adapun swasta nasional menjadi pengantre paling ujung.

Tak heran bila kini narasi perihal aktivitas Vale yang tak bawa kesejahteraan daerah mulai berkembang. Bambang Hariyadi, Wakil Ketua Komisi VII DPR, jadi salah satu yang paling sering bersuara.

“Jangan sampai saudara kita di Indonesia timur tidak menikmati kekayaan alamnya. Apalagi yang kerja semua dari Jakarta," kata politisi Partai Gerindra itu, saat memimpin rapat dengar pendapat, Kamis (8/9).

Dalam rapat tersebut, tiga gubernur dari Sulawesi satu suara menolak rencana perpanjangan konsesi Vale. Gubernur Sulawesi Selatan, Andi Sudirman Sulaiman menyebut bahwa kontribusi Vale bagi pendapatan asli daerah hanya 1,98 persen. “Ini sangat menyakitkan bagi kami dengan 54 tahun itu (durasi kontrak karya),” katanya.

Andi juga menyinggung nilai sewa lahan nan murah. Vale cuma kasih Rp60 ribu per hektare. Nilai sewa itu di bawah rerata, misalnya, BUMN (Rp1,7 juta per hektare) atau antarpetani (Rp5 juta per hektare).

Gubernur Sulawesi Tengah, Rusdi Mastura juga menyatakan keberatannya bila Vale terus dapat konsesi. Kata Rusdi, Vale minim kontribusi di Sulteng, termasuk dalam lingkungan hidup, pendapatan daerah, dan lainnya.

Di sisi lain, pemerintah pusat terlihat punya pandangan berbeda dengan para gubernur. "Itu kan jelek kalau misal dilakukan, iklim investasi di kita,” kata Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Arifin Tasrif, merespons penolakan dari para gubernur. 

 
 
 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

A post shared by H. Rusdy Mastura (@rusdy_mastura)

Bisakah daerah urus nikel?

Peneliti ekonomi politik pertambangan, Arianto Sangadji, menyebut bahwa pandangan Menteri ESDM bertendensi neoliberal.

“Pernyataan semacam itu berpijak pada sikap memihak kepada kepentingan perusahaan transnasional yang sudah mengeruk kekayaan nikel selama lebih lima dekade," katanya, dilansir Suluhmerdeka.com (14/9).

Lebih kurang, Arianto menilai bahwa Vale banyak beroleh kemewahan. Namun pemain nikel itu minim kontribusi pada pendapatan daerah di Sulsel; serta hanya sewa lahan plus tidak bikin banyak aktivitas di Sulteng dan Sultra. Kedua wilayah itu memang mengalami perkembangan industri nikel, tetapi bukan karena Vale, melainkan investasi besar-besaran dari Tiongkok.  

Arianto pun mendukung langkah tiga gubernur yang menolak kontrak Vale. Menurutnya gagasan tiga gubernur bisa jadi jawaban untuk mendorong peningkatan fiskal daerah.

"Sikap para Gubernur yang mendorong BUMD untuk terlibat dalam pengolahan areal kontrak kerja PT Vale merupakan jawaban yang tepat," katanya. 

Adapun Majalah Tempo (18-24 Juli) menyoroti “penumpang gelap” yang mereka endus dalam upaya menciutkan lahan kerja Vale. “Jika manuver yang dilakukan lewat Dewan Perwakilan Rakyat berhasil, pengusaha tambang nikel lokal di sekitar wilayah kerja Vale bakal langsung melahapnya,” tulis Tempo. 

Mekanisme participating interest, dalam pandangan Tempo, justru membuka kesempatan bagi pemerintah daerah untuk menggandeng pengusaha—alih-alih BUMD. Misalnya, yang terjadi saat Nusa Tenggara Barat pada 2009 saat menggandeng anak perusahaan Bakrie. 

Pandangan lain datang dari Ferdy Hasiman, peneliti Alpha Research Database. Ia meragukan kapasitas BUMD dalam mengelola bisnis tambang, dan tak akan sanggup menerapkan best mining practice.

“Saya belum pernah melihat ada perusahaan BUMD bentukan pemerintah provinsi dan kabupaten bidang tambang di Republik ini yang bereputasi baik,” tulisnya di Kompas.com.

Kata kunci terkait
Bagaimana perasaanmu setelah membaca artikel ini?
Suka
1
Jatuh cinta
0
Lucu
0
Sedih
0
Kaget
0
Marah
0
Mungkin tertarik
TUTURA.ID - Strategi Hidayat meningkatkan PAD Kota Palu tanpa membebani warga
Strategi Hidayat meningkatkan PAD Kota Palu tanpa membebani warga
Calon Wali Kota Palu, Hidayat, menyebut bahwa meningkatkan pendapatan asli daerah tidak melulu dengan membani…
TUTURA.ID - Mempromosikan literasi dini di rumah dengan membaca nyaring
Mempromosikan literasi dini di rumah dengan membaca nyaring
Anak-anak seharusnya diperkenalkan budaya membaca sejak dari dalam rumah. Caranya harus menyenangkan dan penuh kasih…
TUTURA.ID - Pameran Spotless Future: Ketika kreativitas bertemu aktivisme
Pameran Spotless Future: Ketika kreativitas bertemu aktivisme
Eksploitasi galian tambang yang terjadi di Palu mengusik perhatian Azwar Ahmad dan Eka Wahyuni dalam…
TUTURA.ID - Mempertegas arah perjuangan pada deklarasi akbar Rizal-Samuel Pongi
Mempertegas arah perjuangan pada deklarasi akbar Rizal-Samuel Pongi
Pasangan Rizal Intjenae dan Samuel Pongi yang maju dalam Pibup Sigi periode 2024—2029 berkomitmen melanjutkan…
TUTURA.ID - Darurat Kekerasan Seksual Di Sulteng