Menganalisis penyebab banjir musiman di Kota Palu
Penulis: Juenita Vanka | Publikasi: 2 Agustus 2023 - 12:02
Bagikan ke:
TUTURA.ID - Menganalisis penyebab banjir musiman di Kota Palu
Wali Kota Palu Hadianto Rasyid saat meninjau salah satu titik banjir di Kota Palu, 12 Maret 2022 (Sumber: palukota.go.id)

Banjir musiman selalu menghantui warga Kota Palu saban tahun berganti. Pada pekan ketiga Juli lalu, lebih dari 200-an rumah warga, satu rumah ibadah, dan beberapa ruas jalan terdampak banjir.

Konon, penyebabnya akibat curah hujan dengan intensitas tinggi yang terjadi selama beberapa hari beruntun. Selain itu, genangan air yang menutupi sejumlah badan jalan ditengarai berasal dari luapan drainase.

Kepala Bidang Kedaruratan dan Logistik BPBD Kota Palu Irfan menuturkan, banjir disebabkan menumpuknya material sampah yang memenuhi plat duiker.

“Yang kami jumpai di lapangan adalah sistem drainasenya, khususnya yang dikelola oleh provinsi belum diperbaiki dengan baik. Jadi, saat intensitas hujan besar maka dapat dipastikan air hujan tersebut akan mengalir masuk dan tumpukan yang ada di saluran tersebut akan meluap ke badan jalan, seperti kemarin yang kita bisa lihat,” tutur Irfan kepada Tutura.Id (24/7/2023).

Penyebab lainnya, lanjut Irfan, ada indikasi karena kondisi topografi dan beberapa perubahan tata ruang di Kota Palu.

Akibatnya saat hujan deras, salah satu sungai mati yang membentang dari Kecamatan Tatanga hingga Palu Barat akan aktif kembali membentuk pola aliran alaminya.

Sungai mati itu saling bersemuka di Kelurahan Duyu, Balaroa, dan sejumlah lokasi di Kecamatan Palu Barat.

Aliran air ini masuk ke wilayah tengah kota melalui drainase berukuran lebar di Pasar Inpres Manonda, kemudian masuk ke Jalan Bayam, turun ke Jalan W.R. Supratman. Lalu, membagi jalur alirannya ke Jalan Datu Adam dan Jalan Tanjubulu.

Berdasarkan sistem drainase yang dikelola Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sulteng, jalur itu terbagi lagi menuju Jalan Tembang yang bermuara di Teluk Palu, Jalan Diponegoro mengarah ke bekas hunian sementara (huntara), serta Jalan Selar.

“Nah, sedimen material di situ, kan, tebal. Ditambah lagi sampah dari Pasar Inpres Manonda akan terbawa sama-sama lalu menumpuk di Hotel Grand Duta,” kata Irfan.  

 
 
 
 
 
Lihat postingan ini di Instagram
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

Sebuah kiriman dibagikan oleh Pemerintah Kota Palu (@palu.kota)

Titik rawan banjir di Kota Palu

Berdasarkan laporan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Palu, kurang lebih 125 rumah warga dan delapan ruas jalan terdampak banjir yang terjadi pada 21 Juli 2023.

Rumah warga yang menghuni Jalan Bayam, Kelurahan Balaroa, Palu Barat, paling banyak terdampak. Jumlahnya mencapai 120 rumah.

Wilayah lain yang juga terkena imbas dengan tinggi muka air antara 10-70 sentimeter terjadi di Jalan Pue Yusu (Talise), Jalan Munif Rahman dan Hasanuddin Toto (Silae), Jalan Tanjung Harapan (Tatura Utara).

Curah hujan yang tetap tinggi mengakibatkan banjir kembali terjadi berselang dua hari kemudian (23/7). Kali ini menyebabkan 126 rumah warga dan satu rumah ibadah terendam air.

Tiga kelurahan yang terdampak banjir adalah Lere, Baru, dan Balaroa di Kecamatan Palu Barat. Sebagian wilayah di Kelurahan Birobuli Selatan, Birobuli Utara, dan Tatura Utara di Kecamatan Palu Selatan juga mengalami nasib serupa.

Bila menengok peristiwa banjir tiga tahun terakhir di Kota Palu, beberapa lokasi di Palu Barat kerap jadi langganan banjir. Pada 3 Juli 2021 silam, banjir menerjang 110 rumah warga di Kelurahan Baru, Palu Barat.

Beranjak setahun kemudian, tepatnya 24 September 2022, sekitar 1.338 rumah warga di bantaran Sungai Palu juga terdampak banjir. Tiga dari lima kelurahan terdampak banjir itu berada di wilayah Palu Barat. 

Berdasakan dokumen Kajian Risiko Bencana (KRB) Kota Palu 2015-2020, secara khusus dalam Peta Kerentanan Banjir, hampir semua wilayah di tiga kecamatan yakni, Palu Barat, Palu Timur, dan Palu Selatan berada di zona merah banjir dengan indeks kerentanan tinggi, terutama lokasi yang berada di sepanjang sungai kecil.  

Meski Kelurahan Baru seringkali mengalami banjir, tetapi dalam klasifikasi bahaya banjir justru masuk dalam kategori rendah untuk bahaya banjir dan banjir bandang.

Total dari 46 kelurahan yang ada di Kota Palu, 23 kelurahan di antaranya masuk dalam kategori tinggi untuk bahaya banjir bandang, antara lain mulai dari Pantoloan, Besusu, Talise, Lasoani, Tatura, Birobuli, Petobo, Nunu, Tavanjuka, Ujuna, Siranindi, Tipo, hingga Watusampu.

Wali Kota Palu Hadianto Rasyid (kanan) saat meninjau bantaran sungai Palu yang airnya kerap meluap jika curah hujan tinggi (Sumber: Humas dan Protokol Setda Kota Palu)

Upaya mencegah banjir

Kepala Seksi Pencegahan BPBD Kota Palu Gayus Novanto Pakan kala ditemui Tutura.Id (31/7) menjelaskan, proses mitigasi bencana harus sejalan antara mitigasi struktural dan nonstruktural.

Salah satu contoh mitigasi struktural untuk mencegah banjir adalah dengan pembangunan sistem drainase.

Sedangkan mitigasi nonstruktural yang berkaitan dengan produk kebijakan, seperti rekayasa tata ruang dan pembangunan. 

Meski punya niat untuk mencegah kemungkinan terjadinya bencana, tetapi praktik mitigasi struktural dan nonstruktural acapkali berseberangan dengan kondisi masyarakat.

“Ketika masyarakat meminta izin untuk membangun, lalu pemerintah menyurvei dan dinyatakan tidak layak untuk mendirikan bangunan, mereka tetap bisa membangun karena karena kepemilikan sertifikat (SHM). Akhirnya, pemerintah akan meminta agar masyarakat merekayasa sendiri pembangunannya,” ungkapnya.

Penyebab banjir lainnya, lanjut Gayus, lantaran masyarakat acuh tak acuh terhadap faktor alami yang turut memengaruhi eskalasi dampak banjir di Kota Palu.

“Ancaman terbesar kita sebenarnya adalah jalur alam. Hunian Tetap Tondo 1 sering banjir bandang karena permukiman tersebut dikelilingi jalur alam yang terdapat di sisi kiri bukit. Makanya ketika hujan dengan intensitas deras, air yang turun akan melewati jalur alam tadi, lalu menerobos ke permukiman. Memang begitu cara kerjanya,” jelas Gayus.

Oleh karena itu, penanganan tegas harus dilakukan agar mitigasi struktural dan nonstruktural berjalan beriringan demi mencegah timbulnya korban jiwa dan kerugian.

“Contohnya Huntap Duyu kemarin yang diminta untuk dibongkar. Karena memang itu prosedur yang harus dilakukan. Makanya, mitigasi bencana apa pun itu, struktural dan nonstrukturalnya harus sejalan,” pungkasnya.

Saat menghadiri kegiatan "Lapor Wali Kota, Wali Kota Menjawab" yang berlangsung di Taman Nasional Bundaran Hasanuddin (27/7), Wali Kota Palu Hadianto Rasyid meminta warga bersabar.

"Ini sudah masuk dalam pantauan. Insya Allah kami akan melakukan langkah yang baik terkait penanganan yang rawan banjir,” tutur Hadianto.

Robert Dwiantoro turut berkontribusi dalam tulisan ini.

Bagaimana perasaanmu setelah membaca artikel ini?
Suka
0
Jatuh cinta
0
Lucu
0
Sedih
0
Kaget
0
Marah
0
Mungkin tertarik
TUTURA.ID - Simbol warna kuning dan maknanya dalam kebudayaan Kaili
Simbol warna kuning dan maknanya dalam kebudayaan Kaili
Warna kuning sebagai warna tertinggi dalam kebudayaan Kaili tidak lahir begitu saja. Pilihan ini punya…
TUTURA.ID - Ikhtisar dari diskusi HAM menulis ulang sejarah, kebenaran, dan keadilan atas tragedi kemanusiaan
Ikhtisar dari diskusi HAM menulis ulang sejarah, kebenaran, dan keadilan atas tragedi kemanusiaan
Cerita pilu dari saksi tragedi kemanusiaan jadi bagian penting dalam diskusi yang dihadiri Suciwati, istri…
TUTURA.ID - Dua bulan terakhir: Tiga orang tewas lantaran serangan buaya di Sulteng
Dua bulan terakhir: Tiga orang tewas lantaran serangan buaya di Sulteng
Sejak awal Mei 2023, tiga orang tewas lantaran serangan buaya di Sulteng. Warga pun resah.…
TUTURA.ID - Mengenal fan service dan praktiknya oleh musisi Palu
Mengenal fan service dan praktiknya oleh musisi Palu
Aneka macam tindakan dilakukan artis untuk menyenangkan hati para penggemarnya. Bagaimana dengan musisi Palu?
TUTURA.ID - Darurat Kekerasan Seksual Di Sulteng